Rabu, Mei 1, 2024
Google search engine
Beranda4 Satwa Global Paling Diperhatikan Dunia Ada di Hutan Leuser

4 Satwa Global Paling Diperhatikan Dunia Ada di Hutan Leuser

Kutacane (Waspada Aceh) – Dari 800.000 hektare  luas keseluruhan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), 274.000 hektare ada wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, yang di dalamnya terdapat 4 jenis satwa global yang sangat diperhatikan masyarakat dunia.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Wiratno, mengatakan hal itu pada acara sosialisasi pelaksanaan kemitraan konservasi, yang dilaksanakan di Ketambe Kecamatan Badar, Aceh Tenggara, Rabu (24/7/2019). Acara ini bersamaan dengan pelaksanaan Jambore Nusantara yang dihadiri Anggota komisi V DPR-RI, M.Salim Fakhri, Wakil Bupati, Bukhari Buspa, Forkopimda, ratusan pengulu kute, kelompok kemitraan dan unsur masyarakat lainnya.

Ke empat jenis satwa global yang sangat istimewa karena menjadi perhatian masyarakat dunia tersebut yakni, Badak Sumatera, Harimau Sumatera, Orang Utan dan Gajah Sumatera. Bahkan badak yang paling top dan paling banyak itu juga terdapat di hutan TNGL Aceh Tenggara.

Apalagi saat ini keberadaan badak Sumatera yang sebelumnya banyak ditemukan di Kerinci Seblat dan Bukit Barisan Selatan, hampir punah dan sangat sulit ditemukan. Namun sebaliknya keberadaan badak tersebut sangat mudah ditemukan di hutan TNGL yang berada dalam wilayah Aceh Tenggara, karena jumlahnya masih banyak.

Orang Utan Sumatera yang sejak tahun 1970 perilakunya menjadi pusat penelitian berbagai pihak untuk kepentingan kemanusiaan, masih banyak dan mudah ditemukan di hutan TNGL Agara, demikian juga dengan gajah dan harimau Sumatera.

Khusus hewan liar harimau yang banyak terdapat di Resort Lawe Mamas dan Resort Lawe Maklum, Wiratno meminta agar warga yang masuk hutan tidak memasang jerat dan sedapat mungkin menghindari bentrok dengan satwa global yang ganas dan pendendam tersebut.

Pada tahun 2016 lalu ada amukan harimau yang menerkam dan membunuh 1 dari 5 warga yang ikut meracuni anak harimau hingga tewas dengan umpan bangkai rusa. Itu terjadi di kawasan hutan Kecamatan Babul Rahmah. Induk harimau kemudian membalas dendam, mengakibatkan salah seorang warga dicabik-cabik harimau hingga tewas, merupakan kejadian pahit yang sulit dilupakan dan menjadi sejarah kelam masa lalu di Agara.

Karena itu, agar bisa hidup berdampingan tanpa ada yang terusik, kesimbangan alam harus dijaga, termasuk keseimbangan dengan sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan. Demikian juga dengan kelestarian hutan yang jadi sumber bagi manusia dan satwa yang ada.

TNGL yang ada di Aceh Tenggara dengan luas 274.000 hektare harus terjaga kelestariannya. Tak mungkin bisa diharapkan hanya kepada petugas penjaga hutan yang jumlahnya tidak seimbang, namun harus ada kerjasama dan bantuan dari masyarakat dan kelompok. Terutama warga desa yang berdomisili di penggiran kawasan.

Khusus Ketambe sebagai daerah sensitif karena menjadi tempat hidup dan berkembang biak Orang utan, Dirjen KSDA dan Ekosistim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu menganjurkan agar semua unsur masyarakat menjaganya. Termasuk air sungai Alas, hutan TNGL, hasil kehutanan bukan kayu dan kelestarian alam yang ada.

Sebelumnya, Bupati Raidin Pinim melalui Wakil Bupati, Bukhari Buspa menyampaikan, TNGL mempunyai keanekaragaman hayati yang luar biasa dan sangat unik. Karena itu wajar saja TNGL mendapat predikat sebagai Biosfer, yakni sebagai kawasan ekosistem daratan atau pesisir yang diakui oleh Unesco.

TNGL juga merupakan sistem penyangga kehidupan bagi sekitar 2,5 juta jiwa penduduk yang tersebar di 270 desa (kute) dan 93 kute lainnya berada di Aceh Tenggara dalam 6 kecamatan. Sebagian besar masyarakatnya berinteraksi langsung ke kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, karena itu masyarakat Aceh Tenggara butuh ruang untuk dapat mengelola secara bersama, agar dapat mengurangi terjadinya ancaman bagi kawasan.

Keberhasilan pengelolaan TNGL, ujar Bukhari Buspa, sangat tergantung pada dukungan masyarakat sekitar. Untuk keberhasilan pengelolaannya harus dibangun interaksi antara pengelola dengan masyarakat sekitar yang bersifat simbosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan.

Terpisah, anggota Komisi IV, M.Salim Fakhri menekankan, perlunya transparansi dan bantuan pihak BBTNGL dan Kementarian LH dan Kehutanan, memasukkan program yang signifikan yang bisa mensejahterakan rakyat Aceh Tenggara. Tentu dengan prinsip hutan lestari dan masyarakat sejahtera, artinya hutan bisa bermanfaat bagi masyarakat. (ali amran)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER