Pemerintah Aceh berupaya memperkuat regulasi melindungi hak-hak anak, termasuk melarang segala bentuk eksploitasi anak dalam sektor ekonomi, perdagangan manusia, atau pekerja anak.
Eksploitasi anak (mempekerjakan anak di bawah umur) masuk ke dalam salah satu bentuk kekerasan terhadap anak.
Eksploitasi anak di Aceh masih kerap terjadi dengan bermacam-macam alasan. Walaupun Pemerintah Aceh sudah berupaya untuk meminimalisir eksploitasi anak di Aceh.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Meutia Juliana, S.STP, M.Si, menyampaikan keprihatinannya terhadap eksploitasi anak di Aceh.
Menurutnya, eksploitasi anak dengan menurunkan di persimpangan jalan di Aceh dengan memintanya untuk mengemis atau berjualan masuk dalam fenomena tahunan atau musiman.
“Eksploitasi anak ini seperti fenomena tahunan. Dimana ketika libur sekolah sudah banyak anak-anak peminta-minta. Begitu juga saat bulan puasa,” sebutnya Meutia saat ditemui Waspadaaceh.com di kantornya.
Meutia menjelaskan, mereka ini (anak-anak), sudah dikoordinir. Mereka ini juga sudah terbiasa di lapangan dan lebih nyaman dan juga mengemis itu sudah menjadi suatu kegiatan menyenangkan bagi mereka.
Menurutnya untuk memutus mata rantai ini tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan. Walaupun, dari pihak kepolisian sudah membekuk pelaku yang mempekerjakan anak di bawah umur, akan tetapi masih banyak kasus serupa yang belum terungkap.
Beberapa waktu lalu, kata Meutia, ada satu kasus di Aceh Besar yaitu pasangan suami istri yang mengeksploitasi anak. Berdasarkan hasil penyelidikan pasutri tersebut dinyatakan positif narkoba.
Hal ini cukup disayangkan, dengan dipaksanya anak mengemis sudah masuk dalam kekerasan. Karena anak sudah kehilangan haknya untuk belajar, hak bermain, hak tumbuh kembang dan hak lainnya.
Karena itu, kata Meutia, pihaknya bersama Dinas Sosial Aceh terus menjajaki bagaimana pencegahan dan penanganannya.
“Memang ini sebenarnya ranahnya Dinas Sosial. Tapi kita lihat di situ ada unsur eksploitasi dan eksploitasi itu masuk dalam bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak,” jelasnya.
Dari DPPPA Aceh sendiri kata Meutia, pencegahan secara spesifik tidak ada namun eksploitasi anak adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. Sementara DPPPA Aceh fokus untuk menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Aceh.
Imbau Warga Tak Berikan Sumbangan
Pemerintah Aceh, kata Meutia, berperan penting dalam upaya pencegahan eksploitasi anak melalui berbagai kebijakan dan program. Salah satunya penyusunan dan penegakan regulasi.
Pemerintah Aceh berupaya memperkuat regulasi yang melindungi hak-hak anak, termasuk melarang segala bentuk eksploitasi anak dalam sektor ekonomi, perdagangan manusia, atau pekerja anak di bawah umur.
Selain itu, pendidikan dan penyadaran masyarakat, program pengentasan kemiskinan, pendidikan dan penyadaran masyarakat hingga beberapa program lainnya.
Dengan banyaknya program pemerintah untuk mencegah eksploitasi anak di Aceh, Meutia meminta kepada masyarakat agar mendukung dan tidak menghambat program pemerintah terkait pencegahan eksploitasi anak di Aceh.
Selain itu, mengimbau masyarakat untuk tidak membiasakan memberikan sumbangan kepada mereka yang peminta-minta di jalanan.
“Lebih baik salurankan saja lewat tempat yang resmi seperti baitul mal, rumah zakat dan dompet dhuafa. Kalau tidak ada yang kasih mereka juga tidak akan nyaman karena tidak ada hasil dari mengemis,” sebutnya.
Tapi di satu sisi, dia mengakui, orang Aceh ini kental dengan syariat Islamnya salah satunya bersedekah. Karena itu dia mengajak ulama mensiarkan sebaiknya tidak memberikan sedekah itu di jalan akan tapi memberikan sedekah itu di tempat yang resmi. (*)