Banda Aceh (Waspada Aceh) – Misteri kematian siswa kelas 1 Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong, Raihan Alsyahri, 16, semakin terkuak. Setelah memastikan adanya penganiayaan di balik kematian tersebut, kepolisian membekuk seorang tersangka.
Pemuda bernisial AN, yang tak lain adalah senior korban di sekolah itu, ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan hingga tewas, setelah Polresta Banda Aceh menemukan bukti dan keterangan saksi.
Sebelumnya, Jumat pekan lalu (1/3/2019), Raihan ditemukan dalam kondisi tewas di atas bukit yang jaraknya 300 meter dari SUPM Ladong. Jasadnya ditemukan seorang warga yang tengah mengembala ternak, tak jauh dari situ.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno Riyanto, yang ditemui Rabu (6/3/2019) menyatakan, tak ada CCTV yang merekam penganiayaan itu. Namun, hasil pemeriksaan 18 orang saksi telah memberi cukup petunjuk bagi polisi untuk menyingkap adanya kekerasan terhadap korban.
“Petunjuk itu pula yang menuntun kita hingga menemukan AN sebagai pelakunya,” kata Trisno.
Kronologi Penangkapan
Dari penelusuran saksi, diketahui sedikitnya terjadi dua kali penganiayaan terhadap Raihan Alsyahri. Pertama, di hari Senin (25/2/2019), ketika pelaku hendak meminta uang kepada salah seorang teman seangkatan korban. Temannya itu mengaku sedang tidak punya uang, karena telah meminjamkannya kepada korban. Dari situ pelaku lalu menemui korban untuk menagih uang tersebut.
“Di situ kita duga terjadi penganiayaan terhadap korban, saat meminta uang itu. Lokasi penganiayaan dekat mushala. Ada saksi yang melihat kejadian itu, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Trisno.
Usai dianiaya, korban masih bisa beraktifitas seperti biasa di sekolah. Namun, di hari berikutnya, Rabu (27/2/2019) penganiayaan kembali terjadi di tempat berbeda, yakni di dekat kapal. “Hari Rabu itu terakhir kalinya korban terlihat di sekolah. Dia menghilang sampai beberapa hari, lalu ditemukan dalam kondisi meninggal,” terang Trisno.
Sehari usai penemuan jasad korban, polisi langsung memulai penyelidikan. Dari pemeriksaan saksi, penyelidikan barang bukti hingga proses otopsi, pada Sabtu (2/3/2019), polisi pun menangkap AN di Sabang.
“Sebelumnya tersangka minta izin ke pihak sekolah, katanya ingin berobat ke Sabang. Tapi kita curiga pelaku tak ada itikad bakal kembali, saya langsung perintahkan untuk menangkapnya,” ujar Trisno.
Kini, tersangka AN sudah ditahan di LP Anak. Polisi pun terus mendalami fakta-fakta kasus ini, menelusuri satu per satu keterangan saksi dan mencocokkannya dengan barang bukti yang ada.
“Kita ingin menggali secara utuh kronologi yang memuat rentang waktu antara kejadian penganiayaan dengan hari ditemukannya jasad korban,” kata Trisno.
Menurutnya, banyak kejanggalan dalam rentang waktu tersebut, terutama dari keterangan saksi yang mengaku tidak bisa berbuat apapun ketika melihat penganiayaan itu. Ada indikasi kekerasan senior semacam itu sudah sering terjadi, meski baru pertama kalinya memakan korban.
Perhatian polisi juga menyasar ke pihak sekolah. Menurutnya, sekolah terkesan abai memantau kondisi siswanya yang mengalami kekerasan.
“Kepada pihak sekolah, saya ingin tegaskan bahwa pengawasan anak didik di sekolah asrama harusnya lebih ketat, termasuk jaminan kesehatannya. Kalau ada yang sakit ya harusnya langsung ditangani,” kata dia.
“Kalaupun ada kejadian tertentu, pasti ada apel rutin kan, seharusnya disitu bisa ketahuan. Itu wujud tanggung jawab,” tambahnya lagi. (Fuadi)