Rabu, Mei 1, 2024
Google search engine
BerandaLaporan KhususTeruskan Jejak Orang Tua, Anak Petani Ini Sukses Kembangkan IKM Bubuk Kopi...

Teruskan Jejak Orang Tua, Anak Petani Ini Sukses Kembangkan IKM Bubuk Kopi Gayo

“Kita sangat bersyukur sebagian besar kebun kopi dikelola langsung oleh masyarakat dan sekitar 20 persen milik korporasi atau perusahaan”

— Gubernur Aceh, Nova Iriansyah —

Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, sebelumnya pernah mengatakan, 80 persen perkebunan kopi arabika yang ada di Aceh Tengah dan Bener Meriah, dikelola oleh masyarakat.

“Kita sangat bersyukur sebagian besar kebun kopi dikelola langsung oleh masyarakat dan sekitar 20 persen milik korporasi atau perusahaan,” kata Nova Iriansyah.

Pernyataan itu disampaikannya di sela-sela peluncuran Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) #Ragam Aceh, Istimewanya Aroma dan Kuliner Aceh oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Banda Aceh.

Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. (Foto/Ist)

Turut hadir dalam acara itu Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggano, Anggota DPR T A Khalid dan Anggota DPD asal Aceh, Abdullah Puteh.

Gubernur Aceh menjelaskan, kopi arabika asal Dataran Tinggi Gayo tersebut memiliki cira rasa khas dan telah dikenal di dunia internasional.

“Kopi arabica gayo telah menembus pasar internasional seperti pasar Eropa, Amerika Serikat dan Asia Tenggara,” kata Nova Iriansyah.

Teruskan Usaha Orang Tua

Kita sering mendengarkan pepatah, “Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya”. Istilah buah diartikan sebagai anak sedangkan istilah pohon diartikan sebagai orang tua, seperti contoh kepada Prio Handoko, 33, yang saat ini dikenal sebagai pengusaha muda setelah merintis usaha rumah produksi kopi (roastery) di tanah kelahirannya, yaitu di Kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Ayah dua anak ini dididik dan dibesarkan oleh orang tuanya, Madiono (Almarhum) dan ibunya Rusmiati (Almarhumah) dari hasil bertani kopi. Kini secara tidak langsung Handoko telah meneruskan jejak orang tuanya, meskipun sedikit berbeda dari usaha orang tuanya sebagai petani kopi. Namun Prio telah menjadi pengusaha industri kecil dan menengah (IKM) di sektor pengolahan kopi.

Suami dari Rini Adisty Sabtina ST, mulai bangkit dan berani berinovasi untuk mengembangkan bisnis kopinya. Semua itu tidak terlepas dari usaha, kerja cerdas, tekun dan komitmen untuk merintis usaha IKM nya. Siapa sangka anak petani Gayo ini bisa mendapatkan omzet penjualan hingga mencapai Rp50 juta perbulan.

Prio Handoko saat diwawancarai Waspadaaceh.com beberapa waktu lalu mengisahkan, sebelum merintis usaha rumah produksi kopi (roastery), dia sempat bekerja di salah satu perusahan semen, yaitu PT Lafarge Cement Indonesia (LCI)  atau PT Solusi Bangun Andalas (SBA). Setelah bekerja sekitar tiga tahun, dia mengundurkan diri. Padahal ketika itu dia dipercaya sebagai koordinator program pembangunan (RUMAHKU) di marketing department pada PT LCI.

“Pada tahun 2014 akhir, saya memutuskan resign (mengundurkan diri) dari PT LCI, kemudian merintis usaha rumah produksi kopi (roastery) di daerah asal kelahiran. Karena saya melihat sangat cocok untuk berbisnis dengan potensi sumber daya alam yang ada, yaitu kopi Gayo, mengingat dataran tinggi Gayo merupakan salah satu penghasil kopi arabika terbaik di dunia dan memiliki volume produksi yang melimpah,” kata Handoko.

Prio Handoko, 33, yang saat ini dikenal sebagai pengusaha muda setelah merintis usaha rumah produksi kopi (roastery) di tanah kelahirannya, yaitu di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. (Foto/Syaiful)

Pria berkacama itu mengaku, mengundurkan diri dari PT LCI dengan alasan karena ingin mandiri dan ingin bangkit untuk mengembangkan dan mempromosikan kopi Gayo dalam bentuk bahan jadi siap saji (bubuk kopi). Awalnya istri Handoko berinisiatif mulai memposting dan memasarkan produk bubuk kopi dalam kemasan sachet 100 gram yang dijual via sosmed & online (marketplace). Sedangkan suaminya masih fokus memproses kopi dalam bentuk setengah jadi (green bean konvensional) waktu itu.

“Pada awalnya saya bermodal Rp20 ribu yang saya keluarkan untuk membayar jasa roasting satu kilo kopi. Sedangkan bahan baku saya tidak beli, karena ada kebun kopi peninggalan orang tua seluas setengah hektare, sehingga tidak begitu terbeban dengan modal. Bubuk kopi yang kami roasting sebagian kami konsumsi sendiri dan sebagian lagi diposting oleh istri saya untuk coba ditawarkan dan dijual melalui media sosial,” jelas Handoko.

Lanjutnya. semua bermula dari teman-teman di luar Aceh yang membeli. “Sejak dari situ saya berfikir untuk memfokuskan dan mengembangkan produk kopi dalam bentuk jadi. Dan harus meninggalkan dagang kopi konvensional yang saat saat itu sedang saya jalani. Karena untuk pengembangan dagang kopi konvensional dibutuhkan modal yang tidak sedikit, lebih besar dari modal untuk membuka roastery. Itu juga yang menjadikan alasannya memilih untuk beralih ke rumah produksi kopi jadi (roastery),” ujarnya.

“Yang menjadi motivasi saya dan istri, bagaimana caranya kami bisa mengembangkan identitas sebagai anak petani kopi untuk mengembangkan skala bisnis di sektor produksi kopi (roastery). karena melihat potensi perkembangan, pasar konsumsi kopi Gayo dalam negeri yang sangat pesat,” terang pemilik UD MD Coffee ini.

Alumni Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ini juga mengaku sebelumnya dia hanya menjual kopi dalam bentuk bahan setengah jadi (konvensional) kepada toke penampung kopi di Gayo.

“Kemudian saya membuka usaha dengan serius dalam bentuk workshop kopi dengan konsep ‘Farm to Cup’ (micro processing, micro roastery, dan coffee store) yang dibranding dengan nama UD.MD Coffee. Sedangkan penamaan MD Coffee itu sendiri memiliki latar belakang sejarah yang diambil dari singkatan nama orang tua saya yaitu Madiono (disingkat MD),” jelasnya.

Kendala Modal Usaha

Seiring waktu berjalan, kata Handoko, produk MD Coffee Gayo, sudah banyak diminati. Produk kopi dipasarkan melalui media sosial (medsos) dan beberapa marketplace, seperti Instagram (IG), Facebook (FB), Youtube, Shope dan lainnya dengan alamat @mdcoffee_gayo.

“Karena terkendala modal, kami belum memiliki alat pendukung untuk proses produksi kopi sampai siap dikonsumsi, sehingga produksi pun sangat terbatas. Ketika tidak ada modal untuk memulai dan mengembangkan usaha, kemudian kami berinisiatif mengajukan permohonan modal kerja ke lembaga keuangan pembiayaan, kredit usaha rakyat (KUR) BRI. Waktu itu kepala unit dijabat oleh bapak Nouval di BRI Unit Lampahan tahun 2016, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.”

“Pada saat itu mengajukan pinjaman modal kerja ke Bank BRI di sektor KUR senilai Rp138 juta. Namun yang dikabulkan hanya Rp25 juta. Alhamdulillah, meskipun tidak sesuai pengajuan setidaknya sudah sangat terbantu untuk modal awal usaha kami. Setelah mendapatkan modal dari KUR, usaha yang saya tekuni perlahan berkembang semakin baik, meskipun masih jauh dari kelengkapan alat dan sarana yang diharapkan,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam pengembangan dan ekspansi usahanya, MD Coffee kini memiliki beberapa anak usaha di antaranya di Kabupaten Bener Meriah dan di Sumatera Utara. Sedangkan pengembangan usaha di luar tanah kelahiran, bertujuan untuk terus memperkenalkan kopi Gayo dan mendekatkan diri ke para mitra.

“Kita sudah memiliki tiga cabang coffee shop, kemudian satu workshop rumah roastery (roasting kopi), mobile branding untuk support event, dan micro central processing unit (MCPU) untuk standarisasi kualitas proses pasca panen kopi,“ujarnya.

Disebutkan, selain itu MD Coffee juga melayani jasa produksi (roasting kopi) untuk masyarakat umum, maupun pelaku dagang bubuk kopi yang belum memiliki mesin coffee roaster (mesin sangrai). Bahkan oleh mitra dan penikmat kopi Gayo, hasil produksinya sudah disuplai sampai ke pasar lokal hingga domestik.

“Sebagai contoh, costumer lokal MD Coffee yang saat ini menjadi salah satu dari mitranya yaitu, anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman atau dikenal Haji Uma yang juga memiliki usaha kopi di Lhokseumawe ‘Culture Coffee’. Bahkan beliau sudah dua tahun lebih berbelanja kopi pada kami, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun bahan baku untuk cafe milikinya,” imbuhnya.

Sedangkan costumer lain di luar Aceh, seperti Grand Kanaya Hotel di Medan, Sumatera Utara,  sudah dua tahun bermitra dengan MD Coffee. Selain itu, banyak juga usaha cafe lokal di Aceh, dan provinsi lain yang bermitra dengannya. Untuk legalitas sudah meliputi, NIB, pirt, sertifikasi halal sudah aprove sedangkan hak paten merk dan BPOM sedang dalam proses.

“Saya berharap dengan tingginya pasar konsumsi kopi dalam negri saat ini, mulai dari home brewers sampai usaha kedai kopi yang terus tumbuh dan bertambah setiap harinya. Pasar ini sangat berpotensi untuk menjadi motivasi bagi anak petani kopi Gayo ke depannya untuk ikut berinovasi mengembangkan produksi kopi Gayo (home roastery) yang memproduksi dan suplai kopi gayo dalam bentuk jadi. Sehingga akan berdampak pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta memiliki daya saing di pasar domestik. Mengurangi angka pengangguran dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan untuk warga di Gayo,” pungkasnya.

Anggota DPD RI, H.Sudirman alias Haji Uma, ketika mengunjungi workshop milik Prio Handoko. (Foto/syaiful)

Pemerintah Harus Mendukung Pelaku IKM

Sementara Anggota Komite IV DPD RI asal Aceh, H Sudirman sapaan Haji Uma menyebutkan, pemerintah daerah dan dinas terkait diminta untuk memberi kemudahan jika ada IKM mengurus administrasi, sehingga ada legalitas terkait produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha tersebut.

“Sebelumnya sudah meminta dinas terkait dan pelaku usaha untuk membentuk suatu badan yang bisa melindungi hukum terhadap pelaku usaha. Dalam badan itu tentu ada seorang penghubung untuk melakukan pengurusan administrasi, baik pengurusan izin BPOM, izin halal dan lainnya, karena tidak semua pelaku usaha mengerti tentang administrasi,” terangnya.

Pemerintah Tetap Mendukung

Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Bener Meriah, Abdul Kadir, melalui Kepala Bidang (Kabid) Industri, Agus Ampera, saat dikonfirmasi Waspadaaceh.com menyebutkan, pemerintah daerah selama ini sangat mendukung para pelaku usaha IKM/UKM. Meskipun dalam kondisi pandemi, para pelaku IKM/UMKM diharapkan tetap bersemangat.

“Sejak tahun 2022, para pelaku usaha baik IKM maupun UKM sudah mulai bangkit kembali. Salah satunya sejumlah pelaku usaha sudah mengikuti pasar lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Beberapa produk IKM milik pelaku usaha yang dilelang ada beragam produk di antaranya kopi, produk kerajinan kerawang Gayo dan minyak sereh,” terang Agus, Sabtu (26/3/2022). 

Sebagai bentuk dukungan lain, terangnya, bagi pelaku usaha kerajinan telah diberikan bantuan peralatan bordir maupun alat pengolahan kayu, sedangkan untuk usaha produksi kopi telah diberikan alat pengolahan kopi seperti mesin roasting, grinder, sealer dan mesin espresso.

“Untuk data pelaku usaha di kabupaten Bener Meriah di tahu 2020 ada sekitar 1.200. Apakah semua masih aktif atau sudah bertambah, sedang kami lakukan pendataan ulang,” demikian Dinas Perdagangan Bener Meriah. (Adv).

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER