Banda Aceh (Waspada Aceh) – Inflasi di Aceh pada 2024 tercatat berhasil dikendalikan di angka 2,51 persen, sesuai dengan sasaran inflasi nasional. Meskipun demikian, pengendalian inflasi yang ini dinilai kurang inovatif dan belum cukup efektif dalam menghadapi tantangan ekonomi yang lebih dinamis.
Prof. Bustanul Arifin, Guru Besar Universitas Negeri Lampung, dalam acara Aceh Economic Forum (AEF) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Aceh, Kamis (16/1/2025), mengatakan bahwa meski inflasi berada pada angka yang stabil, pendekatan yang dilakukan untuk mengendalikan perlu diperbarui agar lebih adaptif terhadap perubahan ekonomi yang cepat.
“Suplai bahan pangan yang cukup dan pengelolaan stok yang baik menjadi kunci pengendalian inflasi. Namun, perlu ada peningkatan inovasi dalam pengelolaan bahan pangan dan distribusi yang lebih efisien,” ujar Bustanul.
Faktor utama yang mendorong inflasi di Aceh adalah harga pangan dan administrasi harga, termasuk kenaikan cukai hasil tembakau yang berimbas pada harga rokok. Meskipun pengendalian inflasi Aceh berhasil, Bustanul menilai bahwa kebijakan yang diterapkan selama ini kurang inovatif untuk menanggulangi dampak fluktuasi harga yang semakin kompleks.
Selain itu, meski pemerintah telah menaikkan harga pembelian gabah kering panen (HPP) menjadi Rp6.500 per kilogram, serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) beras yang tetap tidak dinaikkan, sistem yang ada dinilai belum cukup efisien dalam mengatur stabilitas harga gabah dan beras di pasar.
Prof. Bustanul menambahkan bahwa sektor pertanian yang menjadi sektor utama perekonomian Aceh, perlu didorong dengan penggunaan teknologi dan digitalisasi yang lebih maju, untuk meningkatkan produktivitas dan mengoptimalkan pengolahan hasil pertanian.
Tanpa inovasi tersebut, sektor ini masih akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga kestabilan harga pangan.
“Reformasi dalam sektor pertanian dan penguatan teknologi dalam sistem distribusi menjadi langkah penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga kestabilan harga,” jelasnya.
Untuk ke depannya, Aceh membutuhkan kebijakan pengendalian inflasi yang lebih inovatif dan adaptif agar tidak hanya menjaga kestabilan harga, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. (*)