Minggu, November 24, 2024
spot_img
BerandaLaporan KhususRumoh Geudong Riwayatmu Kini

Rumoh Geudong Riwayatmu Kini

“20 Agustus 1998 petang, Rumoh Geudong dibakar massa karena tersulut emosi”

Kisah kengerian Rumoh Geudong kembali muncul dalam alam pikiran publik, khusunya di Aceh, menjelang kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Desa Billie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, pada Selasa 27 Juni 2023.

Rumoh Geudong merupakan tempat yang dijadikan sebagai tempat penyiksaan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Tahun 1989, Menpangab Jenderal (Purnawirawan) LB Moerdani menetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) dengan sandi Operasi Jaring Merah (OJM). Saat itu Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dijabat oleh Jenderal Tri Sutrisno. Sedangkan Panglima Kodam I Bukit Barisan sejak tahun 1990 hingga 1998 dijabat oleh enam Jenderal mulai dari Mayjen TNI Joko Pramono (1988-1990), Mayjen TNI Raden Pramono (1990-1993), kemudian Mayjen TNI Albertus Pranowo (1993-1994), Mayjen TNI Arie Jeffry Kumaad (1994-1995), Mayjen TNI Sudaryanto (1995-1997), dan Mayjen TNI Tengku Rizal Nurdin (1997-1998) dan merekalah yang tau betul konsep operasi di Aceh.

Lalu, karena militer daerah Aceh tunduk ke Kodam 1 Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara, setelah Kodam I Iskandar Muda berkedudukan di Banda Aceh dilikuidasi tahun 1985, adalah untuk memburu kelompok Aceh Merdeka (AM) yang ingin memisahkan Aceh dari Republik Indonesia. ABRI menyebutnya dengan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK).

Kala itu, ABRI membentuk beberapa satuan tugas, mulai dari tanggung jawab teritorial hingga operasi.  Salah satu tempat yang dijadikan pos satuan taktis yakni Satuan Gabungan Intelejen (SGI) yang berada di Desa Bulie, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie (Rumoh Geudong) pada April 1990.

Pada 17 Maret 1993, Presiden Seoharto menggantikan LB Moerdani sebagai Menpangab dengan Jenderal (Purnawirawan) Edi Sudrajad, namun perburuan terhadap GPK di Aceh terus berlanjut hingga pergantian Menpangab Jenderal Wiranto, pada 14 Maret 1998, lima bulan menjelang penarikan status DOM Aceh.

Di tahun itu, Rumoh Geudong masih berfungsi aktif sebagai camp kosentrasi yang dianggap sebagai kelompok separatis hingga menjelang penarikan status DOM pada 7 Agustus 1998 oleh Presiden kedua Indonesia Bj Habibie, disusul penarikan seluruh tentara operasi pada 22 Agustus 1998.

Namun dua hari menjelang penarikan seluruh pasukan operasi, pada 20 Agustus 1998 petang, Rumoh Geudong dibakar massa karena tersulut emosi dan kebencian mendalam terhadap anggota ABRI yang menculik, menyiksa, dan membunuh rakyat Aceh di era DOM 1989-1998.

Rumoh Geudong dibakar rata dengan tanah di usia 180 tahun. Jauh sebelum itu, rumoh (rumah) yang dibangun Ampon Raja Lamkuta tahun 1818 ini, sangat berperan ketika rakyat Aceh berperang melawan Belanda dan saat pendudukan Jepang.

Sebelum Rumoh Geudong dibakar massa, Baharuddin Lopa dan kawan-kawan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumpulkan bukti-bukti permulaan tentang adanya pelanggaran HAM berat oleh unit SGI di Pos Sattis Rumoh Geudong, meski akhirnya pada 2020 Komnas HAM merekomendasikan dan menetapkan adanya pelanggaran HAM berat.

Setelah 25 tahun berlalu, pemerintah pusat melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Pelaksana Pemantau Hak Asasi Manusia (PPHAM) melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM tahun 2020.

Kini, lokasi dan puing Rumoh Geudong sudah rata dengan tanah, yang tersisa hanyalah tangga beton dan sumur tua untuk dijadikan tempat pertemuan antara korban konflik Aceh dengan Presiden RI Joko Widodo pada kick of penyelesaian HAM berat dengan non yudisial pada 27 Juni 2023.

Menurut informasi, lokasi Rumoh Geudong pada Selasa 27 Juni 2023 akan dihadiri sekitar 500 tamu undangan dari Jakarta dan 500 dari Aceh serta Pidie.

“Dari informasi awal kemungkinan akan hadir 500 tamu undangan dari Jakarta dan 500 dari Aceh dan Pidie,” sebut Penjabat (Pj) Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto, kepada KBA.ONE, Jumat 23 Juni 2023.

Tentang jumlah korban kekerasan Rumoh Geudong, Wahyudi menyebut setelah dilakukan verifikasi kemudian di BAP oleh Komnas HAM yang didukung Paska selalu LSM lokal sekitar 58 Kepala Keluarga (KK) atau 133 Jiwa. Kata dia, mereka ini nantinya mendapat bantuan sejenis jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan.

Soal pro dan kontra tetang penghilangan jejak Rumoh Geudong, Wahyudi menilai wajar, tetapi pihaknya berkeinginan untuk menghapuskan luka dan dendam di masa mendatang. Menurutnya, jika ada jejak tentu akan muncul dendam kembali generasi mendatang.

“Pada awalnya kita mengusulkan di lahan bekas Rumoh Geudong itu untuk dibangun pesantren. Tapi, karena lahannya disebut kurang luas, maka para keluarga korban menyarankan untuk dibangun masjid, dan kita setuju,” kata Pj Bupati Pidie.

Lanjutnya, karena keluarga dan ahli waris korban menyetujui gagasan tersebut maka pada bulan Mei lalu, Pemkab Pidie mulai menjajaki pemilik lahan Rumoh Geudong tersebut untuk dibebaskan.

“Berdasarkan ahli waris pemilik lahan dan Rumoh Geudong adalah almarhum Teuku Abdurrahman dan diwariskan kepada lima orang anak anaknya, empat putri dan satu putra, tiga putri menetap di Jakarta dan satu putri dan satu putra menetap di Medan, Sumatera Utara dan mereka sudah setuju lahan tersebut dibebaskan,” katanya.

Wahyudi menyampaikan untuk pembebasan lahan seluas kurang lebih 7.000 meter persegi itu, Pemkab Pidie merogoh kocek sebanyak Rp4 miliar yang bersumber dari APBK Pidie 2023 pada pos Anggaran Belanja Tak Terduga (BTT). “Harga tersebut berdasarkan penetapan oleh KJPP,” katanya.

Intinya, sebut Pj bupati, Pemkab Pidie ingin membuat suasana kunjungan presiden nanti layaknya kota santri, sebab pihaknya akan melibatkan ribuan santri dan majelis zikir di lokasi Rumoh Geudong tersebut. (Kba.one)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER