Banda Aceh (Waspada Aceh) – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki, menyampaikan 16 poin pendapat akhir pada sidang paripurna DPRA, di Gedung Utama DPRA, Kamis sore (3/8/2023).
Pendapat akhir ini disampaikan setelah Badan Anggaran DPRA, serta fraksi-fraksi DPRA menyusun dan menyampaikan pendapat akhir terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2022.
Gubernur menjelaskan, segala pendapat, usul, saran, dan koreksi yang bersifat konstruktif selama masa persidangan ini akan menjadi perhatian untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Diketahui, sebelumnya Banggar DPRA menyampaikan 26 poin rekomendasi dan catatan penting untuk segera ditindaklanjuti oleh Pj Gubernur Aceh. Menangapi hal itu, Pj Gubernur memberikan pendapat akhir terkait Raqan APBA 2022.
Pj Gubernur mengatakan berkenaan dengan pendanaan program dan kegiatan yang membutuhkan pendanaan besar dan berkelanjutan, serta pemeliharaan infrastruktur yang memerlukan biaya besar seperti jalan MYC, KIA Ladong, pembangunan rumah sakit regional, dan kegiatan lainnya, Pemerintah Aceh telah dan akan terus melakukan pendekatan dan koordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait untuk didanai dari APBN serta sumber pendanaan lainnya.
“Dalam hal peningkatan kinerja SKPA terutama berkaitan dengan sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPA, telah kami perintahkan Kepala Bappeda Aceh untuk mengoordinasi proses penyusunan perencanaan pembangunan Aceh yang terintegrasi,” sebutnya.
Kemudian, berkenaan dengan keberadaan Sekretariat P2K APBA yang selama ini berada di bawah koordinasi Bappeda Aceh dan Biro Administrasi Pembangunan Setda Aceh, akan diperintahkan Biro Organisasi Setda Aceh untuk mengkaji tugas, fungsi dan kewenangan P2K APBA sehingga dapat mendukung kinerja Pemerintah Aceh.
Di samping itu kata Achmad Marzuki, Pemerintah Aceh juga berusaha meningkatkan target Pendapatan Asli Aceh dengan memaksimalkan kinerja dan menggali potensi-potensi sumber Pendapatan Asli Aceh sehingga ketergantungan terhadap pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat dapat dikurangi.
“Berkenaan dengan reward dan punishment terhadap kinerja SKPA, saat ini sedang dalam proses pemantauan dan evaluasi dan segera akan kita dapatkan hasilnya,” tuturnya.
Selanjutnya, terhadap keberlanjutan dana Otonomi Khusus (Otsus) melalui perubahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dia mengajak stakeholder melakukan advokasi dan konsultasi dengan DPR RI dan kementerian terkait.
Lebih lanjut kata Pj Gubernur, berkenaan dengan pelaksanaan Corperate Social Responsibility (CSR), dia meminta Kepala Bappeda Aceh untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan DPRA melalui komisi terkait.
Dia juga memerintahkan Inspektorat Aceh untuk terus mengoptimalkan tugas, fungsi dan kewenangannya dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan Aceh. Apabila ditemukan potensi pelanggaran dan penyelewengan segera ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Berkenaan dengan penegakan syariat Islam di Aceh, mari bersama-sama untuk terus melaksanakan tanggung jawab tersebut sesuai amanah ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keistimewaan dan kekhususan Aceh,” ajaknya.
Sementara, mengenai jumlah rumah layak huni bagi warga miskin Aceh yang sudah dibangun, dia memerintahkan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman Aceh serta Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh untuk memberikan data yang dibutuhkan oleh DPRA.
Sedangkan, bekenaan dengan SiLPA, pada tahun 2022 Pemerintah Aceh telah dapat menurunkan nilai SiLPA dibandingkan dua tahun terakhir. Hal ini karenakan serapan realisasi belanja di masing-masing SKPA dapat tercapai secara optimal, dikarenakan selalu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala melalui rapat pimpinan.
Lebih lanjut, kata Achmad Marzuki, berkenaan dengan optimalisasi pengelolaan aset yang belum berjalan baik, saat ini Pemerintah Aceh telah melakukan beberapa strategi. Di antaranya Pemanfaatan Aset Idle Pemerintah Aceh.
Berkaitan dengan harga pupuk bersubsidi yang tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), pihaknya akan meminta Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Aceh untuk berkoordinasi dengan KP3 kabupaten/kota.
Begitu juga dengan penurunan angka stunting, Pemerintah Aceh telah melakukan intervensi pada remaja dengan edukasi dan pemberian tablet tambah darah. Pada ibu hamil, juga telah melakukan intervensi dalam bentuk pemeriksaan kehamilan selama enam kali, konsumsi tablet tambah darah, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil.
“Sedangkan terhadap Balita intervensi yang kami lakukan berupa sosialisasi pemberian ASI eksklusif, pemantauan tumbuh kembang, dan pemberian makanan pendamping ASI yang tinggi protein,” jelasnya.
Terhadap masih adanya beberapa Rancangan Qanun Aceh yang belum mendapatkan hasil fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri sehingga belum dapat diproses lebih lanjut. Pemerintah Aceh akan berkoordinasi atau melakukan pertemuan khusus dengan pihak Kemendagri untuk mencari alternatif penyelesaiannya.
“Untuk itu, kami berharap alat kelengkapan DPRA yang membahas Rancangan Qanun Aceh dimaksud untuk dapat ikut serta dalam pertemuan tersebut,” tutupnya. (*)