Banda Aceh (Waspada Aceh) – PT Adik Abang Qanita Pratama, pelaksana proyek pembangunan Gedung Badan Pengelola Keuangan Aceh (BPKA) tidak mengakui telah lalai hingga menyebabkan kotornya aspal Jalan T Nyak Arief kawasan Kantor Gubernur Aceh. Pelaksana malah menilai tanah yang mengotori jalan karena harus mengejar target proyek.
Hal itu diketahui setelah rapat koordinasi di Kantor Dishub Banda Aceh, Selasa (8/11/2022), yang dihadiri unsur BPKA, pelaksana proyek gedung BPKA PT Adik Abang Qanita Pratama, Satlantas serta Dirlantas Polda Aceh termasuk jajaran Pemko Banda Aceh.
Perwakilan BPKA yang hadir rapat menyatakan bahwa pekerjaan pembangunan Gedung BPKA yang direncanakan tujuh lantai itu bukan berada di bawahnya. BPKA dalam hal ini, hanya sebagai penerima manfaat saja sementara untuk pengadaannya berada di bawah Dinas Perkim Aceh.
PT Adik Abang Qanita Pratama melalui Project Manager Pembangunan Gedung BPKA, T Abdul Azmi, kepada wartawan menjelaskan bahwa pintu yang dipakai saat ini pintu darurat dan bukan pintu akses utama keluar masuk truk atau kendaraan. Karena adanya crane di tengah lokasi tanah proyek sehingga tidak bisa melalui pintu utama.
Usai rapat, saat ditemui wartawan, Azmi enggan disebut lalai dan kecolongan, kenapa truk pengangkut tanah galian dalam kondisi kotor bisa keluar dari lokasi proyek. Bahkan saat ditanya, PT Adik Abang Qanita Pratama terkesan mengangkangi Pemko Banda Aceh meski telah tiga kali diperingatkan secara tertulis.
“Bukan mengangkangi, itu bukan akses utama kita, itu kita pakai pintu darurat sebenarnya. Kalau di pintu utama kita ada tangki air dan mesin air untuk semprot ban mobil truk sebelum keluar dari lokasi proyek,” ujar Azmi.
Ketika ditanya tentang IMB atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Pembangunan Gedung BPKA, Azmi menyatakan bahwa itu urusan dinas langsung. “Kita hanya melaksanakan pekerjaan. IMB itu urusan dinas, Dinas Perkim Aceh atau BPKA ya,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Dishub Banda Aceh Muhammad Zubir menilai, bukan urusan petugas dan masyarakat apa yang terjadi di dalam lokasi proyek pembangunan. Masyarakat hanya mengetahui ketika jalan kotor akibat tanah lengket jatuh dari ban truk yang mengangkut material tanah, yang disalahkan Pemko Banda Aceh.
“Kan bukan urusan kita itu. Itu cara mereka yang mengatur bagaimana keluar masuk truk. Ketika aspal kotor dan masyarakat mengeluh. Kita tindak,” ujarnya.
Zubir menilai pengaturan mobil di dalam serta pekerja adalah urusan pelaksana proyek. Yang jelas, tegasnya, dari hasil rapat tegas menyatakan jika sekali lagi pelaksana proyek didapati mengotori aspal dan merusak fasilitas umum, maka akan diproses pidana.
Zubir menuturkan berikut sanksi pidana yang akan dikenakan ke pelaksana proyek jika sekali lagi kedapatan melanggar kesepakatan rapat tersebut.
“Kita pakai UU Nomor 22/2009 tentang lalin dan angkutan, pasal 274 ayat 1. Pidana penjara 1 tahun denda 24 juta rupiah. Lalu, Keputusan Menhub No. 69/1993 tentang penyelenggaraan angkutan barang di jalan,” ungkapnya.
Kemudian, PP RI No 80/2012 tentang tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penindakan pelanggaran lalin dan angkutan jalan. Lalu, Qanun Banda Aceh No.6 tahun 2018 tentang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat pasal 25. Hingga Qanun 6 tahun 2017 tentang perubahan atas Perda kota Banda Aceh nomor 9 tahun 2000 tentang pengelolaan terminal dan pangkalan ditambah laporan masyarakat lisan dan tulisan. (*)