Sabtu, Mei 4, 2024
Google search engine
BerandaDeforestasi Hutan Aceh Sejak Tahun 1990 - 2020 Rata-rata Capai 18.844 Ha/Tahun

Deforestasi Hutan Aceh Sejak Tahun 1990 – 2020 Rata-rata Capai 18.844 Ha/Tahun

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pemerintah Aceh telah membentuk tim percepatan dengan melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Aceh yang berkontribusi dalam berupaya mengurangi gas rumah kaca. Workshop dibuka oleh Iskandar, Asisten I Setda Aceh.

Peralihan energi dan rehabilitasi hutan akan menjadi modal penting memitigasi dampak perubahan iklim di masa depan. Hal ini mengemuka dalam kegiatan workshop “Peningkatan kapasitas Tim Percepatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Aceh” digelar oleh Pemerintah Aceh melalui Bappeda Aceh, di Hermes Palace Hotel Banda Aceh, 21 – 22 November 2022.

Sekretaris Direktorat Jenderal pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Agus Rusly memberi pemaparan secara virtual.

Agus mengatakan dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia terbaru, RI menaikkan target pengurangan emisi dari 29% menjadi 31,89% di tahun 2030 mendatang melalui kemampuan sendiri.

Sementara, target penurunan emisi gas rumah kaca dari hasil kerja sama internasional juga dinaikkan dari 41% menjadi 43,2%. “Kita targetkan bisa mencapai Target Net Zero Emission pada 2060,” jelasnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebutanan Aceh A Hanan mengatakam, emisi gas rumah kaca dapat diredam dengan pengelolaan hutan yang baik. Lanjut Hanan, 23 persen tutupan hutan Aceh hari ini merupakan yang terbaik di Sumatera. Sehingga 3,1 juta hektare di antaranya memiliki potensi stok karbon.

Hanan menyebutkan laju deforestasi Aceh sejak tahun 1990 – 2020 (30 tahun) rata-rata 18.844 hektare/tahun. Sedangkan periode 2019 – 2020, seluas 1.956 hektare, terdiri dari 842 hektare di APL (Areal Penggunaan Lain) dan 1.114 hektare di dalam kawasan.

Hanan mengungkapkan, dampak dari kehilangan tutupan hutan dan emisi gas rumah kaca (GRK) tersebut, akan mengakibatkan ancaman kenaikan suhu, perubahan pola curah hujan, anomali iklim (peningkatan elnino dan lainnya), perubahan iklim  secara ekstrem.

Selanjutnya, peningkatan permukaan air laut, masalah produktivitas tanaman pangan, kondisi alam jadi kurang mendukung kehidupan, akan sering terjadi bencana alam banjir, kekeringan, angin kencang dan hilangnya daratan.

Pihaknya telah menyusun langkah untuk mengatasi dampak perubahan iklim tersebut dengan menyusun 12 RO. “Mitigasi dan adaptasi merupakan strategis yang saling melengkapi untuk mengurangi dan mengelola resiko perubahan iklim,” tuturnya. (*)

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER