Kamis, Desember 5, 2024
spot_img
BerandaNasionalPenyebaran Berita Hoax Semakin Mengkhawatirkan

Penyebaran Berita Hoax Semakin Mengkhawatirkan

Banyak berita hoax yang diproduksi oleh situs-situs yang mengaku sebagai media siber dan penyebarannya meluas karena terbantu media sosial (medsos). Masyarakat sulit untuk membedakan mana berita yang benar dan mana informasi hoax (bohong).

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada Konvensi Nasional Media Massa, dalam kaitan Hari Pers Nasional (HPN) 2018, di Padang, Sumatera Barat, Kamis (8/2/2018). Hari Pers Nasional 2018 juga dihadiri Presiden RI, Joko Widodo, pada puncak acara, Jumat (9/2) di Pantai Purus, Danau Cimpago, kota Padang.

“Berita-berita hoax itu belakangan semakin mengkhawatirkan, karena telah bercampur dengan ujaran kebencian, prasangka suku-agama-ras-antar golongan (SARA), paham radikalisme dan ajakan melakukan aksi kekerasan,” katanya.

Menurut Ketua Dewan Pers, berita hoax ini bukan semata memuat kobohongan, tapi juga menebar kebencian, prasangka, fitnah dan ketidak-percayaan kepada badan-badan publik. Fenomena ini kian menguat menjelang Pilkada 2018. Apalagi menyebarannya terbantu oleh media sosial sehingga menjadi viral di masyarakat. Untuk itu Dewan Pers mengingatkan bahwa tahun politik pada 2018 dan 2019 menjadi tantangan bagi pers di Indonesia untuk mempraktikkan jurnalisme yang profesional dan independen.

Menurut Yosep, dari catatan Dewan Pers, di Indonesia saat ini ada sekitar 2.000 media cetak. Dari jumlah itu hanya 567 media cetak yang memenuhi syarat kualifikasi Dewan Pers sebagai media profesional pada 2014. Pada 2015, angkanya menyusut menjadi 321 media cetak. Sedangkan jumlah media siber mencapai sekitar 43.300. Tapi kata Yosep, Dewan Pers mencatat media siber profesional dan lolos syarat pendataan Dewan Pers pada 2014 hanya 211 media siber. Angka ini menyusut lagi menjadi hanya 168 media siber pada 2015.

Berita 144 Karakter
Sementara, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, pada kesempatan itu mengatakan, kini di era digital, setiap orang bisa mendapatkan berita palsu atau hoax dan provocatif, yang ditujukan untuk individu, golongan, termasuk kepada pemerintah. Kita sangat sulit untuk dapat merespon dengan kecepatan dan ketepatan. Tantangan yang sulit ini bukan hanya dihadapi media saja, tapi kita semua.

Indonesia dihadapkan pada generasi milenial yang memiliki span of focus yang begitu pendek. Generasi yang lebih senang dan terbiasa dengan 144 karakter berita (berita dari medsos), yang sulit untuk memberikan informasi yang lengkap, benar dan seimbang.

“Saya berharap dunia pers dan media di Indonesia akan mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan perubahan teknologi, perubahan zaman dan perubahan generasi. Perubahan dibutuhkan baik dari sisi sarana, termasuk penyajian berita agar tetap memiliki connetion dengan perasaan, pikiran, aspirasi dan harapan masyarakat,” kata Sri Mulyani.

Pers adalah pemangku kepentingan dan sekaligus aktor yang penting dalam proses pembangunan negara. “Kepentingan kita sama, yaitu membangun dan memajukan Indonesia untuk menciptakan kemakmuran serta keadilan,” ujar Sri Mulyani.

Media Cetak Akan Kehilangan Wartawan
“Apa yang akan terjadi ke depan, tidak ada yang tahu. Kalau saya katakan, tiga bulan yang lalu saya akan keluar dari Jawa Pos, tidak ada yang tahu,” kata Dahlan Iskan, tokoh pers nasional pemilik perusahaan media grup Jawa Pos, di acara yang sama.

Dahlan menyebutkan, begitu cepatnya perkembangan teknologi digilat , kemudian pula sangat memengaruhi eksistensi media massa. “Banyak media massa cetak yang terus kehilangan oplahnya. Media juga mulai sulit menggaji wartawannya dengan gaji yang memadai,” ujarnya.

Kondisi tersebut, menurut Dahlan, akan terus terjadi. “Ada banyak wartawan yang kemudian mendirikan media dotcom (maksudnya media online – red). Tidak perlu modal besar, hanya dengan 11 juta, wartawan sudah bisa membuat media sendiri, “ kata Dahlan.

Mantan Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ini bahkan memperkirakan media massa konvensional akan terus kehilangan wartawannya. Menurut Dahlan, bila sekarang ini wartawan sebuah media cetak hanya bergaji 5 juta/bulan, dan dengan memiliki media online sendiri dia bisa mendapatkan hasil 10 juta, tentu wartawan akan memilih berpenghasilan 10 juta.

“Yakinlah media-media cetak akan terus kehilangan wartawannya. Wartawan akan memilih mendirikan media online sendiri. Selain mereka mendapatkan penghasilan lebih besar, wartawan ini memiliki kebanggaan sebagai bos, pemilik media dan eksistensinya sebagai wartawan tetap terjaga ,” lanjut Dahlan.

Dahlan Iskan mengingatkan, tidak usah terlalu banyak mendengar nasehat, tidak usah terlalu banyak mendengar perencanaan jangka panjang. Sulit sekali memperkirakannya, karena perubahan itu akan tetap terjadi. Menurutnya, hal itu baik-baik saja dan persaingan media ke depan akan menjadi persaingan yang sangat bebas.

“Pokoknya jangan dengarkan nasihat apa saja. Lakukan saja apa yang ingin anda lakukan, yang penting niatnya baik. Tetap harus menjaga etika, jangan memeras, Jangan melakukan hal-hal yang negatif,” katanya.

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER