Banda Aceh (Waspada Aceh) – Awal tahun 2022, bencana banjir dan kebakaran, bencana paling banyak terjadi di Aceh dibandingkan bencana lainnya. Total kerugian dari bencana tersebut mencapai sekitar Rp49 miliar.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Ilyas, mengungkapkan hal itu sebagaimana dikutip dari situs resmi BPBA, Kamis (2/2/2022). Dia merincikan data kebencanaan awal tahun ini, terjadi bencana di Aceh sebanyak 48 kali.
Dari total kejadian bencana tersebut, banjir mendominasi, yakni sebanyak 13 kali kejadian dan kebakaran pemukiman 15 kali kejadian.
“Bencana angin puting beliung ada enam kali, longsor sebanyak lima kali, banjir dan longsor lima kali dan kebakaran hutan dan lahan tiga kali serta banjir bandang satu kali kejadian,” tutur Ilyas.
Banjir besar awal tahun di Aceh Utara dengan merenggut tiga korban jiwa. Banjir ini tersebar di 172 desa dalam 18 kecamatan yang merendam 1.111 rumah dan berdampak pada 44.389 jiwa. Total pengungsi tercatat 40.288 orang dengan perkiraan kerugian mencapai Rp36 miliar.
Lanjut Ilyas, banjir juga terjadi di Aceh Timur
merenggut dua korban jiwa, dan total warga mengungsi 18.779 orang. Banjir ini tersebar di 122 desa dalam 19 kecamatan yang berdampak pada 43.798 jiwa.
Sementara itu, katanya, bencana kebakaran pemukiman di awal tahun 2022 terjadi sebanyak 15 kali yang menghanguskan 28 unit rumah dan 2 ruko serta mengakibatkan 66 orang pengungsi dengan perkiraan kerugian mencapai Rp7,7 miliar.
Angin puting beliung juga bencana ketiga paling banyak terjadi, yakni sebanyak 6 kali kejadian merusak 57 rumah, 1 sekolah dan 3 sarana ibadah dengan total prediksi kerugian sebesar Rp1,8 miliar.
Disusul bencana longsor dan banjir masing-masing 5 kali kejadian, kebakaran hutan dan lahan 3 kali kejadian dan terakhir banjir bandang 1 kali kejadian.
Wilayah yang paling banyak mengalami kejadian bencana pada bulan Januari tahun 2022 yaitu Kabupaten Aceh Tenggara dan Lhokseumawe sebanyak 6 kali kejadian yang didominasi kejadian kebakaran pemukiman. Diikuti Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 5 kali kejadian yang didominasi oleh banjir dan longsor.
Ilyas mengungkapkan secara keseluruhan, semua bencana di bulan Januari mengakibatkan total kerugian mencapai Rp49 miliar.
Ilyas menjelaskan, tingginya frekuensi banjir di Aceh terutama disebabkan oleh kerusakan hutan (deforestasi) karena pembalakan liar dan perambahan hutan, sehingga kemampuan hutan untuk menampung air hujan semakin melemah.
“BMKG di awal tahun 2022 memang sudah memberi peringatan tingginya frekuensi hujan di beberapa wilayah Aceh. Namun bencana banjir juga bisa terjadi akibat perambahan hutan dan pembalakan liar yang tidak terkendali,” Jelas Ilyas.
Dia menambahkan, banjir di Aceh merupakan akumulasi dari dampak kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di hulu maupun hilir. Nantinya penting untuk memberikan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bencana banjir, dampak yang ditimbulkan dan bagaimana harus bersikap dalam menghadapi bahaya. (Cut Nauval d)