Senin, Juni 17, 2024
Google search engine
BerandaWisata & TravelSekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Pulau Jawa Hingga Dewata (Bagian...

Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Pulau Jawa Hingga Dewata (Bagian 1)

Bak kata pepatah, “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.”

“Short trip, long memories”. Perjalanannya singkat, tapi kenangannya sangat panjang. Inilah pengalaman yang saya dapatkan dari mengeskplorasi berbagai tempat di Pulau Jawa hingga Pulau Dewata.

Saya jurnalis Waspadaaceh.com (Cut Nauval Dafistri) bersama papa, mama, dan adik—sekeluarga berangkat dari “Tanah Rencong” Aceh, pada 27 April 2024 ke Jawa Timur. Tujuan perjalanan ini untuk menghadiri acara pesta pernikahan adik laki-laki saya. Kebetulan adik saya menikah dengan orang asli Surabaya, Jawa Timur.

Perjalanan kami dimulai dari sini. Setelah acara pesta pernikahan selesai, kami memutuskan untuk pergi berlibur bersama sekeluarga. Keesokan harinya, pada 28 April 2024, perjalanan liburan kami dimulai. Destinasi wisata pertama yang kami kunjungi di Jawa Timur adalah Gunung Bromo.

Pesona Gunung Bromo

Papa, mama, saya, adik saya dan adik ipar  melakukan perjalanan liburan ke Gunung Bromo. Kami menggunakan mobil milik keluarga dari istri adik saya. Pada perjalanan kali ini, mama yang mengambil alih untuk menyetir karena kondisi papa sedang kurang sehat.

Rute yang kami ambil adalah dari Surabaya melalui Pasuruan. Kami berangkat  dari Surabaya pukul 10.00 WIB. Selama perjalanan, kami hanya mengandalkan maps di smartphone untuk bisa sampai ke kawasan wisata Gunung Bromo. Kami tidak menyangka, di perjalanan, menemui banyak tanjakan yang cukup ekstrim. Saya kagum dengan keahlian mama melewati jalan berliku yang penuh tantangan. Saya pikir, mama mengeluarkan salah satu superpower yang dimilikinya.

Sekitar pukul 15.00 WIB kami sudah sampai di pos pintu masuk kawasan wisata Gunung Bromo lewat Desa Tosari, Pasuruan. Sesampainya di Tosari, kami singgah sebentar untuk makan di warung makan yang ada di sekitar area ini, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo. Harus berganti kendaraan menggunakan mobil Jeep, dan kini kami dan mama menjadi penumpang.

Sepanjang perjalanan ke Gunung Bromo dengan menggunakan Jeep yang kami sewa, pengemudinya banyak bercerita tentang Gunung Bromo. Kami hanya mendengarkan ceritanya dengan antusias. Sambil memegang kemudi, sang sopir bercerita bahwa Gunung Bromo adalah gunung yang sakral bagi penduduk asli, yaitu masyarakat suku Tengger yang sebagian besar memeluk agama Hindu. Daerah ini juga menyimpan sejarah mengenai Kerajaan Hindu di pulau Jawa.

Selama perjalanan ini pula saya melihat banyak patung yang berbentuk seperti tugu berukuran kecil. Di dekatnya terdapat tempat untuk menaruh sesaji. Masyarakat setempat menyebutnya punden. Sesajen merupakan persembahan sebagai bentuk terima kasih ummat Hindu dan penghormatan kepada leluhur.

Sopir juga bercerita, ternyata beberapa hari sebelumnya ada penyelenggaraan ibadah khusus atau ritual yang digelar oleh masyarakat suku Tengger, sehingga kawasan wisata Bromo ditutup untuk wisatawan. Syukurlah kawasan wisata ini sudah dibuka saat kami berkunjung ke sana.

Sesampainya di Gunung Bromo, kami turun dari Jeep, dan  disambut dengan panorama yang menawan. Perjalanan yang cukup panjang, melewati jalan yang menanjak, semua kelelahan itu terbayarkan setelah melihat keindahan Gunung Bromo. Kami juga disambut oleh berbagai tawaran untuk naik kuda. Saya, mama, dan adik pun tertarik dan memutuskan naik kuda. Tarif naik kuda pulang-pergi sebesar Rp200 ribu.

Pemandangan alam dari Tosari, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. (Foto/Cut Nauval)

Dari atas kuda, kami bisa melihat hamparan padang pasir yang sangat luas, yang dihiasi batu-batuan berbagai bentuk yang tersebar di sekitar Gunung Bromo. Padang pasir ini punya daya tarik tersendiri yang membuat pengunjung terhipnotis karena pesonanya. Menikmati pemandangan Gunung Bromo dari atas kuda menjadi pengalaman yang unik bagi saya.

Di akhir perjalanan, setelah saya turun dari kuda, saya sempat bertanya kepada pemandu yang menyewakan kudanya kepada kami. Ternyata kuda yang saya tumpangi namanya Rezeki.

“Wah, namanya bagus sekali Rezeki,” saya menyampaikan rasa kagum saya. Terima kasih Rezeki karena sudah membawa saya melihat indahnya pemandangan Gunung Bromo.

Objek wisata kawah yang berada di kawasan Gunung Bromo juga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Untuk mencapai ke kawah, kami harus berjalan menaiki sekitar 250 anak tangga. Kami pun mendaki bersama-sama untuk menuju ke kawah tersebut. Sesampainya di atas, yang pertama kali terasa oleh saya adalah hawa belerang yang sangat kuat. Asapnya membumbung dari kawah yang berada di bawah, ditambah dengan suara gemuruh berasal dari kawah itu membuat saya merinding.

Kami tidak menghabiskan banyak waktu di sana, hanya berfoto sebentar, dan saya sempat berbincang juga dengan wisatawan asing di sana yang terlihat antusias membuat video (vlog). Tidak hanya wisatawan lokal, banyak juga wisatawan dari mancanegara yang berkunjung ke kawah ini. Selesai berfoto, kami pun kembali turun karena hari sudah mulai petang.

Kawah Gunung Bromo. (Foto/Cut Nauval d)

Setelah dari kawah, kami mampir sebentar ke Bukit Cinta dan Bukit Teletubbies. Pemandangan di sana juga bagus sekali untuk berfoto.

Karena hari sudah malam, kami pun kembali ke penginapan yang sudah kami sewa, masih sekitar di kaki Gunung Bromo. Lokasinya berada di Tosari. Nama penginapan kami Bromo Backpacker Tosari. Pemandangan alam yang terlihat dari tempat penginapan kami pun tidak kalah cantik! Pegunungan dan pemandangan alam seperti hamparan pohon hijau jika dilihat dari sudut ini sangat menawan. Rumah-rumah ibadah, seperti pura, masjid, juga bisa terlihat dari sini.

Tampak pula rumah-rumah penduduk sekitar yang bersusun mengikuti topografi wilayah ini dan awan yang menyelimutinya. Kombinasi dari berbagai elemen inilah yang membentuk sebuah pemandangan yang keren. Lukisan alam yang luar biasa indah. Mirip seperti pemandangan di film-film Barbie!

Salah satu keinginan saya selama ini yang sudah saya idamkan dalam hati adalah suatu saat bisa datang ke Bromo. Akhirnya, keinginan saya bisa tercapai. Tak hanya itu, perjalanan ini juga mendekatkan kami sekeluarga. Saya bisa mengenal adik ipar saya lebih dekat, begitu pula mama bisa lebih akrab dan mengenal menantunya lebih dalam.

Taman Bunga Edelweiss

Keesokan paginya, kami pergi ke destinasi wisata selanjutnya. Perjalanan kami mengunjungi Taman Edelweiss, tepatnya berada di Desa Wonokitri. Perjalanan ke Taman Edelweiss ini ternyata cukup ekstrim juga karena jalannya yang tidak terlalu lebar dan menanjak.

Lagi-lagi, mama yang memegang kendali menyetir mobil menunjukkan keahliannya ketika melewati jalanan ini. Saya salut dengan mama!

Di Taman Edelweiss Desa Wonokitri, bunga edelweiss dibudidayakan  karena ini adalah tanaman yang dilindungi oleh undang-undang. Selain budidaya dalam rangka konservasi, ternyata bunga edelweiss juga erat kaitannya dengan budaya masyarakat di Desa Wonokitri, khususnya suku Tengger.

Mereka (suku Tengger) memanfaatkan bunga-bunga edelweiss ini untuk upacara ritual keagamaan. Ketika saya bertanya pada salah seorang pengelola Taman Edelweiss, ada dua alasan bunga edelweiss dibudidayakan, yaitu alasan konservasi dan budaya. Dari perjalanan ini, saya mendapat pengetahuan baru.

Sayangnya, pada waktu kami datang ke sana bunga edelweiss belum mekar. Menurut salah satu pengelola di sana, bunga edelweiss biasanya bermekaran sekitar bulan Juli atau Agustus. Meski kami tidak sempat melihat bunga edeweiss yang mekar, kami tetap bisa menikmati suasana dan pemandangan alam di tempat ini.

Suasananya yang berkabut dan hamparan bunga yang luas, cocok untuk bersantai, sambil menikmati kopi. Tidak heran, karena keindahan alamnya, banyak spot foto yang menarik di tempat ini. Setelah berfoto dan mengabadikan momen bersama, kami langsung kembali pulang menuju Surabaya.

Sebelum pulang ke Surabaya, kami sempat menyeberang ke pulau Madura, khusus untuk makan bebek Sinjay. Antusiasme saya untuk mengeksplor berbagai tempat di Indonesia pun semakin meningkat karena perjalanan ini.

Sesampainya kami di Surabaya, tiba-tiba mama mencetuskan sebuah ide. “Sekalian saja kita ke Bali, sudah tanggung juga. Kita pas-pasin saja budget-nya supaya bisa liburan ke Bali. Ya setidaknya kita nanti sudah menginjakkan kaki di pulau Dewata.

Jadi saat itu juga mama langsung mencari info transportasi untuk berangkat ke Bali. Jarak antara Surabaya dan Bali sendiri kurang lebih 420 Kilometer. (*)

Laporan terkait: Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Keindahan Pulau Jawa Hingga Dewata (Bagian II)

Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui: Menjelajah Yogyakarta dan Solo (Bagian III)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER