Dalam waktu dekat Bank Aceh juga telah menargetkan sejumlah layanan digital baru seperti internet banking, uang elektronik dengan nama “Peng Card,” penyediaan mesin Electronic Data Capture (EDC) maupun kerjasama pembayaran dengan sejumlah e-commerce yang ada di Indonesia
— Dirut Bank Aceh, Haizir Sulaiman —
Sebagai bank milik pemerintah dan rakyat Aceh, Bank Aceh terus-menerus mengalami tranformasi, menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Pasca konversi ke sistem syariah pada 19 September 2016 lalu, Bank Aceh terus mencatat kinerja keuangan yang positif.
Dalam kurun lima tahun terakhir, Bank Aceh membukukan pertumbuhan aset yang sangat positif dan signifikan. Jika pada periode September 2016 aset Bank Aceh tercatat sebesar Rp18,7 triliun, di periode yang sama pada tahun 2021, Bank Aceh berhasil membukukan aset sebesar Rp27 triliun atau tumbuh sebesar 40% dalam rentang waktu lima tahun terakhir.
Bank yang menjadi inisiator bagi konversi ke layanan syariah di tanah air ini, di tahun 2020 lalu juga berhasil membukukan laba sebesar Rp420 miliar. Capaian tersebut menjadi prestasi yang sangat positif di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi COVID-19.
Di sisi lain, sebagai bank yang terus tumbuh dan berkembang di tengah era teknologi informasi, Bank Aceh terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Hal itu antara lain dilakukan dengan inovasi produk dan optimalisasi layanan berbasis digital.
Perubahan perilaku konsumen di tengah pandemi COVID-19 semakin mempercepat akselerasi digitalisasi di seluruh sektor. Di sektor keuangan, perbankan menjadi salah satu sektor yang sangat terdampak. Transaksi layanan yang sebelumnya dilakukan secara konvensional, saat ini hampir seluruhnya berbasis digital. Kehadiran sejumlah bank digital juga telah mengubah peta persaingan industri perbankan.
Sebagai bank yang mengusung visi, menjadi bank syariah terdepan dan tepercaya dalam pelayanan di Indonesia, Bank Aceh justru memandang perubahan yang terjadi sebagai sebuah tantangan sekaligus momentum dalam melakukan transformasi digital.
Peluncuran mobile banking Bank Aceh dengan nama Aceh Transaction Online atau Action pada November 2020 lalu setidaknya menjadi capaian sekaligus langkah awal dalam melakukan transformasi layanan digital.
Sementara itu, pada tahun ini tepatnya Minggu (25/7/2021), Bank Aceh kembali meluncurkan sejumlah produk terbaru berbasis digital yaitu: kartu debit, QR Code Indonesian Standart (QRIS), Cash Recycle Machine (CRM) dan berbagai fitur terbaru di aplikasi Action (Mobile Banking Bank Aceh).
Direktur Utama Bank Aceh, Haizir Sulaiman, menyebutkan dengan hadirnya Cash Recycle Machine (CRM) di tiap kabupaten/kota, nasabah dapat melakukan transaksi secara non-tunai, maupun melakukan penyetoran tunai.
Selanjutnya QR Code Indonesian Standart (QRIS), melalui produk ini transaksi pembayaran dapat dilakukan pada seluruh merchant milik berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).
ATM Bank Aceh yang dimiliki nasabah dapat juga berfungsi sebagai kartu debit yang dapat dipergunakan langsung untuk bertransaksi pada mesin Electronic Data Capture (EDC).
Terakhir adalah hadirnya sejumlah fitur terbaru pada aplikasi Action Bank Aceh (Mobile Banking).
“Melalui aplikasi tersebut kini dapat dilakukan berbagai layanan transaksi terbaru, seperti membayar pajak kendaraan, pembayaran spp kuliah, pembelian pulsa, pembayaran listrik dan sejumlah fitur lainnya,” sebut Haizir.
Dalam waktu dekat Bank Aceh juga telah menargetkan sejumlah layanan digital baru seperti internet banking, uang elektronik dengan nama “Peng Card,” penyediaan mesin Electronic Data Capture (EDC) maupun kerjasama pembayaran dengan sejumlah e-commerce yang ada di Indonesia.
Sementara di tahun 2022, tambah Haizir, Bank Aceh juga menargetkan program layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif atau laku pandai dan implementasi layanan digital banking di beberapa unit kerja.
Layanan Syariah
Di samping optimalisasi layanan berbasis TI, sebagai upaya diversifikasi layanan, Bank Aceh juga telah menghadirkan berbagai produk perbankan berbasis syariah. Produk-produk tersebut berupa penghimpun dana dan penyaluran dana.
Di bidang penghimpun dana, Bank Aceh Syariah menyediakan produk: Giro Wadiah, Deposito Mudharabah, Tabungan Firdaus, Tabungan Sahara, Tabungan Seulanga, dan tabunganKu Syariah.
Di bidang penyaluran dana, Bank Aceh Syariah menyediakan produk: Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah, Pembiayaan Istishna, Pembiayaan Salam, Pembiayaan Qardhul Hasan, Pembiayaan Rahn (gadai emas), Pembiayaan Wakalah, Pembiayaan Ijarah, dan sejumlah akad yang relevan bagi kebutuhan masyarakat.
Sejumlah layanan lainnya juga telah tersedia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat seperti Penerimaan BPIH/SISKOHAT, Penerimaan Pajak, Jaminan Pelaksana, Jaminan Penawaran, Referensi Bank, dan sejumlah produk lainnya.
Semua produk yang diberikan oleh Bank Aceh Syariah, menurut Haizir Sulaiman bertujuan menjadikan Bank Aceh sebagai perbankan modern dan adaptif dalam menghadapi perkembangan zaman dengan tetap berbasis pada prinsip syariah. Implementasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, kata Haizir juga telah menjadi momentum bagi perkembangan keuangan syariah di Aceh yang memberikan efek positif bagi industri keuangan syariah nasional.
“Dukungan seluruh pihak telah menjadikan Bank Aceh sebagai pionir bagi industri perbankan syariah di tanah air. Selain Bank NTB yang telah melakukan konversi, saat ini sejumlah bank daerah juga tengah melakukan persiapan bagi proses konversi ke sistem syariah seperti Bank Nagari, Bank Riau Kepri, dan Bank Bengkulu. Sementara itu, Bank Kalsel saat ini tengah melakukan penjajakan terhadap proses konversi,” ujar Haizir. (**)