“Kami menghormati dan menaati keputusan hakim, walaupun hati nurani kami sebenarnya tidak ingin membayar karena kami merasa tidak bersalah”
— Dokter Ulfah Wijaya Kusumah —
Ulfah Wijaya Kusumah bersama Erni Ramayani, Kamis pagi (1/12/2022), tiba di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Jam menunjukkan pukul 10.04 WIB. Saat turun dari mobil, keduanya terlihat menenteng plastik berisi lembaran rupiah. Raut wajah Ulfah dan Erni tampak muram, bagai sarat menanggung beban.
Ulfah adalah seorang dokter spesialis kandungan yang pernah bekerja di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh. Sedangkan Erni, dokter gigi, dahulu menjabat sebagai direktur di RSIA tersebut. Keduanya dipersalahkan oleh pengadilan dalam sidang perdata untuk membayar ganti rugi kepada ahli waris Almarhumah Suryani yang meninggal bersama bayinya di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh tahun 2016.
BACA: Jelang Milad GAM, Sudah 2 Hari Polisi Kepung, Kantor Partai Aceh
Meski operasinya dilakukan di RSUZA dan oleh dokter lain, bukan dokter Ulfah, namun apa daya, pengadilan menghukum Ulfah untuk membayar ganti rugi. Begitu juga drg.Erni, dipersalahkan dan diharuskan membayar ganti rugi, meski pasien dimaksud bukan meninggal dunia di RSIA. Memang sebelumnya, pasien Suryani ditangani di RSIA oleh dokter Ulfah.
Ulfah bercerita awal mula kasus ini terjadi pada Senin 28 Maret 2016 pukul 07.05 WIB. Pagi itu seorang pasien bernama Suryani, 39 tahun, datang berobat ke RS Ibu dan Anak (RSIA) di kawasan Blang Padang, Banda Aceh. Suryani ingin melahirkan anak ketiga. Anak pertama dan kedua, cerita Ulfah, persalinan Suryani berjalan normal. Waktu itu, Ulfah berharap Suryani juga bisa menjalani persalinan normal, tidak lewat operasi sesar.
Maka, dalam SOP persalinan normal, pihak RSIA menunggu sampai pembukaan serviks mencapai buka lengkap (biasanya 1-10) dengan pengawasan seorang bidan. “Jadi, waktu itu Suryani bukan ditelantarkan seperti yang dihebohkan di luar, tapi memang menunggu. Ada bidan yang mengawasi dan sudah diberikan antibiotik,” kata Ulfah.
BACA: Coba Ganggu Kehadiran Anies di Aceh, Kantor Nasdem dan Lokasi Jalan Sehat Dilempari Telur Busuk
Singkat cerita, kata Ulfah, pada Senin pukul 19.00 WIB, ia menerima konsul dari bidan yang menyatakan pembukaan serviks Suryani masih pada angka 7. Dalam benak Ulfah, pasien ini sudah terjadi persalinan tidak lancar atau persalinan tidak maju. “Kebetulan malam itu saya kelelahan dan kurang sehat karena sebelumnya melakukan tindakan di RS lain. Makanya saya menganjurkan ibu Suryani untuk dirujuk ke RSUZA,” jelas Ulfah.
Senin pukul 19.45 WIB, Suryani dirujuk ke RSUZA. Pada saat dirujuk, jelas Ulfah (sambil menunjukkan surat rujukan), tertulis kondisi pasien stabil. Tensi darahnya, tensi nadinya juga stabil. Singkat cerita, Suryani dioperasi di RSUZA malam itu juga sekitar pukul 23.00 WIB oleh dokter yang bertugas di situ. Menurut Ulfah, pasien Suryani meninggal dunia di RSUZA setelah 5 jam operasi.
BACA: Al-Muzammil Peraih Emas Porwanas Dapat Bonus Rp20 Juta dari Ketua KONI Banda Aceh
Ulfah menduga Suryani meninggal gara-gara pendarahan hebat. “Karena ketika kami rujuk ke RSUZA, pasien tidak dalam kondisi pendarahan. Ini terbukti dari hasil lab-nya semua, rekam medisnya juga ada,” jelas Ulfah.
Ulfah sendiri, karena mendapat tekanan begitu besar akibat kasus itu, kemudian mengundurkan diri sebagai PNS (pegawai negeri sipil).
Mencicil Ganti Rugi
Ulfah dan Erni hari Kamis pagi datang ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh untuk mencicil ganti rugi yang dibebankan kepada keduanya. Putusan di tingkat MA, pihak RSIA, dr.Ulfah dan drg.Erni harus membayar ganti rugi tanggung renteng totalnya sebesar Rp500 juta. RSIA membayar Rp75 juta, Ulfah diwajibkan membayar ganti rugi senilai Rp350 juta, sedangkan Erni harus membayar Rp75 juta. Karena keduanya tidak memiliki uang sebanyak itu, maka mereka harus mencicilnya beberapa kali cicilan.
Kedua dokter ini datang ke PN Banda Aceh setelah membuka celengannya yang berisi uang pecahan. Lembaran uang ini kemudian diikat dengan karet. Di ruang panitera, mereka disambut oleh Panitera, Efendi. Sebelum prosesi penyerahan uang, Ulfa meminta waktu untuk berbicara di hadapan Panitera, Kuasa Hukum Pemohon dan para wartawan.
“Sebagai warga negara yang baik, kami datang kemari untuk membayar cicilan sesuai putusan Mahkamah Agung. Kami menghormati dan menaati keputusan hakim. Walaupun hati nurani kami sebenarnya tidak ingin membayar karena kami merasa tidak bersalah,” kata Ulfah.
Sudah tujuh tahun kasus tersebut berlarut, dan Pemerintah Aceh masih enggan menyelesaikan pembayaran seluruh ganti rugi. Akibat kebijakan itu, Ulfah dan Erni bersimpati kepada keluarga Almarhum Suryani, dengan membayar ganti rugi menggunakan uang pribadi mereka sendiri.
Ulfah melanjutkan, sesuai sidang Kode Etik, Ulfah dinyatakan tidak bersalah. Artinya dokter ini tidak melakukan pelanggaran Kode Etik. Ditambah lagi dengan adanya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kepolisian karena tidak ditemukan bukti pelanggaran pidana oleh dokter Ulfah.
Kuasa Hukum Pemohon, Yulfan, mengapresiasi tindakan Ulfah dan Erni yang mengambil tanggungjawab secara pribadi untuk membayar ganti rugi tersebut. “Uang cicilan itu akan dikembalikan kepada dokter Ulfah dan Erni apabila Pemerintah Aceh nantinya melakukan pembayaran ganti rugi. Uang keduanya akan kami kembalikan,” kata Yulfan.
Menghitung Uang Pecahan
Uang pecahan yang berada dalam plastik, dituangkan ke atas meja, di hadapan Yulfan, kuasa hukum pemohon. Petugas di pengadilan bersama kuasa hukum pemohon dan rekannya, pelan-pelan menghitung dari satu lembar ke lembar lain uang pecahan Rp5000, Rp10.000, Rp20.000, Rp50.000 dan Rp100.000.
Hari ini Ulfah harus membayar cicilan sebesar Rp50 juta, sedangkan Erni membayar cicilan sebesar Rp10,750 juta. Usai menghitung uang cicilan tersebut, lembaran uang yang sudah dihitung dimasukkan kembali ke dalam plastik.
Kuasa Hukum Pemohon, Yulfan, menandatangani surat tanda terima ganti rugi yang harus dibayarkan kepada ahli waris almarhumah Suryani. Begitupun Ulfah dan Erni juga menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Sukarela. Pada berita acara juga ditandatangani oleh Panitera, Efendi, dan Kuasa Hukum Pemohon, Yulfan.
Kemudian, uang yang sudah dibungkus kembali itu diserahkan oleh Ulfah dan Erni kepada Kuasa Hukum Pemohon, Yulfan, disaksikan oleh Panitera, Efendi. Kegiatan itu didokumentasikan oleh wartawan.
Usai penyerahan, Ulfah dan Erni keluar ruangan. Menjawab pertanyaan wartawan di depan kantor PN Banda Aceh, Ulfah mengatakan sebagai warga negara yang patuh terhadap hukum, dia harus membayar biaya ganti rugi tersebut. Tapi dia berharap, Direktur RSIA, Munawar, dapat segera menyelesaikan kewajiiban membayar ganti rugi seluruhnya (Rp500 juta) kepada ahli waris almarhumah Suryani. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 46, yang menyebutkan; Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Sebelumnya, anggaran untuk pembayaran ganti rugi sebesar Rp500 juta sudah diplot oleh Pemerintah Aceh. Tapi Direktur RSIA masih enggan membayar keseluruhan ganti rugi, tapi hanya membayar Rp75 juta atas nama RSIA dari anggaran yang sudah diplot untuk ganti rugi sebesar Rp500 juta tersebut.
Menurut Direktur RSIA Banda Aceh, Munawar, ia hanya tunduk dan patuh kepada putusan inkrah Mahkamah Agung. Putusan di tingkat MA menyebutkan, pihak RSIA, dr.Ulfah dan drg.Erni harus membayar ganti rugi tanggung renteng totalnya sebesar Rp500 juta. RSIA membayar Rp75 juta, Ulfah diwajibkan membayar ganti rugi senilai Rp350 juta, sedangkan Erni harus membayar Rp75 juta. (*)