Selasa, April 30, 2024
Google search engine
BerandaInternasional30 Warga Aceh Dieksploitasi Bekerja di Kapal

30 Warga Aceh Dieksploitasi Bekerja di Kapal

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sejumlah massa yang terdiri dari pekerja sektor kelautan, asosiasi perikanan, manning agency, dan akademisi menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Aceh, Rabu (3/4/2024).

Mereka mendesak Pemerintah Aceh agar menyurati Presiden Joko Widodo untuk meratifikasi Konvensi ILO C-188. Konvensi ini berfokus pada standar kebijakan yang memberikan perlindungan bagi pekerja di atas kapal perikanan, baik lokal maupun di kapal asing.

Koordinator aksi, Crisna Akbar, menyoroti kondisi pekerja di kapal perikanan. Banyak orang Aceh dieksploitasi sebagai pekerja tidak manusiawi. Bahkan ada yang meninggal dunia di kapal dan jenazah mereka dilarung ke laut. Selain itu, banyak pekerja tidak menerima gaji yang layak.

Terkait kasus TTPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) lanjut Crisna, lanjut Crisna, mereka telah mendampingi sebanyak 30 korban, dan kasus itu sedang dalam tahapan pemeriksaan oleh Polda Aceh sejak November 2023.

“Dan para terlapor ini merupakan oknum guru dan oknum polisi terlibat aktif porses perekrutan dan penempatan pekerja,” tuturnya.

Pihaknya juga telah menyampaikan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terdapat 30 korban tersebut, dan tujuh diantaranya sudah terlindung oleh LPSK.

Pemerintah Aceh juga diminta untuk mengevaluasi Dinas Pendidikan Aceh dan menertibkan sekolah atau lembaga pendidikan yang melakukan perekrutan dan penempatan pekerja di atas kapal perikanan migran secara ilegal.

“Ini unprosedural, yang diiming-iming gaji besar. Justru mereka mendapatkan tekanan. Di sisi lain banyak pemalsuan dokumen yang dilakukan oknum tertentu proses pemberangkatan para pekerja,” tuturnya.

Mereka juga meminta pemerintah untuk mengevaluasi kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, terkait implementasi penerapan perjanjian kerja. Menurutnya saat ini, tidak ada standar yang jelas terkait sistem upah dan kenyamanan kerja di kapal.

“Harapannya perbaikan tata kelola perikanan dan perbaikan tata kelola perekrutan dan penempatan pekerja migran ini menjadi salah satu cerobong atau gebrakan baru yang dilakukan oleh Aceh untuk melakukam perubahan yang lebih baik,” jelasnya.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Mawardi, menyambut aspirasi dari massa dan akan membahas lebih lanjut tindak lanjut dari aksi ini.

“Kita coba sikapi bagaimana, semoga kondisi yang terjadi tidak terulang,  dan  bisa ditindaklanjuti” tuturnya.

Aksi ini juga akan diikuti oleh awak kapal perikanan yang menjadi korban indikasi perdagangan orang di atas kapal perikanan berbendera asing asal Aceh.

Iqbal Wardhana, salah satu korban, Mantan ABK Asal Lhokseumawe, ia menceritakan pengalamannya bekerja di kapal berbendera Cina. Selama setahun, ia tidak mendapatkan kehidupan yang layak dan bahkan tidak diberi makan. Mereka diselundupkan melalui jalur perairan Singapura dan pulangnya diselundupkan melalui Batam.

“Kerja duapuluh empat jam, gak ada istirahat, sebelumnya diiming-iming gaji besar,  bahkan kami gak bisa makan,  bekerja menangkap ikan tapi gak bisa makan ikan,” tuturnya.

Dia berharap dari kasus tersebut agar pemerintah berupaya untuk memperbaiki tata kelola perikanan dan pelindungan pekerja perikanan,mendorong percepatan ratifikasi ILO C-188 untuk mewujudkan standar pelindungan pekerja diatas kapal perikanan baik lokal maupun migran. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER