Sabtu, Juli 27, 2024
Google search engine
BerandaWisata & TravelGarin Nugroho: Budaya Sumut Menarik untuk Difilmkan

Garin Nugroho: Budaya Sumut Menarik untuk Difilmkan

Medan (Waspada Aceh) – Sumatera Utara memiliki entitas budaya yang beragam, unik dan menakjubkan, sehingga sangat layak untuk direkam agar dikenal lebih luas dan dipelajari. Di sisi lain, era industri kamera yang maju pesat memudahkan siapapun untuk berperan.

“Saya kira cukup menarik bila difilmkan,” ujar sutradara ternama, Garin Nugroho, pada seminar daring yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU), Sabtu (26/9/2020).

Dalam acara yang diikuti 300-an peserta dan bertajuk “Pembuatan Film Dokumenter Budaya” itu, juga menghadirkan narasumber Onny Kresnawan, sineas asal Sumut yang dinilai produktif membuat karya film dokumenter bertema budaya dan kearifan lokal. Sedangkan narasumber pembuka menampilkan Sejarahwan, Prof. Dr. Mukhlis Paeni, yang juga mantan ketua Lembaga Sensor Film (LSF).

Garin yang juga dikenal sebagai “Bapak Dokumenter” Indonesia itu menjelaskan, sejak era industri kamera menjadi senjata untuk merekam kebudayaan dan peradaban bangsa, film dokumenter mengalami kemajuan pesat. “Bagaimana kehidupan peradaban suatu masyarakat atau bangsa, direkam untuk kemudian dipelajari,” katanya.

Menurut Garin, hampir semua orang saat ini memiliki ponsel pintar yang bisa digunakan membuat film. “Maka pertanyaannya, bagaimana kamera itu digunakan? Bagaimana strategi kebudayaan yang dilakukan lewat digitalisasi itu? Jangan sampai, era digital yang lebih banyak adalah sampah digitalnya. Seperti melek huruf, tapi tak bisa membaca. Kamera ada di tanganmu!” ujar Garin.

Onny Kresnawan menyebut, bahwa apa yang dikatakan Garin Nugroho merupakan cambuk sekaligus pemicu motivasi bagi sineas Sumatera Utara untuk bisa memproduksi film-film bertema budaya dan kearifan lokal yang dimiliki daerahnya.

“Film dokumenter menjadi salahsatu upaya untuk menggali warisan budaya. Ini akan menjadi pekerjaan rumah bersama, baik sineas maupun akademisi atau siapapun pemangku kepentingan yang bergulat dengan kebudayaan Sumatera Utara,” tegas Onny yang juga koordinator Komite Film Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU) ini.

Onny yang juga menjabat Ketua Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN) Kota Medan ini memberi tips, dalam pembuatan film dokumenter di era kekinian tak cukup hanya mengandalkan kekuatan isu atau kecanggihan mengoperasikan peralatan yang dimiliki.

“Bicara film tentu kita akan bicara medium tontonan yang dapat menghibur, ada unsur sentuhan seni meracik gambar bergerak atau sinematography yang tak boleh diabaikan. Ada unsur stroytelling dan benang merah peristiwa yang dikuatkan agar film dokumenter tak terkesan menjadi dokumentasi belaka dan menjenuhkan. Yang terpenting, jangan sampai membuat fakta baru dalam film dokumenter,” jelas Onny yang telah beberapa kali mendapatkan penghargaan dalam kompetisi film bertema lingkungan dan kearifan budaya lokal di nasional dan internasional.

Di sesi awal sebelumnya, Prof. Dr. Mukhlis Paeni memaparkan, Sumatera Utara memiliki kekayaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), yang sedikitnya saat ini ada 29 yang diakui sebagai Warisan Nasional dan berpotensi menjadi WBTB dari UNESCO.

“Tapi sayangnya sampai saat ini dari 29 itu belum ada yang menjadi WBTB. Ini seharusnya menjadi tanggungjawab kita bersama, khususnya warga Sumatera Utara. Saya titip dan merekomendasikan buat Mas Garin, bagaimana ini bisa diangkat menjadi film,” ujarnya.

Prof Paeni merinci, 29 Warisan Nasional yang berpotensi menjadi WBTB UNESCO itu antara lain, Tor Tor, Gordang Sembilan, Rumah Adat Karo, Huda Huda, Omo Hada, Bola Nafo, Serambang 12, Berahoi, Merdang Medem, Ulos Batak Toba, Pustaha Laklak, Erpangir Ku Lau, Sipaha Lima (Ugamo Malim), Ni’owuru.

Dalam sambutannya, Dekan FIB USU, Dr Budi Agustono mengatakan, film dokumenter menjadi bagian dari upaya digitalisasi kebudayaan.

“Film pendek atau film dokumentar akan membuat nilai-nilai budaya terus berkembang di tengah pesatnya kemajuan zaman,” ujarnya saat membuka seminar.

Proses digitalisasi kebudayaan ini, imbuhnya, harus dirumuskan, disepakati dan dipikirkan kembali agar kehadirannya benar-benar dapat membawa kebermanfaatan bagi pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal, maupun nasional.

“Kehadiran tiga narasumber pada seminar daring ini diharapkan mampu melahirkan sumbangsih pemikiran terkait pembuatan film dokumenter, khususnya tentang tema kebudayaan,” ujar sejarawan yang produktif menulis opini di media massa ini. (sulaiman achmad)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER