Selasa, Mei 7, 2024
Google search engine
BerandaAcehFlower Aceh Dorong Perlindungan Perempuan Pembela HAM

Flower Aceh Dorong Perlindungan Perempuan Pembela HAM

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Direktur Flower Aceh, Riswati, mengatakan bahwa perempuan pembela HAM di Aceh menghadapi tantangan dalam menjalankan kerja-kerja mereka, seperti ancaman, intimidasi, diskriminasi, hingga kekerasan.

“Kami ingin memberikan dukungan kepada perempuan pembela HAM agar mereka bisa bekerja dengan aman, nyaman, dan produktif. Kami juga ingin meningkatkan kesadaran dan keterlibatan pemangku kebijakan dalam memberikan perlindungan dan jaminan sosial kepada perempuan pembela HAM,” kata Riswati, Minggu (24/12/2023).

Flower Aceh berkolaborasi dengan DP3A yang didukung oleh Nonviolent Peaceforce dan Kedutaan Besar Belanda menggelar workshop konsultasi draf mekanisme lokal perlindungan dan jaminan sosial perempuan pembela HAM di Aceh, pada Sabtu-Minggu (23-24/12/2023) di Ayani Hotel Banda Aceh.

Kegiatan yang diikuti oleh 60 orang dari berbagai latar belakang ini bertujuan untuk memastikan bahwa perempuan pembela HAM di tingkat akar rumput mendapatkan perlindungan, jaminan keamanan, dan jaminan sosial yang layak.

Riswati mengatakan kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari workshop penyusunan panduan mekanisme lokal perlindungan dan jaminan sosial perempuan pembela HAM di Aceh yang dilaksanakan pada September 2023 lalu.

Riswati berharap bahwa mekanisme lokal ini bisa segera diluncurkan pada 28 Desember 2023 dan menjadi acuan dalam mewujudkan jaminan keamanan dan jaminan sosial bagi perempuan pembela HAM di Aceh yang berkeadilan dan inklusi.

Kegiatan ini dibuka oleh Amrina Habibi, Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak (PHA) DP3A Aceh. Ia mengatakan bahwa dokumen mekanisme lokal ini dibuat untuk menghargai perjuangan perempuan, khususnya perempuan pembela HAM.

Ia juga menekankan pentingnya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil, khususnya perempuan yang bekerja pada isu-isu terkait HAM secara teknis.
“Mekanisme lokal ini juga mengacu pada mandat konstitusi UU 1945, UU Pemerintah Aceh, dan beberapa qanun (peraturan daerah) yang mengatur tentang perempuan, anak, dan HAM,” tuturnya.

Peserta workshop terdiri dari pemangku kebijakan mewakili unsur pemerintah, SKPA terkait, legislatif, tokoh strategis, dan perguruan tinggi, serta perempuan pembela HAM yang merupakan perwakilan dari community organizer, pendamping korban, paralegal, perempuan penyintas, pimpinan LSM, perwakilan jurnalis, dan lembaga eks kombatan perempuan.

Mekanisme lokal ini disusun oleh M. Mirza Ardi, akademisi UIN Ar-Raniry, yang merupakan Master of Public Policy and Management dari The University of Melbourne dan juga anggota Flower Aceh. Kegiatan ini dipandu oleh Khairani Arifin, Ketua Pusat Studi HAM Universitas Syiah Kuala (PUSHAM USK) sekaligus anggota Flower Aceh.

Kegiatan ini juga menghadirkan enam narasumber sekaligus reviewer yang memiliki kapasitas dan komitmen dalam upaya pemenuhan HAM perempuan, yaitu Suraiya Kamaruzzaman (Founder Flower Aceh/PUSHAM USK), Asep Sepriady Utama (Komnas HAM Perwakilan Aceh), Mursalin (Koalisi NGO HAM), dan Norma Susanti Manalu (Balai Syura).

Salah satu peserta workshop, Liza, mengatakan bahwa perlindungan dan jaminan sosial perempuan pembela HAM sangat penting dan ia berharap dokumen mekanisme lokal ini segera diterapkan sehingga menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER