“Pemanfaatan limbah botol plastik untuk mengurangi pencemaran lingkungan”
Zai sedang duduk di sebuah pondok kayu, di halaman rumahnya di Desa Lampaseh Aceh, Meuraxa, Banda Aceh. Tumpukan botol bekas memenuhi pondok berukuran 2×2 meter. Mulai dari botol ukuran 1.500 ml dan 600 ml.
Botol bekas itu telah tersusun rapi. Sebagian sudah direkat dengan selotip, dilapisi busa dan ditutup triplek yang dilapisi dengan kain kulit dengan warga yang bervariasi.
Ini merupakan usaha kreatif produk furniture berbahan baku botol plastik yang diberi nama Sobotik (sofa botol plastik). Furnitur ini ringan namun mampu menahan beban hingga 300 kg.
Usaha ini ditekuni Zainuddin, 30, sejak tahun 2020 berawal dari keresahannya akan sampah plastik. Ia kemudian berinisiatif memanfaatkan dan mengolah aneka limbah plastik rumah tangga menjadi furniture, berupa meja dan sofa. Tahun 2020 ketika sedang memuncaknya kasus COVID-19 dengan berbagai pembatasan aktivitas, hal itu dimanfaatkannya untuk fokus menjalankan rencananya.
“Produksi pertama pada tahun 2020 masih pandemi. Awalnya mendapat inspirasi dari media sosial. Karena saat itu pandemi, banyak pembatasan kegiatan, menganggur jadi kita coba, ternyata banyak yang tertarik,” kata Zainuddin kepada jurnalis Waspadaaceh.com yang mengunjungi rumah produksinya, Selasa (21/2/2023).
Hanya dengan bermodal botol plastik bekas yang berhasil dikumpulkannya, lakban, kayu, triplek, busa dan kain atau kulit sintetis, akhirnya dia bisa membuat satu set sofa cantik, yang siap menghiasi ruang tamu.
“Pemanfaatan limbah botol plastik untuk mengurangi pencemaran lingkungan,” kata pria asal Bireuen ini.
Zainuddin juga mempraktekan proses pembuatan sofa dari botol plastik tersebut, yang menurutnya proses pembuatannya tidak begitu sulit. “Kita pilih botol plastiknya dalam keadaan baik dan tidak rusak agar sofanya kokoh saat diduduki,” tuturnya.
Tangannya begitu cekatan menyusun botol-botol tersebut melingkar penuh yang kemudian direkatkan dengan selotip. Untuk menambah kenyamanan, kemudian ia memasang busa dan terakhir ditutup dengan kain atau kulit sintetis, serta pemasangan kaki.
“Walau dari plastik atau botol ini kosong, tapi aman untuk diduduki, sudah kita uji lab. Ketahanannya sampai 300 kilogram,” ucapnya.
Hingga saat ini, kata Zai, panggilan akrabnya, Sobotik diproduksi jika ada pesanan saja. Dengan sistem tersebut konsumen dapat memesan sesuai seleranya masing-masing.
Produk ini dipasarkan melalui instagram @sobotik.official. Dari tangan kreatifnya telah membuat cukup banyak set furnitur sofa berbahan plastik, yang dijual dengan kisaran harga mulai dari Rp300 ribu hingga Rp2 juta tergantung bahan lapisannya.
Dalam satu hari, Zai memproduksi 1 sofa. Jika dalam satu set furniture terdiri dari 4 sofa dan 1 meja harganya Rp2 juta.
“Saat ini masyarakat masih gengsi untuk beli produk daur ulang. Kita berharap masyarakat membeli produk daur ulang bukan karena ingin membantu atau terkesan seperti kasihan, tapi kita ingin menyatakan bahwa produk berbahan daur ulang ini punya kualitas yang baik,” jelasnya.
Zai juga memiliki inovasi terbarunya yakni beberapa tutup botol yang dikumpulkan telah dicacah dan dimasukkan dalam suatu wadah dengan warna yang bervariasi. Cacahan tutup botol tersebut nantinya akan menjadi bahan baku berbentuk papan dan dapat diolah menjadi berbagai koleksi kerajinan.
“Kita coba berinovasi dengan mengumpulkan tutup botol yang kemudian dicacah dengan mesin sendiri, hingga kita open dan menjadi bahan baku kembali dapat diolah menjdi berbagai hasil karya,” kata Zainuddin.
Dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang diperingati setiap 21 Februari Zainuddin berpesan dalam menjaga lingkungan pentingnya aksi nyata meskipun dari hal kecil. Hal ini juga salah satu kampanye agar masyarakat juga tergerak untuk memanfaatkan sampah menjadi produk bernilai.
“Untuk menjaga lingkungan yang bisa kita lakukan benar-benar action, meskipun aksinya kecil tetapi berdampak. Jangan hanya menjadi sebuah konten saja,” jelasnya. (*)
Waspada Aceh on TV