Aroma kopi semakin menghujam ke dalam hidung ketika asap dari pembakaran itu mungepul keluar seketika dan api mulai padam dan roasting selesai.
Medio tahun ini, jurnalis berkesempatan berkunjung ke sebuah lokasi roasting kopi di kawasan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh.
Proses pemanggangan biji mentah (green bean) kopi hingga menciptakan aroma, menjadi sebuah rujukan kata yang paling tepat menggambarkan roasting tradisional yang dimaksud dalam tata Bahasa Indonesia.
Saat itu, Pj Sekda Banda Aceh, Wahyudi berkunjung ke salah satu pabrik roasting kopi yang terkenal sekawasan Ulee Kareng. Di lokasi itu tidak hanya kopi Gayo jenis arabika saja yang diroasting namun juga kopi jenis kedua yakni robusta pun diolah di sana.
Jika dewasa ini kita melihat roasting kopi sudah menggunakan mesin, seperti di beberapa warung kopi di kawasan Peunayong, Banda Aceh. Namun, cara roasting tradisional di Ulee Kareng ini menjadi salah satu daya tarik eksotis bagi wisatawan.
Cara tradisional tersebut dimulai dari pemilihan biji kopi berkualitas, kemudian dimasukan ke dalam sebuah tangki besi berkapasitas 50 Kg.
Setelahnya, tangki besi dibakar menggunakan api besar dari kayu bakar sambil diputar melalui alat bantu dari luar agar membuat biji kopi matang merata.
Meski tertutup rapat, namun aroma wangi biji kopi yang sudah mulai matang dalam proses pembakaran itu pun semerbak menyebar dan menusuk hidung. Aroma kopi itu pun semerbak menyeruak ke segala penjuru ruang bangunan 10 kali 10 meter itu.

Aroma kopi semakin menghujam ke dalam hidung ketika asap dari pembakaran itu mungepul keluar seketika dan api mulai padam dan roasting selesai. Pekerja secara pelan-pelan membuka pengait dan kunci yang menutup tangki besar itu, hingga asap putih menggumpal keluar.
Aroma kopi tersebut semakin membuat penulis betah untuk berlama-lama di sana, karena asap kopi yang menusuk ke dalam hidung menciptakan kenyamanan dan ketenangan.
Setelahnya, sang pekerja pun menurunkan biji kopi yang telah matang itu ke sebuah wadah yang terbuat dari kayu dengan lebar semeter kali dua meter.
Dengan giatnya, sang pekerja pun mengurai kopi sembari menghidupkan kipas angin besar untuk proses pendinginan. Asapnya pun semakin menggumpal dan aromanya kembali menyeruak kemana-mana.
Prosesnya begitu cepat, hingga biji kopi yang telah matang selesai. Setelah selesai, beberapa pekerja lain terlihat sibuk mempersiapkan kemasan kertas coklat untuk membungkus kopi sesuai pesanan, ada yang 5 Kg, 10 Kg hingga 30 Kg dengan biji kopi utuh.
Di sisi lain, empat pekerja perempuan pun bersiap menggiling kopi secara tradisional. Kayu besar dengan panjang lebih kurang 2 meter di sisi depan sudah terdapat ujung kayu untuk menumbuk dan menghaluskan kopi, di sisi belakang nya tiga pekerja wanita bersiap mengangkat kayu itu dibantu kain agar lebih ringan.

Tiga wanita di sisi belakang pun menunggu instruksi satu wanita di depan yang sedang memasukan biji kopi untuk ditumbuk. Pelan-pelan ketiga pekerja menggerakkan kakinya dengan kain yang sudah terlilit di kayu panjang itu, agar disisi depan bisa menumbuk kopi yang telah dimasukan.
Kopi yang sudah halus pun, perlahan diambil dan terus berganti dengan biji kopi baru masuk. Pola ini terus terjadi sampai biji kopi halus dan memudahkan pembeli untuk bisa langsung menyeduhnya menjadi sebuah minuman yang nikmat.
“Kopi yang halus ini sesuai pesanan. Dia pesan 15 Kg, ya kita siapkan,” kata seorang ibu yang sedang memasukan biji kopi bergantian hingga halus.
Aromanya pun tak kalah menusuk hidung, kopi bubuk yang sudah halus itu pun mengeluarkan aroma yang sangat khas pada sebuah kualitas kopi Gayo Arabika. Semua orang pasti, sudah memahami kualitas rasa kopi Aceh ini yang terkenal seantero dunia.
“Ini menjadi salah satu potensi daya tarik eksotis kopi Aceh bagi wisatawan. Setiap daerah berbeda cara roasting kopinya,” sebut Wahyudi.
“Jika kita ke Samosir, kopi Silintong, atau ke Sidikalang dengan kopi Sidikalang, mereka juga punya cara sendiri mengolah biji kopinya. Ini potensi daya tarik eksotisme roasting kopi Aceh dengan kearifan lokalnya,” lanjut Pj Sekda Aceh Wahyudi kepada penulis.
Apakah anda tertarik? Silahkan berkunjung ke Roasting Kopi di Ie Masen, Ulee Kareng. Jangan lupa membeli kopi di sana dan sekalian minta izin untuk melihat langsung proses roasting tradisionalnya. (*)