Senin, Desember 23, 2024
spot_img
BerandaAcehWalhi Aceh: Fatwa Lingkungan MPU Perlu Sosialisasi dan Implementasi Lebih Luas

Walhi Aceh: Fatwa Lingkungan MPU Perlu Sosialisasi dan Implementasi Lebih Luas

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh didorong untuk lebih gencar menyosialisasikan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan terkait isu lingkungan hidup.

Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, mengatakan bahwa meski MPU telah mengeluarkan tiga fatwa penting, pemahaman masyarakat terkait isi dan implementasinya masih minim.

Untuk diketahui, fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan yakni tentang pemeliharaan lingkungan hidup menurut hukum Islam. Kedua, perlindungan satwa liar dalam perspektif syariat Islam. Ketiga, penggunaan dan pembuangan zat berbahaya.

“Namun, fatwa ini belum sepenuhnya dipahami atau diimplementasikan di masyarakat,” ujarnya saat berbincang di Warkop Sirnagalih, Luengbata, Banda Aceh, Senin (23/12/2024).

Menurut Omsol akrab sapaanya, MPU Aceh secara kelembagaan memiliki peran penting dalam memberikan panduan moral dan keagamaan terkait isu-isu lingkungan.

“Harapan kami, fatwa-fatwa ini dapat disosialisasikan kembali agar masyarakat mengetahui dan menjadikannya acuan dalam menjaga lingkungan,” tambahnya.

Gelar Muzakarah Tata Ruang Berkeadilan

Sebagai bagian dari upaya mendorong kebijakan lingkungan yang inklusif, Walhi Aceh akan menggelar acara Muzakarah Kebijakan Ruang Aceh Berkeadilan Ekologis pada Selasa, 24 Desember 2024, di Grand Permata Hati, Banda Aceh.

Acara ini mengundang ulama, akademisi, masyarakat sipil, dan calon Gubernur Aceh terpilih untuk membahas berbagai isu strategis lingkungan.

“Kami ingin mempertemukan pandangan ulama dari sudut fikih, masyarakat sipil, dan akademisi untuk menyusun rekomendasi kebijakan. Hasil kajian ini akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh, terutama untuk kepemimpinan baru,” jelas Ahmad.

Delapan Isu Utama dalam Muzakarah
Ahmad menjelaskan, ada delapan isu utama yang akan dibahas dalam muzakarah ini yakni terkat Konflik satwa liar. Kebencanaan yang sering terjadi di Aceh. Infrastruktur yang belum terintegrasi, seperti pembangunan sawah baru tanpa dukungan bendungan.

Pengelolaan wilayah adat yang sering diabaikan. Konflik infrastruktur yang tidak melibatkan masyarakat adat. Perlindungan kawasan ekosistem penting seperti Kawasan ekossitem Leuser (KEL), mangrove, dan gambut.Pemberian izin yang minim pertimbangan ekologis.Pengaturan tata ruang yang adil secara ekologi dan sosial.

“Qanun Tata Ruang Aceh harus menjadi instrumen untuk mengatur ruang secara adil, sehingga dapat memitigasi konflik dan risiko bencana. Tidak boleh ada pihak yang termarginalkan, termasuk perempuan dan anak,” tegasnya .

Acara muzakarah ini juga menjadi wadah kolaborasi antara ulama, akademisi, dan institusi pendidikan Islam seperti dayah. “Kami ingin semua pihak dapat terlibat dalam pertarungan ide dan gagasan untuk melahirkan kebijakan yang inklusif,” kata Ahmad.

Omsol berharap dengan adanya muzakarah ini, masyarakat semakin memahami fatwa-fatwa MPU Aceh terkait lingkungan. “Fatwa ini penting untuk mendorong masyarakat menjaga lingkungan dari sudut pandang syariat Islam. Kami ingin informasi ini tersampaikan secara luas,” ujarnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER