Takengon (Waspada Aceh) – Kedua belah pihak saling mengklaim tanah, bahkan menganiaya dan membakar rumah, walau tanah yang diperebutkan itu secara hukum milik Pemerintah Aceh.
Tanah milik Pemerintah Aceh itu terletak di Blang Bebangka, Paya Sangor, Pegasing, Aceh Tengah. Kasus tanah ini memakan waktu cukup panjang, menyebabkan saling klaim kedua belah pihak, bahkan sampai ada yang mendekam dalam penjara.
“Dua tersangka penganiayaan dan dua tersangka pembakaran rumah. Hari ini tersangka dan barang bukti akan diserahkan ke Kejaksaan,” kata Kapolres Aceh Tengah, AKBP Heri Sandy Sinurat, melalui Kasat Reskrim Polres Aceh Tengah, AKP Ahmah Arief Sanjaya, dalam temu pers di Mapolres setempat, Rabu (23/12/2020).
Keempat tersangka itu dengan kasus berbeda dari dua kelompok. Namun berawal sengketa tanah, setelah keduanya saling mengklaim, sebut Kasat Reskrim. Berkas para tersangka sudah P21 dan hari ini akan dilimpahkan ke Kejaksaan.
Satu kelompok awalnya melakukan penganiayaan, kelompok korban tidak terima dan membuat laporan polisi. Bukan hanya sampai di situ, kelompok korban juga melakukan pembakaran rumah. Akhirnya kedua kelompok menjadi tersangka.
Kejadian itu bermula pada 21 Oktober 2020, sekitar jam 16.00 WIB. Awalnya terjadi cekcok saling mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Walau secara hukum dan bukti otentik, tanah itu milik Pemerintah Aceh, sebut Kasat Reskrim.
Tersangka MF,32, pekerjaan IRT, penduduk Kampung Uning dan SP, 86, tani, penduduk Kampung Paya Jeget. Keduanya dari Kecamatan Pegasing Aceh Tengah, melakukan penganiayan kepada korban ZD dan WA yang sedang memasang pagar kebun di tanah saling diklaim tersebut.
Korban yang mengalami luka-luka akibat benturan benda keras melaporkan kasus itu kepada pihak Polsek Pegasing, yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Mendapat laporan, aparat kepolisian menjemput tersangka. Korban dilarikan ke RSU untuk mendapatkan perawatan medis.
Namun ketika penyidik menjemput pelaku SP, di kediamanya sudah ramai massa dari kelompok lain. Polisi meminta massa untuk bubar, namun massa tetap tidak mau bubar. Polisi mengamankan SP ke Polsek Pegasing.
Selang dua menit polisi sampai di Polsek, sebut Kasat Reskrim, didapatkan informasi rumah SP beserta isinya musnah dibakar. Tiga unit sepeda motor yang ada dalam rumah hangus menjadi arang.
Tidak terima dengan insiden itu, giliran keluarga SP yang membuat pengaduan ke polisi. Mereka mengalami kerugian yang ditaksir mencapai Rp350 juta.
Pihak kepolisian mengembangkan kasus yang sempat memanas dari kedua kubu ini. Bahkan sempat ada demo ke DPRK, meminta pemerintah menyelesaikan persoalan tanah itu. Karena masyarakat mengklaim tanah itu merupakan tanah adat.
Akhirnya polisi menetapkan enam tersangka kasus pembakaran rumah. Dari enam tersangka itu baru dua yang berhasil diamankan, sementara empat lainnya ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Tersangka pembakaran rumah semuanya merupakan penduduk Kung, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Dua tersangka yang mendekam di Mapolres Aceh Tengah, KD, 55 dan RD, 48.
“Para tersangka, baik penganiayaan dan pembakaran hari ini akan dilimpahkan ke jaksa, beserta barang bukti, karena kasusnya sudah P21,“ sebut Kasat Reskrim.
Dalam temu pers itu, Kasat Reskrim juga menghadirkan seorang tersangka penganiayaan di Toweren, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah, yang menghilangkan nyawa Hengky, pemilik Caffee Lhong.
Walau kasus penganiayaan itu disebut dilakukan oleh massa, pihak penyidik hanya menetapkan dua tersangka karena sulitnya pembuktian. Tersangka PZ,35, penduduk Toeweren Uken, Aceh Tengah, sudah diamankan, namun tersangka AKF,19, penduduk yang sama kini masuk sebagai DPO. (baga)