Selasa, November 5, 2024
BerandaAcehSinergitas Mengatasi Kasus Kekerasan Anak di Aceh

Sinergitas Mengatasi Kasus Kekerasan Anak di Aceh

“Perlindungan anak erat kaitannya dengan perbaikan kualitas SDM dan diperlukan perhatian serius semua pihak untuk mencegah anak dari ancaman kekerasan”

– Kepala DPPPA Aceh Meutia Juliana, S.STP, M.Si –

Perlindungan dan pemenuhan hak anak terus ditingkatkan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hanya saja, pemenuhan hak anak itu masih menjadi tantangan.

Kekerasan terhadap anak apa pun latar belakang dan motifnya memang masih menjadi pekerjaan rumah berbagai pihak, antara lain, lembaga pendidikan, penegak hukum, institusi agama, hingga orang tua. Untuk mengatasi kasus kekerasan terhadap anak harus ada sinergitas antar stakeholder dan masyarakat.

Ketua Komisi V DPRA, M. Reza Fahlevi Kirani, kepada media ini pernah mengatakan, dalam hal pencegahan dan penanganan kasus tersebut diperlukan sinergitas dan evaluasi secara komprhensif untuk menekan angka tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh, isu ini memerlukan perhatian dari semua pihak.

Menurutnya peran orangtua juga sangat penting dalam melindungi anak-anak mereka dengan pengasuhan yang baik.

Ketua Komisi V DPRA, M. Reza Fahlevi Kirani (Foto/Cut Nauval d).

Pemerintah Aceh, melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), diminta untuk menyusun skema baru yang efektif untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA). Menurutnya selama ini skema yang ada masih kurang didukung oleh anggaran yang memadai dan sumber daya manusia.

Reza Fahlevi juga mengimbau pemerintah kabupaten dan kota untuk bersinergi serta bersikap proaktif dan serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan anak di Aceh.

Terkait penegakan hukum menurutnya juga masih belum memberikan efek jera bagi pelaku, terutama pelaku pelecehan seksual maupun pemerkosaan terhadap anak.

Ia menambahkan, penanganan kasus kekerasan terhadap anak tidak hanya sebatas menangani pasca kejadian, tetapi juga bagaimana mencegah sebelum kasus itu terjadi.

“Diperlukan pendekatan preventif dan kuratif, yang harus dimasifkan mulai dari tingkat gampong, dengan melibatkan berbagai stakeholder. Seperti di tingkat akar rumput, harus ada pendekatan dengan aparatur gampong, karena mereka tau betul bagaimana karakter masyaakatnya,pasti ada identifikasi dimana kejadian dan potensi-potensinya,” tuturnya.

Upaya Perlindungan

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh berupaya meningkatkan layanan perlindungan anak melalui pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

“Saat ini, baru 10 dari 23 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki UPTD PPA, dan 13 lainnya masih dalam proses pembentukan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Meutia Juliana, saat ditemui media ini, beberapa waktu lalu.

Selain itu, pihaknya juga sedang fokus pada pelatihan aktivis terpadu berbasis masyarakat desa yang ramah perempuan dan peduli anak.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Meutia Juliana. (Foto/Ist)

Meutia mengimbau kepada warga agar berani melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Jika ada yang melihat, mendengar, atau mengalami kekerasan, segera laporkan melalui hotline UPTD PPA di nomor 0811-6808-875 atau dapat mengunjungi langsung Kantor UPTD PPA yang berlokasi di Jl. Teungku Batee Timoh No 2 Jeulingke, Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh.

“Perlindungan anak erat kaitannya dengan perbaikan kualitas SDM, pentingnya partisipasi dari semua pihak dalam upaya perlindungan anak dari ancaman kekerasan,” tuturnya.

Upaya edukasi melalui gerakan forum anak, hadirnya fasilitas ramah anak seperti Masjid Ramah Anak, Pesantren Ramah Anak maupun fasilitas lainnya.

“Sehingga anak-anak memiliki wadah untuk mengekspresikan dirinya, menyuarakan haknya s dan berkreasi,” lanjutnya.

Menurutnya, melalui program Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), DP3A berupaya meningkatkan kehidupan dan ketahanan keluarga.

Program ini mencakup pendidikan/ pengasuhan, keterampilan menjadi orangtua, keterampilan melindungi anak, peningkatan partisipasi anak dalam keluarga, serta penyelenggaraan program konseling bagi anak dan keluarga. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER