Banda Aceh (Waspada Aceh) – Bangunan bersejarah Rumoh Geudong di Pidie, Aceh, telah dibongkar pada 20 Juni 2023. Hal itu menimbulkan keprihatinan di kalangan tokoh masyarakat.
Rumoh Geudong tersebut merupakan salah satu tempat penting peninggalan sejarah kelam, terkait dengan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Terkait Rumoh Geudong, beberapa tokoh perempuan di Aceh mengungkapkan kekecewaan mereka atas penghancuran Rumoh Geudong tersebut. Mereka menyesalkan tindakan pemerintah yang menghapus jejak sejarah kelam ini. Rumoh Geudong seharusnya dijaga dan menjadi situs bagi peristiwa bersejarah yang pernah dialami rakyat Aceh.
Koordinator Program Solidaritas Perempuan (SP) Aceh, Yeni Hartini, menyebutkan, sebagian korban kekerasan, penyiksaan, dan pemerkosaan di Rumoh Geudong adalah perempuan. Seharusnya menjadi bagian dari sejarah kelam yang harus selalu diingat agar kekerasan semacam itu tidak terulang lagi.
“Lokasi Rumoh Geudong seharusnya dijadikan situs memorialisasi di Aceh untuk menjadi pembelajaran bagi generasi muda di masa depan,” kata Yeni, Sabtu (24/6/2023).
Sedang Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, juga mengecam penghancuran sisa-sisa Rumoh Geudong di Pidie yang merupakan bukti kejahatan HAM di masa lalu.
Menurutnya, bukan penghancuran yang diperlukan, melainkan dukungan pemerintah dalam membangun situs memorialisasi yang melibatkan partisipasi korban.
“Hal ini penting untuk menjelaskan narasi dan perspektif korban. Meskipun telah 18 tahun sejak perdamaian tercapai, korban konflik belum sepenuhnya mendapatkan pemulihan dan pemenuhan hak-hak mereka,” kata Riswati.
Riswati menekankan upaya yang mendesak saat ini adalah percepatan pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban konflik secara komprehensif, baik secara fisik, psikis, psikososial, maupun dalam hal kemandirian ekonomi. Menurutnya, fokus utama seharusnya adalah upaya tersebut, bukan menghilangkan bukti-bukti yang ada.
Pimpinan Dayah Darussalam di Aceh Barat, Umi Hanisah, juga kecewa terhadap penghancuran bukti sejarah tersebut. Menurutnya, Rumoh Geudong di Pidie tidak boleh dihancurkan karena tempat tersebut memiliki nilai sejarah yang harus dijaga dengan baik agar generasi mendatang dapat mengetahui sejarah Aceh dan perjuangannya.
Sekretaris Pusat Studi Hukum dan HAM (PUSHAM) USK, Suraiya Kamaruzzaman, juga menyayangkan penghancuran Rumoh Geudong sebagai salah satu lokasi pelanggaran HAM di masa konflik. Ia menyoroti bahwa Rumoh Geudong digunakan untuk penyiksaan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil yang diduga atau dituduh sebagai anggota GAM.
Suraiya juga menambahkan bahwa terdapat bukti penyiksaan terhadap perempuan, termasuk tindakan pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya di Rumoh Geudong berdasarkan kesaksian korban yang diperoleh lembaga HAM dan kelompok kerja relawan..(*)