Jakarta (Waspada Aceh) – Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin berharap Forum Nasional Stunting 2022 menjadi momen penting untuk melakukan evaluasi, introspeksi, dan refleksi menuju target prevalensi stunting 14 persen pada 2024.
Wapres Ma’ruf Amin menyatakan hal tersebut saat menghadiri Forum Nasional Stunting 2022 di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
“Kita ingin, ketika Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045, Indonesia menjadi negara maju dengan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing global,” kata Wapres
Wapres mengharapkan Indonesia Emas pada gilirannya mampu menjelma menjadi realitas. Oleh karenanya, Forum Nasional Stunting 2022 ini menjadi momen penting untuk melakukan evaluasi, introspeksi, dan refleksi.
Menurut Ma’ruf Amin, waktu menuju target 14 persen hanya tersisa kurang dari dua tahun. Selama empat tahun terakhir, upaya percepatan penurunan stunting telah diarahkan untuk mencapai target prevalensi tersebut.
BACA: Rumah DataKu, Embrio Data Penurunan Stunting
“Upaya ini bukan semata tentang penurunan angka prevalensi, melainkan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya kita saat ini akan menentukan mutu generasi penerus bangsa, yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan dan pembangunan Indonesia di masa depan,” ujar Wapres.
Wapres yang juga Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional mengatakan masih terjadi beberapa persoalan di lapangan, khususnya hasil pendampingan terpadu di 12 provinsi prioritas yang sudah dilakukan bersama oleh kementerian dan lembaga.
Pertama, terkait tata kelola, pelaksanaan intervensi spesifik, dan intervensi sensitif. Masalah besar dalam tata kelola adalah koordinasi.
BACA: Percepat Penurunan Stunting, Pemerintah Libatkan Tokoh Agama
“Saya minta koordinasi antarlembaga di semua tingkatan pemerintahan ini dapat dibenahi. Para gubernur dan wakil Gubernur, bupati dan wakil Bupati, wali kota dan wakil wali kota, camat, kepala desa dan lurah, saya minta untuk memimpin secara langsung koordinasi pelaksanaan program dalam lingkup kewenangannya,” tegas Wapres.
Masalah lainnya, menurut Ma’ruf Amin, adalah pada garda terdepan pelaksana program, yaitu para pelaku di tingkat desa dan masyarakat. Kapasitas sumber daya manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, koordinasi antarpelaksana, serta dukungan operasional masih perlu dioptimalkan.
“Banyak kader yang secara sukarela bekerja di lapangan. Kader-kader ini tentu membutuhkan pengoordinasian dan pembagian peran yang baik. Mereka perlu dibekali dengan pengetahuan, alat kerja, juga dukungan operasional yang mencukupi,” ujar dia.
Ma’ruf Amien menyebutkan kader posyandu, Tim Penggerak PKK, penyuluh keluarga berencana, bidan desa, kader sanitasi, kader pembangunan manusia, karang taruna, dan penggiat lainnya sangat potensial sebagai garda terdepan yang dapat diandalkan dalam percepatan penurunan stunting.
“Oleh karena itu, saya minta kepada kementerian dan lembaga yang secara struktural mempunyai kader di lapangan, para gubernur, bupati, wali kota, camat, kepala desa, dan lurah, untuk menguatkan pengoordinasian para penggiat di lapangan”.
“Serta meningkatkan kapasitas, dan memberikan dukungan bagi pelaksanaan tugasnya,” kata Ma’ruf Amin seraya menyampaikan apresiasi atas kontribusi seluruh pemangku kepentingan dalam menurunkan prevalensi stunting.
BACA: BKKBN: Atur Jarak Kelahiran Cegah Stunting
Forum Nasional Stunting (FNS) 2022 diharapkan meningkatkan komitmen kepala daerah dalam kebijakan anggaran program untuk percepatan penurunan stunting, meningkatkan koordinasi antar organisasi perangkat daerah dan pemangku kepentingan.
Dalam kegiatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerja sama dengan Tanoto Foundation itu, juga untuk meningkatkan efektivitas intervensi gizi spesifik dan sensitif dan penetapan sasaran keluarga berisiko stunting.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan progres percepatan penurunan stunting nasional. Di antaranya penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), surveilans keluarga berisiko stunting dan audit kasus stunting.
“Kemudian, pemetaan peran kementerian dan lembaga dalam percepatan penurunan stunting. Sinergitas antara kementerian lembaga sudah sangat kuat, saling mengisi dan mengingatkan.”
“Hanya saja, pemetaan peran ini belum sepenuhnya dapat diimplementasikan atau dikawal sampai ke tingkat daerah. Isu sumber data, ketersediaan data, serta anggaran menjadi sangat krusial di daerah dan desa/kelurahan,” kata Hasto.
Selanjutnya, lanjut Hasto, BKKBN telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan, serta Tim Pendamping Keluarga (TPK).
TPPS provinsi dan Kab/kota telah terbentuk 100 persen. Sedangkan kecamatan dan desa/kelurahan mencapai 99 persen.
Untuk TPK, BKKBN telah merekrut 200 ribu tim di seluruh provinsi dan menjalankan orientasi bagi TPK untuk meningkatkan capacity building yang berkelanjutan.
Selain itu juga telah dilaksanakan orientasi dan penguatan peran TPPS serta telah direkrut sebanyak 587 satuan tugas (stunting di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Dengan sisa waktu dua tahun ini, kami semua pemangku kebijakan fokus pada intervensi di lapangan hingga ke sasaran keluarga berisiko stunting dan balita stunting dibarengi dengan ketersediaan layanan intervensi spesifik dan sensitif,” kata Hasto.