Rabu, Oktober 30, 2024
BerandaLaporan KhususDP3A Aceh Minta Masyarakat Hindari Nikah Muda

DP3A Aceh Minta Masyarakat Hindari Nikah Muda

“Pernikahan di bawah usia 19 tahun dapat berdampak negatif pada berbagai aspek, seperti kesehatan, psikologis, sosial dan ekonomi”

– Kepala DPPPA Aceh Meutia Juliana –

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh mendorong masyarakat untuk menghindari pernikahan usia muda atau berusia di bawah 19 tahun.

Kepala DPPPA (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Aceh, Meutia Juliana, menyatakan bahwa pernikahan anak membawa berbagai risiko, terutama bagi perempuan, yang rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), risiko kesehatan, dan hambatan dalam sistem reproduksi yang belum matang.

“Selain risiko kesehatan, perempuan yang menikah dini lebih rentan menghadapi diskriminasi di berbagai bidang, terutama pendidikan dan ekonomi,” ujar Meutia.

Pernikahan dini juga berpotensi menyebabkan komplikasi serius saat melahirkan, yang semakin memperparah kondisi kesehatan perempuan.

Angka Pernikahan Anak Masih Tinggi

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meski masih di bawah rata-rata nasional, angka pernikahan anak di Aceh justru mengalami peningkatan. Pada 2019, angka pernikahan anak di Aceh mencapai 6,59%. Angka ini meningkat bila dibanding 5,29% pada tahun 2018.

Kepala DPPPA Aceh, Meutia Juliana. (Foto/Cut Nauval d).

Mahkamah Syar’iyah Aceh mencatat lonjakan permohonan dispensasi kawin, dari 75 kasus pada 2018 menjadi 882 pada 2021.

Kasus tertinggi tercatat di Kabupaten Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Utara. Menurut Meutia, angka ini hanyalah puncak gunung es karena banyak kasus pernikahan anak yang tidak tercatat secara resmi, mengingat adanya praktik pernikahan tidak tercatat.

Meutia juga mengatakan pernikahan di bawah usia 19 tahun dapat berdampak negatif pada berbagai aspek, seperti kesehatan, psikologis, sosial, dan ekonomi.

Pernikahan dini juga dapat menyebabkan perceraian yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pasangan yang menikah di usia dini belum memiliki kesiapan mental yang kuat untuk menjalani kehidupan rumah tangga.

Susun Strategi Pemecahan

Sebagai upaya menurunkan angka pernikahan anak, pemerintah pusat telah meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) pada 2020.

Stranas PPA berfokus pada lima sasaran, di antaranya peningkatan kapasitas anak dan penguatan regulasi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan pernikahan anak.

Mengacu pada kebijakan ini, Pemerintah Aceh melalui DPPPA berencana menerbitkan Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak (Strada PPA) yang telah melalui serangkaian proses. Salah satunya adalah seminar dan workshop Stranas PPA pada April 2023, yang menjadi langkah awal dalam menyusun kebijakan berbasis kebutuhan lokal Aceh.

Penyampaian aspirasi (suara) anak Aceh saat peringatan Hari Anak Nasional 2024 di Blang Padang, Banda Aceh. Minggu (11/8/2024). (Foto/Cut Nauval D)

Upaya konkret lainnya meliputi penelitian mendalam terkait pernikahan usia anak yang berlangsung hingga Juni 2024. Data hasil penelitian ini menjadi dasar dalam penyusunan Strada PPA Aceh. Selain itu, kegiatan konsinyering penyusunan Strada PPA diadakan pada Agustus 2024 untuk menguatkan kebijakan yang sesuai dengan konteks lokal Aceh.

Desa Ramah Perempuan dan Anak

Untuk mendorong lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak, Pemerintah Aceh juga mengembangkan program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).

Program ini telah diimplementasikan secara mandiri di lima kabupaten, termasuk Nagan Raya dan Aceh Tengah, di mana desa-desa seperti Lawa Batu, Purwosari, Burni Bius Baru, dan Paya Tumpi Baru ditetapkan sebagai pilot project sejak 2022.

Keberadaan DRPPA diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang mendukung pemenuhan hak anak serta memperkuat lima dimensi ketahanan keluarga. Termasuk di dalamnya aspek ekonomi, sosial, dan budaya.

DPPPA Aceh berharap program ini akan terus meluas ke lebih banyak desa, untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.

Meutia Juliana menegaskan bahwa isu perlindungan perempuan dan anak memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak.

“Diperlukan sinergi untuk menyelesaikan permasalahan ini, agar upaya perlindungan anak dan pencegahan pernikahan dini dapat berjalan optimal,” jelasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER