Rabu, September 18, 2024
BerandaInforial Pemerintah AcehPotret IKM Pengolahan Sabut Kelapa di Masa Pandemi, Meski Produksi Turun 50...

Potret IKM Pengolahan Sabut Kelapa di Masa Pandemi, Meski Produksi Turun 50 Persen Tetap Pekerjakan 15 Karyawan

“Selama pandemi, penurunan produksi mencapai 50 persen. Namun demikian, walaupun produksi menurun, usaha tetap jalan dan mempekerjakan 15 karyawan di masa pandemi ini”

— M.Jamil ZA, Pelaku IKM —

Pandemi COVID-19 membuat lesu hampir semua sektor ekonomi, termasuk industri kecil menengah (IKM) yang ada di Provinsi Aceh. Bahkan pandemi berdampak kepada banyak perusahaan yang terpaksa menghentikan aktivitas serta merumahkan karyawannya.

Namun tidak demikian dengan salah satu IKM pengolahan sabut kelapa di Desa Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Meski terimbas pandemi COVID-19, usaha milik M.Jamil ZA ini tetap mempekerjakan 15 karyawannya.

M.Jamil merupakan pelaku IKM yang memiliki usaha pengolahan sabut kelapa dengan merek Bina Usaha, yang mengolah sabut kelapa menjadi produk keset kaki, tali, dan jenis produk lainnya, yang tetap bisa bertahan di masa sulit ini.

Kepada Waspadaaceh.com, Selasa (27/4/2021), M.Jamil mengatakan, selama COVID-19 produksi barang dari serat sabut kelapa berkurang. Kata Jamil, selama pandemi, penurunan produksi mencapai 50 persen. Namun demikian, walaupun produksi menurun, usaha tetap jalan dan mempekerjakan 15 karyawan di masa pandemi ini.

Dia mengakui, pada masa pandemi, produksi serat sabut kelapa menurun. Begitu juga produksi barang-barang yang bahan bakunya dari serat sabut kelapa, seperti keset kaki, pot, tali tambang, dan produk lainnya. Namun demikian, permintaan cocopeat (serbuk sabut kelapa) meningkat, karena bersamaan musim bunga.

Dia juga mengatakan, tetap memproduksi produk-produk dari bahan serat sabut kelapa selama bulan Ramadhan. Meski demikian, aktivitas penggilingan sabut kelapa selama puasa diberhentikan, dan akan dilanjutkan setelah Lebaran nanti.

Produksi barang-barang seperti keset kaki, pot, tali dan lainnya, menggunakan stok bahan baku serat sabut kelapa yang masih tersedia.

“Penggilingan tersebut dihentikan karena bulan puasa, bahan baku juga kurang, karena banyaknya pemetikan kelapa muda sebagai buka puasa. Sedangkan serat sabut kelapa harus dari kelapa yang sudah tua. Jadi selama puasa kami memutuskan untuk tidak ada penggilingan sabut kelapa, tapi produksi bahan tetap ada walaupun sedikit berkurang,” ucap M.Jamil.

Ketua Forum Daerah Usaha Kecil dan Menengah (Forda UKM0 Aceh Besar itu berharap kepada Dinas Perindutrian dan Perdagangan Aceh untuk bisa melihat langsung bagaimana perkembangan dari produksi sabut kelapa miliknya.

Selain itu harapanya kepada pemerintah untuk terus memberikan suport dan membantu agar usahanya itu bisa semakin berkembang.

Menurut M.Jamil, usaha pengolahan sabut kepala tersebut mampu membuka lapangan pekerjaan, dan itu sama saja  membantu pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran di Aceh.

Usaha Dibangun dari Bawah

“Awalnya saya bekerja sendiri. Keset kaki ini saya bawa naik labi labi (angkot) ke Pasar Aceh. Di pasar, barang ini saya panggul sendiri, dan saya jajakan ke pembeli, dan ke toko-toko. Kadang tak ada yang laku. Harus saya bawa pulang lagi,” cerita M.Jamil, mengenang masa-masa sulit ketika dia baru merintis usahanya, sekitar 40 tahun lalu.

Kata M.Jamil, kerja kerasnya di masa lalu kini telah membuahkan hasil, mampu mempekerjakan orang-orang di sekitarnya. Di rumah produksinya ini lah M.Jamil mengolah sabut kelapa untuk diambil seratnya. Padahal selama ini sabut kelapa itu terbuang seperti sampah, dan dia olah menjadi bahan yang bernilai ekonomis dan bermanfaat.

“Awalnya hati saya tergerak setelah melihat banyak sabut kelapa yang terbuang menjadi sampah di daerah ini. Saya berpikir, bagaimana caranya agar ‘sampah’ ini bisa bermanfaat. Sejak itulah saya mulai coba mengolahnya dengan alat sederhana dan seadanya,” lanjut M.Jamil berkisah.

M.Jamil awalnya memanfaatkan sepeda dayung yang dia modifikasi untuk mengangkut sabut kelapa dari seputran kampungnya. Lama ke lamaan, ketika kebutuhan bahan baku sabut kelapa semakin besar, M.Jamil mulai menggunakan mobil pick up. Kini dia mendapat suplai bahan baku dari pelanggannya.

“Ini pak, hasil dari usaha kita selama ini,” kata M.Jamil sambil menunjuk sebuah mobil pribadi warna putih, Toyota Avanza Velos, yang parkir di depan kantornya. Selain mobil pribadi, pengusaha yang mudah senyum ini juga memiliki mobil niaga, jenis pick up, untuk mendukung usahanya.

Pria yang kini kerab menjadi instruktur untuk pelatihan keterampilan dan kewirausahaan ini mengaku, paska tsunami, dia sempat kehilangan semangat. Tapi kondisi itu tidak lama, dan M.Jamil bangkit kembali.

Kadis Perindag Aceh: Butuh Akses Pasar

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Mohd Tanwier mengatakan, menghadapi pandemi COVID-19 yang telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi, khususnya di Provinsi Aceh, para pelaku IKM (industri kecil dan menengah), membutuhkan dukungan akses pasar.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Mohd Tanwier. (Foto/Ist)

“Sektor IKM yang sampai saat ini masih bertahan dan mendukung perekonomian daerah. Karena itu kita patut mendukung sektor IKM ini, khususnya untuk akses pemasaran produk mereka,” kata Kadis Perindag Aceh, Mohd Tanwier, di ruang kerjanya, Selasa (20/4/2021).

Menurutnya, di Provinsi Aceh saat ini terdapat hampir 41 ribu IKM, yang tersebar di seluruh daerah di Aceh. Keberadaan IKM di Provinsi Aceh ini menjadi bagian penting dalam mendukung perekonomian di daerah, karena mereka hidup dari hasil penjualan produknya sendiri.

Selain itu, para pelaku IKM, contohnya usaha pengolahan serat sabut kelapa seperti M.Jamil, mampu membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitarnya.

“IKM ini yang bisa kita katakan benar-benar mandiri. Mereka bekerja memproduksi berbagai produk, kemudian menjualnya kepada masyarakat. Jadi mereka hidup dari hasil penjualan produknya sendiri,” lanjut Kadis Perindag Aceh itu. (Kia Rukiah)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER