Warga Tangse sendiri, menyebut kopi Liberika ini dengan sebutan kopi panah (nangka). Kopi ini memang memiliki cita rasa unik dan beraroma buah nangka.
—————
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbaik di Asia. Hal ini ditandai dengan menjamurnya warung kopi di berbagai daerah di penjuru Indonesia termasuk di Provinsi Aceh.
Jenis kopi yang dijual pun terbilang beragam. Lain daerah lain pula cita rasa kopinya. Beberapa daerah di Indonesia yang dikenal memiliki cita rasa kopi yang khas, antara lain Aceh (kopi Gayo), Sumatera Utara (kopi Sidikalang), Sulawesi Selatan (kopi Toraja), Bali (kopi Bali), Lampung (kopi robusta Lampung), dan beberapa daerah lainnya.
Berbicara tentang Aceh, provinsi ini sudah lama dikenal sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia. Kopi dari Aceh tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tapi lebih dari itu, keberadaan kopi Aceh dikenal hingga ke manca negara. Bahkan jaringan warung kopi terbesar di dunia, Starbucks, yang berpusat di Washington, AS, menggunakan kopi dari Aceh.
Ada Kopi Liberika di Tangse
Selama ini hampir semua warung kopi menyajikan dua jenis kopi unggulan yakni, Arabika dan Robusta. Tapi tahukah Anda, bahwa ternyata, ada satu lagi jenis kopi yang pernah booming di masa kolonial dan sekarang mulai digandrungi kembali oleh para pencinta kopi Nusantara, yaitu kopi Liberika.
Kopi Liberika mulai dikenal di Indonesia pada abad ke 19. Sesuai dengan namanya, kopi ini memang berasal dari Liberia, Afrika dan tumbuh subur di sana. Liberika masuk ke Indonesia karena dibawa oleh kolonial Belanda. Kopi Liberika dibawa Belanda ke Nusantara saat masa penjajahan dahulu, untuk menggantikan varietas kopi Arabika yang terserang hama. Liberika memang dikenal tanaman yang tahan terhadap hama.
Selama ini sebagian orang mengenal kopi Liberika hanya ada di Jambi. Tapi anehnya, ketika penulis pergi ke kota Jambi, lima tahun lalu, hampir tidak ada warung kopi yang mengenal jenis kopi ini. Lebih aneh lagi, banyak warung di Jambi justru menggunakan kopi asal Sumatera Utara dan Aceh.
Bagaimana dengan kopi Liberika? Ternyata varian kopi asal Afrika ini sudah lama mendiami salah satu daerah di Provinsi Aceh, yakni di Tangse. Tangse adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Pidie, berada tidak jauh dari kawasan pegunungan. Tangse berada di atas ketinggian 600-1200 mdpl. Iklimnya sejuk dengan curah hujan yang tinggi. Di sinilah kopi Liberika sudah bertumbuh sejak masa penjajahan Belanda dahulu.
Jurnalis Waspadaaceh.com baru-baru ini mengunjungi salah satu warung kopi yang selama ini menjadi incaran warga untuk menikmati kopi khas Tangse tersebut, yakni Liberika. Terletak di Jalan Pulo Mesjid II, Tangse, warung kopi H2E Coffee, menawarkan kopi Liberika dan jenis kopi lainnya.
Pengusaha yang juga pemilik warung kopi H2E, Edy Azhari, memang menyukai kopi dan sangat berminat memperkenalkan kopi khas Tangse, Liberika. Pria yang pernah menempuh pendidikan jurusan teknik industri ini, sejak tahun 2017 mulai konsen memperkenalkan kopi Tangse ke Nusantara.
Di warung kopi inilah, Edi Tangse-sapaan akrab Edy Azhary, ini berperan penuh menjaga kualitas dan citarasa kopi Tangse. Edy mengaku mengelola sekitar 6 hektare lahan kopi. Setiap hari dia beraktivitas, mulai dari memilih biji kopi, proses roasting hingga berperan menjadi barista di warungnya.
Sambil mencicipi kopi Liberika, Edy menjelaskan terkait geliat potensi kopi Liberika tersebut. Sejak tiga tahun ini, katanya, potensi kopi Liberika dari Tangse mulai dikenal dan memberikan potensi besar terhadap perekonomian masyarakat.
Kopi Liberika ini mampu tumbuh rata-rata berada pada ketinggian 700 hingga 800 Mdpl, jadi cocok dengan kondisi alam di Tangse. Warga Tangse sendiri, menyebut kopi Liberika ini dengan sebutan kopi panah (nangka). Kopi ini memang memiliki cita rasa unik dan beraroma buah nangka.
“Mulai dari bentuk pohon, daun dan biji buah kopi Liberika memiliki ukuran yang lebih besar. Setelah melewati proses roasting, aroma kopi ini lebih tajam dan menyerupai aroma buah nangka,” tutur Edy kepada jurnalis Waspadaaceh.com di H2E Coffee, Tangse, Senin (17/5/2021).
Ada Permintaan
Meski masih kalah populer dibandingkan dengan kopi Robusta dan Arabika, nyatanya kehadiran jenis kopi Liberika mulai dicari para pecinta kopi nusantara dan negara tetangga. Oleh karena itu, budidaya dan pengembangan kopi Liberika pun terus dia dilakukan.
Edy mengatakan, banyak permintaan untuk kopi Liberika ini. Para petani dan pengusaha kopi di Tangse sebenarnya mampu menyediakan dalam jumlah besar. Tapi kata Edy, mereka terkendala karena belum bisa menjamin dalam pencapaian kualitas yang diinginkan konsumen, karena prosesnya masih secara tradiosional.
“Sampel green bean yang kita kirim tersebut memang sudah mutu terbaik, sehingga mendapatkan respon adanya permintaan yang banyak. Bahkan pernah ada yang meminta pasokan dari Tangse sampai 5 ton green been per bulannya. Sebenarnya bahan baku 5 ton tersebut bisa kita sanggupi, tetapi kita belum bisa menjamin dari segi kualitasnya. Karena kopi di sini masih diproses secara tradisional,” lanjut Edy Tangse.
Kata Edy, ada potensi pasar yang sangat besar tapi tergantung dari pembinaan para petani. Dalam setahun, kopi Liberika bisa 2 kali panen. Saat ini, kata dia, pemerintah sudah melirik potensi kopi tersebut namun baru sampai kepada langkah awal seperti penyediaan bibit. Belum kepada pembinaan maupun mengorganisasikan para petani.
Edy menambahkan, saat ini Pemerintah Aceh melalui instansi terkait sudah melirik potensi kopi Liberika dalam program pengentasan kemiskinan. “Alhamdulillah dalam tahun ini pemerintah akan mengembangkan sekitar 200 hektare lahan,” jelasnya.
Ia mengharapkan kepada pemerintah, dalam meningkatkan potensi kopi Liberika ini, perlu adanya pengembangan kawasan baru, akses jalan, pembinaan kelompok tani dan penyediaan alat proses produksi yang modern sehingga tercapai hasil kualitas yang terbaik.
Kadis Perindag Aceh: Potensinya Besar
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadis Perindag) Aceh, Mohd Tanwier mengatakan, kopi Liberika dari Tangse memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan.
Pemerintah Aceh, kata Kadis Perindag, telah melirik potensi kopi yang memiliki cita rasa khas ini. Sudah banyak pengusaha yang berminat membeli kopi Liberika asal Tangse dalam jumlah besar.
“Kita sudah mempromosikan kopi Liberika ini ke berbagai negara. Jadi kopi khas Tangse ini memang memiliki cita rasa khas, berbeda dengan Liberika yang ada di Jambi,” kata Mohd Tanwier saat berbincang dengan Waspadaaceh.com, di kantornya beberapa waktu lalu.
Kata Kadis Perindag Aceh ini, Pemerintah Aceh telah konsen untuk mengembangkan potensi kopi Liberika yang ada di Tangse. Untuk itu, ke depan, kata dia, ada berbagai program untuk mendukung pengembangan kopi Tangse agar para petani di daerah ini bisa lebih makmur.
“Kalau sudah ada pembeli, kita harus bisa menjamin pasokannya tetap kontinu. Untuk itu perlu pembinaan lebih lanjut, baik kepada petani mau pun pelaku industri kopi di sana,” lanjut Mohd Tanwier. (Cut Nauval Dafistri)