Banda Aceh (Waspada Aceh) – Pelaku usaha di Banda Aceh diminta untuk menunjukkan komitmen mereka dalam mendukung penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Kebijakan ini diatur dalam Qanun No. 5 Tahun 2016 dan bertujuan melindungi masyarakat dari paparan asap rokok, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.
Hal ini disampaikan dalam acara Capacity Building untuk masa depan kota sehat yang digelar Aceh Institute pada Selasa (17/12/2024). Kegiatan ini mengundang berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha dari sektor kuliner seperti kafe dan restoran, yang menjadi lokasi dengan tingkat pelanggaran KTR tertinggi.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Lukman, menjelaskan bahwa penerapan KTR bertujuan melindungi masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan, dari paparan asap rokok. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang lebih sehat dengan udara bersih, terutama di ruang-ruang publik.
Peran Penting Pelaku Usaha
Menurut Lukman, kolaborasi pelaku usaha sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi KTR. Pasalnya, lokasi seperti kafe, restoran, warung kopi, dan hotel masih menjadi titik dengan tingkat pelanggaran KTR tertinggi. Dari 1.166 lokasi yang telah dipasangi tanda larangan merokok, sebanyak 48% pelanggaran terjadi karena tidak adanya tanda larangan yang memadai.
“Kami berharap pelaku usaha tidak hanya mematuhi aturan, tetapi juga berkontribusi secara aktif dalam menjaga kesehatan masyarakat dengan memastikan bahwa area usahanya benar-benar bebas asap rokok,” ujar Lukman.
Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Daniel Abdul Wahab, mengakui bahwa penerapan Qanun No. 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok masih menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah resistensi dari sebagian masyarakat dan pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami manfaat kebijakan ini.
“Selain pemasangan stiker dan tanda larangan, kami mendorong adanya infrastruktur pendukung seperti area khusus merokok di tempat usaha. Ini akan membantu mengurangi pelanggaran di lokasi seperti kafe dan restoran,” kata Daniel.
Dorongan Kebijakan Insentif
Sementara itu, Calon Wali Kota Banda Aceh terpilih, Illiza Saaduddin Djamal, menyebut bahwa pemerintah kota juga perlu memberikan insentif bagi pelaku usaha yang patuh terhadap kebijakan KTR. Salah satu langkah yang direncanakan adalah pemberian tax holiday selama satu tahun bagi pelaku usaha pemula yang secara konsisten menerapkan aturan KTR.
“Kebijakan ini tidak hanya menciptakan lingkungan sehat, tetapi juga mendorong ekonomi produktif dan berkelanjutan. Kami ingin memastikan semua pihak, termasuk pelaku usaha, berkomitmen terhadap pembangunan kota yang lebih sehat dan ramah anak,” jelas Illiza.
Kabid Penegakan Perundang-Undangan Daerah dan SDA Satpol PP Kota Banda Aceh, Nurul Farisah, menegaskan bahwa pelanggaran KTR akan dikenakan sanksi tegas sesuai dengan Qanun No. 5 Tahun 2016. Sanksi ini meliputi denda hingga Rp10 juta atau kurungan maksimal 14 hari bagi badan usaha yang menjual atau mengiklankan rokok di kawasan yang telah ditetapkan sebagai KTR.
“Monitoring dan evaluasi yang kami lakukan menunjukkan masih ada pelanggaran, terutama terkait tanda KTR dan keberadaan area khusus merokok. Kami akan terus meningkatkan pengawasan agar pelaku usaha lebih patuh,” ujar Nurul.
Seorang pelaku usaha yang hadir dalam kegiatan ini, perwakilan dari Restoran Sederhana, menyampaikan komitmennya untuk mendukung KTR meski menghadapi tantangan, seperti edukasi kepada pengunjung.
“Kami mendukung penuh kebijakan ini, tapi juga butuh pendampingan agar masyarakat lebih memahami pentingnya KTR,” katanya.
Melalui kesadaran bersama, Banda Aceh diharapkan terus berkembang menjadi kota sehat, ramah lingkungan, dan layak anak, dengan peran aktif semua pihak, termasuk pelaku usaha. (*)