Rabu, Juni 26, 2024
Google search engine
BerandaWisata & TravelSekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Keindahan Pulau Jawa Hingga Dewata...

Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Keindahan Pulau Jawa Hingga Dewata (Bagian II)

Kami sangat bersyukur target kami ke Bali untuk menonton tari kecak dan berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan akhirnya bisa tercapai.

Sesampainya kami di Surabaya, tiba-tiba mama mencetuskan sebuah ide, “sekalian saja kita ke Bali, sudah tanggung juga. Kita pas-pasin saja budget-nya supaya bisa liburan ke Bali. Ya setidaknya kita sudah menginjakkan kaki di pulau Dewata”.

Jadi saat itu juga mama langsung mencari info transportasi untuk berangkat ke Bali. Jarak antara Surabaya dan Bali kurang lebih 420 Kilometer. Kami pun akhirnya memilih menggunakan jasa Penjor Travel untuk pergi ke Bali.

Jadilah malam itu saya, mama, dan papa memutuskan untuk berangkat. Sementara adik laki-laki saya dan istrinya tidak bisa ikut dalam perjalanan kali ini karena harus kembali ke aktivitas di kantor mereka masing-masing.

Kami berangkat malam hari selepas Isya dengan menaiki bus. Selain kami bertiga, dalam bus tersebut terdapat empat penumpang lainnya. Cerita perjalanan kami ke Bali ini menarik karena sama sekali belum tahu apa saja yang akan kami lakukan di Bali. Jadi, yang kami pikirkan pada saat itu, yang penting kami bisa sampai di Bali saja sudah bersyukur.

Di tengah perjalanan, sekitar jam 23.00 WIB, kami dan semua penumpang bus mampir untuk makan di Rumah Makan (RM) Putra Jawa Timur Besuki Situbondo, yang ternyata biaya makan sudah termasuk ke dalam harga tiket perjalanan. Ini pengalaman pertama saya naik bus yang juga memberikan kami jatah untuk makan. Cita rasa makanannya benar-benar enak.

Setelah kembali ke bus, kami pun melanjutkan perjalanan. Papa dan mama duduk bersama di bangku depan, sementara saya duduk bersama penumpang lain yang tidak saya kenal. “Mau kemana?” dengan ramah, penumpang yang duduk di sebelah saya bertanya kepada saya. “Saya mau ke Bali, abang mau kemana?” Saya juga penasaran dan balik bertanya kepadanya. “Saya mau ke Bali juga, saya ada bisnis di sana, dan sementara tinggal di Bali ini baru enam bulan,” ujarnya.

Ia bercerita, ternyata ia memiliki bisnis rental mobil di Bali. Tidak lama, ia bertanya lagi kepada saya. “Ada acara apa ke Bali?” Saya menceritakan bahwa kami ke Bali dalam rangka untuk berlibur. Saya juga mengatakan bahwa kami saat ini belum mencari penginapan.

Penumpang yang sedang bercakap-cakap dengan saya ini ternyata bernama Dendi, biasanya ia dipanggil dengan sebutan ‘Koko,’ yang dalam bahasa Tionghoa artinya Abang. Koko akhirnya mengarahkan dan membantu kami membuat rencana perjalanan (itinerary) selama kami di Bali.

Dengan semangat yang tampak dari cara berkomunikasinya, ia membantu menyusun itinerary yang sangat detail supaya keinginan untuk mengunjungi sejumlah objek wisata yang ada di bucket list kami bisa tercapai dalam dua hari, selama kami berada di Bali. Saya juga menyampaikan kepada Koko keinginan kami sekeluarga untuk menonton tari kecak dan mengunjungi Pura Ulun Danu Beratan–dua destinasi wisata yang sangat terkenal di Bali.

Koko termasuk juga merekomendasikan makanan halal yang enak di Bali. Ia membantu kami mencarikan hotel yang dekat dengan objek wisata di Bali. Pada akhirnya, kami memutuskan untuk booking hotel di daerah Kuta yang bernama Stark Boutique Hotel.

Kami pun saling follow satu sama lain di Instagram. Ternyata benar, Koko ini seorang traveler! Terlihat dari konten-konten Instagram-nya. Banyak sekali tempat-tempat wisata yang sudah ia kunjungi dan semuanya keren!

Upacara Ngaben di Desa Adat Sidan, Bali. (Foto/Cut Nauval d).

Atraksi, Kuliner dan Spot Menarik di Bali

Pertama kami sangat bersyukur target kami ke Bali untuk menonton tari kecak dan berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan akhirnya bisa tercapai. Sungguh senangnya bukan kepalang.

Keinginan yang pertama kali terwujud adalah mengunjungi Pura Ulun Danu Beratan yang berlokasi di Danau Beratan, Tabanan, Bali. Perjalanan dari tempat kami menginap di Kuta ke lokasi pura memakan waktu sekitar 2 jam. Sesampainya kami di kawasan pura yang terkenal di Bali itu, kami disuguhi pemandangan alam yang sangat indah. Keindahan ini sayang sekali jika dilewatkan begitu saja. Jadi kami mengabadikannya melalui foto.

Tak terasa kami sudah lama berada di sana, hari sudah menjelang sore, sehingga kami tidak bisa mengunjungi banyak objek wisata pada hari itu. Perjalanan hari itu ditutup dengan makan malam, ditambah dengan sambutan berupa penampilan tari Bali. ‘Ini Bali banget!’ adalah kesan yang saya dapat dari pengalaman saya selama berada di sana.

Keesokan harinya, Koko menawarkan diri untuk menjadi pemandu (guide) dan menemani kami jalan-jalan selama di Bali. Jadi mama tidak perlu menyetir lagi. Ia mengantarkan kami ke berbagai tempat wisata, seperti desa wisata Panglipuran, Pahdi Coffee-coffee shop terbesar di Asia Tenggara di Kintamani, Danau Trunyan, dan berbagai spot atau tempat foto-foto yang menarik. Selain itu, Koko juga jadi fotografer kami yang siap membantu merekam momen-momen perjalanan kami di Bali.

Saya juga sudah merencanakan untuk bertemu dengan salah satu teman saya yang tinggal di Ubud, namanya Tasyarani, saya memanggilnya Acha. Kami mengunjungi tempat tinggal Acha. Pemandangan di sekitar rumahnya betul-betul asri. Kami disambut hangat oleh keluarga Acha dan di sana kami juga mencicipi kacang koro yang renyah dan gurih.

Setelah itu, kami pun menuju ke Warung Mak Beng, Ubud, untuk makan malam bersama. Menu seafood dari restoran ini memang juara. Sembari menikmati hidangan lezat di hadapan kami, saya dan Acha banyak bercerita, bernostalgia, mengenang masa-masa ketika kami terlibat dalam suatu kegiatan bersama.

Hari berikutnya, kami sekeluarga sarapan dan jalan-jalan santai di Pantai Kuta. Ada satu hal yang saya perhatikan, di setiap rumah yang kami temui di Bali, termasuk di Kuta ini, pasti ada pura. Selain itu, di depan rumah juga terdapat sesajen yang harumnya semerbak sehingga orang-orang yang melewati rumah ini bisa mencium wanginya. Di sepanjang jalan juga banyak toko yang berjualan pura dan aksesoris untuk pura, seperti payung dan sebagainya. Saya melihat di Bali, antara tradisi, kebudayaan, dan agama saling berpadu. Satu sama lain memiliki keterikatan yang kuat.

Sore harinya, kami akhirnya menonton tari kecak di Uluwatu, Badung, Bali. Saya sangat antusias karena tari kecak adalah salah satu pertunjukan kesenian yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga mancanegara. Musik tari kecak ini juga mempunyai daya tarik tersendiri. Tarian ini diiringi dengan musik akapela dari penarinya yang berjumlah puluhan, antara 50-150 orang.

Salah satu bagian dari tari kecak yang cukup terkenal adalah ketika penari menyerukan “cak cak ke cak cak ke.” Cerita yang ada di balik tari kecak diambil dari salah satu tradisi Sanghyang dan merupakan bagian dari cerita Ramayana. Secara keseluruhan, tari kecak yang kami saksikan adalah sebuah pertunjukan yang unik dan pada saat yang bersamaan luar biasa memukau.

Wisatawan yang datang saat itu didominasi wisatawan mancanegara, ada yang datang dari Inggris, India, hingga Jerman. Saya juga sempat berkenalan dengan wisatawan dari Jerman, dan ia mengungkapkan antusiasnya menonton tari kecak. Ia juga kagum dengan pemandangan alamnya, apalagi ditambah dengan latar belakang sunset yang bisa menciptakan keindahan. Kurang lebih, ia menggambarkan tari kecak sebagai sebuah pertunjukan yang memacu adrenalin karena melibatkan api dalam tariannya, sekaligus memancarkan aura magis.

Suasana di sekitar Pura Ulun Danu Beratan Bali. (Foto/Cut Nauval Dafistri)

Suasana di Uluwatu pada sore hari sangat cantik. Di waktu ini, wisatawan juga bisa menyaksikan sunset di hamparan Samudera Hindia. Pemandangan alamnya tidak perlu diragukan lagi, sangat indah. Tebing-tebing dan hamparan hutannya menciptakan suasana yang asri. Alamnya yang masih asri inilah yang membuat kawasan tersebut jadi habitat bagi berbagai macam hewan, salah satunya monyet. Tapi kita harus lebih berhati-hati ketika menghadapi monyet yang suka usil. Penting untuk menjaga barang-barang pribadi kita, seperti kacamata dan tas, agar kita tidak jadi sasaran kejahilan monyet yang ada di sana.

Untuk menghabiskan sisa waktu kami di Bali, Koko mengajak kami ke berbagai tempat, termasuk pergi ke toko oleh-oleh dan mencoba kuliner yang ada di Bali. Tidak lengkap rasanya jika berkunjung ke suatu tempat, tapi tidak berbelanja buah tangan. Kami pun mampir untuk belanja di pasar Sukawati dan berkunjung ke Krisna Oleh-Oleh Bali. Kami sempatkan pula berkunjung ke pantai Melasti untuk jalan-jalan dan berfoto. Saya membawa pulang sedikit pasir pantainya untuk saya masukkan ke akuarium di rumah. Ini jadi salah satu kenangan yang saya bawa dari Bali.

Tidak sampai di situ, kami lanjut menikmati kuliner ke Kabupaten Klungkung. Di sana kami makan sate lilit dari ikan yang rasanya lezat sekali! Nama rumah makan yang kami datangi adalah Mertasari. Koko mengatakan sate lilit di rumah makan ini yang paling recommended. Makanannya cocok di lidah saya yang orang Sumatra, apalagi Aceh. Tidak lupa kami juga menyempatkan mampir ke kedai ice cream yang populer di Bali, yaitu Gusto Gelato.

Selama di Bali, Koko juga mengajak kami makan malam di Jimbaran. Saya suka dengan suasana pantainya dan kulinernya. Rasa kerangnya nikmat! Koko juga mentraktir kami jagung bakar. Kami banyak bercerita selama perjalanan. Ia mengatakan di Bali ada banyak sekali atraksi yang menarik, jadi saya harus datang lagi ke Bali. Saya respons ajakan Koko dengan gurauan. “Semoga ya Ko saya bisa datang lagi ke Bali,” kata saya.

Akhirnya, tiba waktunya kami pulang kembali ke Surabaya. Kami mengungkapkan rasa terima kasih kami sekaligus berpamitan dengan Koko. Kami sama-sama berharap bisa dipertemukan lagi di lain waktu. Sekitar jam 17.00 WIB, kami sudah naik bus MTrans. Busnya bagus dan penumpangnya juga mendapat snack sebagai cemilan selama perjalanan dari Bali ke Surabaya. Tiket perjalanannya juga sudah termasuk jatah makan malam yang merupakan bagian dari pelayanan dari PO bus tersebut.

Kami harus menyebrang ke Banyuwangi dari pulau Bali sampai ke Ketapang. Saat itu kondisinya malam hari, jadi hanya sesekali saya bisa menikmati keindahan pemandangan laut sambil mendengarkan musik yang diputar di kapal. Jumlah penumpang di kapal tersebut cukup ramai. Sambil menunggu sampai di tempat tujuan, banyak dari mereka menghabiskan waktu dengan bercengkrama satu sama lain. (*)

Laporan terkait: Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Pulau Jawa Hingga Dewata (Bagian 1)

Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Yogyakarta dan Solo (Bagian III)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER