Medan (Waspada Aceh) – Munculnya oknum yang melakukan aktivitas pengukuran tanah warga di Dusun 4 Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, telah menimbulkan keresahan di kalangan warga setempat.
Apalagi saat pengukuran tanah tersebut, dibumbui dengan isu bahwa tanah dimaksud telah dijual dan dimiliki orang lain. Padahal ratusan kepala keluarga (KK) yang mayoritas keturunan Tionghoa itu, sudah tinggal di areal tersebut sejak sebelum Kemerdekaan RI. Mereka juga mengaku tidak pernah menjual atau mengalihkan tanah mereka kepada pihak lain.
Status warga yang tinggal di areal ini memang dahulunya pada zaman penjajahan Belanda sebagai penggarap. Tapi mereka telah tinggal dan menguasai tanah itu sudah lebih 100 tahun.
“Bahkan ayah saya lahir di dusun ini, itu sebelum Kemerdekaan RI. Selama beberapa tahun belakangan ini memang ada saja oknum dari luar yang mengusik warga. Ada yang mengaku memiliki hak, tapi tak pernah ada yang bisa menunjukkan bukti surat kepemilikannya,” kata salah seorang warga yang enggan disebut namanya kepada Waspadaaceh.com, Rabu (9/6/2021).
Dia mengatakan, pada hari Minggu (6/6/2021), warga Dusun 4 Desa Kota Galuh yang biasanya istrahat (libur), diresahkan dengan aktivitas pengukuran tanah warga oleh beberapa orang mengaku dari BPN dan Notaris. Saat pengukuran itu tampak juga Kepala Dusun 4, Martono Andi.
Berita terkait: Soal Pengukuran Tanah Dusun 4 Kota Galuh, Camat Perbaungan Mengaku Tidak Tahu Menahu
Kepada wartawan, Matono Andi mengaku adanya aktivitas pengukuran tanah warganya tersebut. Tapi dia sendiri tidak mengetahui dengan jelas untuk kepentingan apa pengukuran tersebut.
“Pengukuran ada, tapi saya tidak mengikuti secara keseluruhan, karena saya banyak kerjaan,” kata Martono. Tapi Martono mengaku tidak mengetahui apa jabatan orang yang mengukur tersebut.
Sementara itu warga setempat, Joni, mengakui tidak nyaman setelah tanahnya diukur. Kata dia, sebelumnya tidak ada pemberitahuan resmi dari pemerintah, tiba-tiba tanah miliknya dan warga lainnya diukur.
“Sebagai masyarakat awam resah pastinya,” kata Joni.
Joni merupakan generasi keempat yang tinggal di dusun itu. Kata Joni, dahulunya tidak pernah ada persoalan selama mereka menempati tanah tersebut, bahkan sejak zaman kolonial Belanda.
Baru beberapa tahun terakhir ini ada oknum-oknum yang mengaku memiliki hak atas tanah di Dusun 4 tersebut. Sebelum ini ada juga yang datang untuk melakukan pengukuran dengan alasan untuk membuat sertifikat tanah atas nama warga, tapi hasilnya tidak ada. Padahal warga sudah menyerahkan uang yang diminta oknum tersebut.
Keresahan serupa dialami Sisa, 61, warga lainnya di Dusun 4 Desa Kota Galuh. “Saya kan takut, tidak tahu apa-apa, diukur-ukur saja tanahnya. Minggu pun datang ukur,” ujarnya.
Sisa mengaku tidak mengerti untuk apa tanahnya diukur. Oknum yang datang, kata dia, melakukan pengukuran begitu saja tanpa memberikan penjelasan untuk kepentingan apa. (Sulaiman Achmad)