Jumat, April 26, 2024
Google search engine
BerandaApa Kabar Otsus Aceh?

Apa Kabar Otsus Aceh?

“Dana Otsus tidak bisa kita prioritaskan saat ini, karena kita dihadapkan dengan adanya wabah COVID-19. Hingga keluar peraturan pemerintah tentang pengganti undang-undang untuk stabilitas keuangan negara dalam masa pandemi” 

— Ali Basrah, Anggota DPRA —

Sejak tahun 2008 hingga 2021, Aceh telah menerima dana otonomi khusus (Otsus) dari pemerintah pusat sebesar Rp89.93 triliun. Pada tahun 2021 saja, Provinsi Aceh mendapat kucuran dana Otsus dari pusat mencapai sebesar Rp7,8 triliun.

Walaupun sudah mendapat begitu besar kucuran dana Otsus dari pusat,  namun Aceh masih tercatat sebagai provinsi termiskin di Sumatra. Sementara nasib kelanjutan dana Otsus yang akan berakhir pada tahun 2027, masih belum jelas. Apakah akan diperpanjang atau tidak.

Terkait permasalahan itu, selama beberapa pekan terakhir, jurnalis Waspadaaceh.com melakukan wawancara khusus kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), pengamat dan aktivis antri korupsi dari GeRAK Aceh. Berikut adalah rangkuman hasil wawancara tersebut yang dikemas dalam laporan utama media ini.

Ketua Fraksi Golkar DPRA, Ali Basrah, menyebutkan, penggunaan  alokasi dana otonomi khusus (Otsus) Aceh di tengah pandemi  menjadi tidak terprioritaskan, karena sebagian dana tersebut digunakan untuk penangan COVID-19.

“Dana Otsus tidak bisa kita prioritaskan saat ini, karena kita dihadapkan dengan adanya wabah COVID-19. Hingga keluar peraturan pemerintah tentang pengganti undang-undang untuk stabilitas keuangan negara dalam masa pandemi,”  kata Ali Basrah, Jumat (10/9/2021) di ruang kerjanya.

Ketua Fraksi Golkar DPRA, Ali Basrah. (Foto/Ist)

Dia melanjutkan, dana Otsus itu dialihkan ke belanja yang tidak terduga untuk menangani pandemi COVID-19. Seperti untuk bidang kesehatan, pembelian alat pelindung diri (APD) dan kebutuhan kesehatan lainnya. Padahal, pada awalnya dana Otsus diperuntukan untuk membangun infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kekhusuan Aceh, lanjut Ali Basrah.

“Jadi kalau untuk tahun 2020 tidak bisa kita ukur bagaimana realisasi Otsus yang diamanahkan undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang otonomi khusus karena adanya wabah penyakit,” ucap Ali Basrah.

 Mengapa Tetap Miskin?

Ali Basrah menyebutkan, pemerintah pusat memang telah mengucurkan dana puluhan triliun sejak tahun 2008, awal Provinsi Aceh memperoleh dana Otsus.  Jumlah dana yang dikucurkan berbeda setiap tahunnya, kata Ali Basrah.

“Tahun 2008 Rp3,59 triliun, tahun 2009 Rp3,73 triliun, tahun 2010 Rp3,85 triliun, tahun 2011 Rp4,51 triliun, tahun 2012 Rp5,4 triliun, yahun 2013 Rp6,2 triliun, tahun 2014 Rp7,29 triliun, tahun 2015 Rp7,05 triliun, tahun 2016 Rp7,7 triliun,” sebutnya. Kemudian untuk tahun 2017 Rp8,1 triliun, tahun 2018 Rp8,03 triliun, tahun 2019 Rp8,35 triliun, tahun 2020 Rp8,3 triliun dan pada tahun 2021 Rp7,8 triliun.

Begitu banyak dana yang dikucurkan untuk Aceh, namun yang sering dipertanyakan masyarakat, mengapa Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Sumatra?

Timbulnya berbagai pertanyaan di atas, kata Ali Basrah, sesuatu yang wajar. Tapi menurutnya, sejak adanya dana Otsus, begitu banyak manfaat yang dapat dirasakan. Hal itu dapat diukur, seperti pendidikan,  infrastruktur (pembangunan ruas jalan antar provinsi) dan sebagainya.

“Perbandingan Aceh dapat dilihat sebelum adanya Otsus dan sesudah adanya Otsus. Jauh berbeda mulai dari perekonomian, perkembangan wilayah dan sebagainya. Tentu semuanya itu tidak bisa lepas dari kontribusi datangnya dana Otsus,” kata Ali Basrah yang pernah menjabat Wakil Bupati Aceh Tenggara tersebut.

Walaupun secara pertumbuhan ekonomi, sebutnya, Aceh tidak secara signifikan naik tapi kontribusi sejak datangnya dana Otsus sudah banyak mewarnai tingkat kesejahteraan masyarakat di Aceh.

 Dana Otsus Keluar dari Program Prioritas

“Terkait Aceh menjadi provinsi termiskin di Sumatra, perlu diketahui, yang menjadi persoalan krusial adalah salah dalam memanajemen atau dalam pengelolaan dana Otsus Aceh. Oleh sebab itu, kedepanya eksekutif maupun legislatif harus memperbaiki  tata kelola pengunaan dana Otsus,” tegas Ali Basrah.

Momentum pembenahan dana Otsus Aceh dalam kenyataannya tidak hanya terkait semrawut pengelolaanya, namun juga menyentuh kualitas tata kelola dana Otsus itu sendiri. Sehingga bisa berdampak terhadap kualitas output yang dihasilkan, ujarnya.

“Nasib Aceh jika tidak menerima dana Otsus sangat berpengaruh terhadap percepatan pembangnunan,” lanjut Ali Basrah.

Sementara itu Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani berpendapat, selama 14 tahun Aceh menerima dana Otonomi Khusus (Otsus), penggunaannya keluar dari program prioritas.

“Dana Otsus Aceh hingga periode ke 14 tahun berjalan, sama sekali keluar dari program prioritas yang menjadi dasar atas implementasi anggaran Otsus,” tegas Askhalani kepada wartawan, Sabtu (11/9/2021).

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani. (Foto/Ist)

Dia mengatakan, khusus untuk realisasi dana Otsus sejak tahun 2008-2021, jika dilihat dari capaian blueprint dan rencana pemanfaatan dana Otsus, proses ini belum berjalan secara optimal. Hampir dapat dipastikan bahwa dana Otsus Aceh belum mampu memberikan kontribusi yang besar untuk masa depan Aceh sebagaimana harapan public, ujarnya.

Kata dia, sampai saat ini dana Otsus belum menjadi alternatif untuk memberikan dampak besar. Baik dalam industri maupun mendorong terbukanya lapangan kerja, pemanfaatan nilai ekonomi serta mengurangi angka kemiskinan, lanjut Askhalani.

 Berharap Otsus Diperpanjang

Askhalani mengatakan, jika merujuk pada pembangunan jangka panjang, maka perpanjangan dana Otsus adalah salah satu solusi untuk pendapatan anggaran bagi Aceh.

“Sebab saat ini Aceh adalah salah satu provinsi yang tidak mampu mandiri dalam pendapatan daerahnya. Maka sebaiknya perpanjangan dana Otsus menjadi penting terutama untuk menjaga penerimaan pendapatan anggaran Aceh untuk kepentingan publik,” ucapnya.

Dia menyebutkan, jika nantinya dana otsus diperpanjang, maka salah satu alternatif adalah mekanisme dari implementasi anggaran Otsus harus diubah. Dia berharap dana Otsus bisa menjadi alternatif untuk mendorong pembangunan fasilitas yang fundamental dan berorientasi pada nilai pendapatan bagi kepentingan masyarakat.

“Misalnya dana Otsus dipakai untuk membangun fasilitas industri dan pengembangan ekonomi secara global dan mampu mendatangkan penerimaan pendapatan anggaran bagi Aceh di masa yang akan datang,” tegasnya.

 DPRA Akan Perjuangkan

Walaupun pemerintah pusat sudah banyak memberikan dana Otsus untuk Aceh, Ketua Fraksi Golkar, Ali Basrah, mengatakan, dana Otsus Aceh harus diperpanjang seperti Papua, yang sudah diperpanjang oleh pemerintah beberapa waktu lalu.

“Untuk memperpanjang Otsus bukan hanya tugas dari pemerintah saja, namun juga DPRA harus ikut memperjuangkanya. Selaku Ketua Fraksi Golkar, saya berharap Otsus ini tidak hanya 25 tahun, tetapi para anggota dewan akan terus berusaha bagaiman Otsus ini bisa diperpanjang bahkan setelah 2027,” ucapnya.

Dia menyebutkan alasan yang rasional untuk memperpanjang dana Otsus di Aceh, mengingat dana otonomi khusus saat ini masih sangat dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Aceh. Dana Otsus dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup, perekonomian dan untuk mendukung berbagai sektor pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.

“Banyak alasan kenapa ini kita minta perpajang, karena Aceh masih perlu untuk pembenahan, butuh anggaran untuk mempercepat pembangnunan,” tegasnya.

Mengenai dana Otsus Aceh itu, Ali Basrah berharap, hendaknya menjadi momentum bagi Aceh untuk membenahi pengelolaan dana tersebut sebelum masa berakhirnya pada tahun 2027 nanti.

“Kita minta bukan hanya diperpanjang, tapi angkanya juga jangan menurun. Walau pun tidak naik minimal setara dengan yang sudah ada demi  pembangunan di semua sektor,” katanya. (Kia Rukiah)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER