Kamis, April 25, 2024
Google search engine
BerandaInfo Aceh JayaNasibmu Jeruk Patek, Dulu "Tersandera" Konflik, Kini "Terinfeksi" Corona

Nasibmu Jeruk Patek, Dulu “Tersandera” Konflik, Kini “Terinfeksi” Corona

Seperti kata pepatah, “lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya,” begitu lah nasib yang dialami petani jeruk di Kabupaten Aceh Jaya, tidak jauh dari daerah Patek, nama daerah yang sudah cukup dikenal masyarakat Aceh.

Memuncaknya konflik bersenjata di Aceh pada tahun 1999, antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), memaksa para penghuni transmigrasi di Aceh Jaya pada masa itu, yang notabennya dari luar Provinsi Aceh, terpaksa kembali ke daerah asalnya.

Keadaan pada masa itu juga memaksa para penghuni transmigrasi, khususnya di Kecamatan Darul Hikmah (Dulu Kecamatan Sampoiniet), menjual seluruh harta benda kepada penduduk lokal dengan harga yang relatif sangat murah, termasuk kebun jeruk.

“Kala itu, bergejolaknya konflik juga turut berimbas terhadap perputaran dan pertumbuhan ekonomi kian merosot bagi banyak warga. Termasuk kita di Kecamatan Daru Hikmah pada masa itu masih Kecamatan Sampoiniet,” kata T.Abdul Rafat, warga Desa Lamteungoh Kecamatan Darul Hikmah saat dijumpai waspadaaceh.com di kediamannya, Jumat (2/10/2020).

Dia bercerita sepenggal kisah di masa lalu. Masyarakat lokal, lanjutnya, saat itu memilih untuk mengembangkan kembali kebun jeruk pasca ditinggalkan penduduk transmigrasi. Hasilnya, warga berhasil memproduksikan dengan baik itu jeruk perah dan matang dengan skala berton-ton.

Warga memilih membawa hasil panennya menggunakan sepeda motor atau becak ke Desa Patek yang berjarak kisaran 14 Kilometer dari wilayah kebun jeruk. Selain jeruk dijual kepada agen yang datang, baik dari luar Provinsi Aceh mau pun agen lokal, kadang kalanya juga dijual enceran kepada penumpang mobil angkutan umum L 300 yang melintasi di jalan nasional.

“Sebagian agen juga mengambilnya hingga ke kebun menggunakan mobil angkutan, baik roda empat mau pun roda enam. ada juga sebagian warga lainnya memilih untuk membawanya ke wilayah Banda Aceh untuk dijual,” ujar Abdul Rafat.

Lambat laun, kata Abdul Rafat, buah jeruk dari hasil pertanian mereka mampu menembus pasar-pasar besar, baik di kawasan Aceh Besar, Banda Aceh, pasar di Medan, Sumatera Utara, hingga ke Pulau Jawa.

“Harganya pada masa itu sangat bervariasi. Kami menjual kepada agen perkilonya mulai dari kisaran harga 5.000 hingga kisaran 7.000 rupiah. Itu jeruk matang,” lanjutnya.

“Nuasan konflik bersenjata sangat terasa pada masa itu. Saat membawa jeruk ke Banda Aceh harus melewati pos-pos penjagaan yang notabennya dijaga oleh personil TNI. Kadangkala, di jalan juga dihadang oleh anggota GAM. Namun, Kami tetap gigih dan tekun menjalani pekerjaan ini karena desakan kebutuhan ekonomi,” papar mantan Keuchik Lamteungoh Kecamatan Darul Hikmah itu yang kini telah kembali berhasil memproduksi jeruk.

Dia menjelaskan, jeruk Patek dikenal karena rasanya begitu manis dan mampu mengalahkan jeruk dari luar Aceh Jaya. Dia mengungkapkan, nama jeruk Patek sendiri lahir dikarenakan proses penjualan terlalu banyak dan sering terjadi di Desa Patek. Sehingga, lama-kelamaan para pembeli lebih gampang dan mudah menyebutnya dengan sebutan jeruk Patek.

“Alhamdulilah, jeruk saat ini telah kembali panen. Namun hambatan yang kami rasakan saat ini hampir menyerupai pada masa lalu. Bedanya, yang lalu keadaan konflik, sedangkan sekarang pandemi. Sebab dari wabah COVID-19 ini telah menghambat sektor pendapatan yang kami rasakan,” ujarnya.

Walau demikian, tambahnya lagi, hasil panen tetap akan dijual ke pasar lokal hingga ke Banda Aceh, sembari menunggu adanya kebijakan pemerintah daerah terkait penyediaan pasar buah di Aceh Jaya.

Ahlul Fikri memperlihatkan buah jeruk di kebun miliknya yang sudah siap panen, Jumat (2/10/2020). (Foto/Zammil)

“Semoga saja, jeruk patek bisa kembali jaya seperti dulu kala,” pungkasnya

Ahlul Fikri, petani jeruk lainnya kepada waspadaaceh.com mengungkapkan, sebelum pandemi COVID-19, dia telah berhasil mendistribusikan jeruk Patek hampir ke seluruh Aceh dengan harga yang relatif sesuai.

“Sebelum Corona, jeruk saya sudah terjual hingga ke beberapa kabupaten dan kota, antara lain ke Banda Aceh, Lhokseumawe, Aceh Utara, Langsa, Aceh Barat, Abdya dan Aceh Selatan,” ujar Ahlul.

Namun, lanjutnya, sejak pandemi Corona masuk ke Aceh, membuat sebagian distribusi jeruk terganggu dan kini juga mulai mengalami penurunan permintaan di pasar.

“Luas kebun saya hampir mencapai 6 hektare. Sebelum pandemi, rata-rata hasil panen perbulannya mencapai  ton, dan berhasil kami distribusikan ke pasar dengan harga jual mencapai Rp13.000 perkilonya. Namun, sejak pandemi, pembeli juga sepi dan harga pun turun mencapai Rp10.000 perkilo.” jelasnya

Dia berharap, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya bisa segera mencari solusi atas masalah yang dialami para petani jeruk, dengan membantu melakukan promosi secara besar-besaran dan membuka akases pasar buah jeruk yang telah menjadi ikon daerah tersebut.

“Semua orang tentu berharap agar pandemi ini segera berakhir dan kami petani jeruk pun bisa kembali menjual hasil panen seperti sedia kala,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya, Saiful Bahri saat dihubungi waspadaaceh.com, Sabtu (3/20/2020), menjelaskan luas kebun tanaman jeruk di Kecamatan Darul Himah mencapai 92 hektare, dan 72 hektare sedang masa panen dengan produksi rata-rata 30 ton perhektare saat panen puncak.

“Dalam 1 hektare, para petani menanam jeruk 400 batang dan untuk calon lahan selanjutnya di Kecamatan Darul Hikmah telah dipersiapkan kisaran 100 hektare,” paparnya.

Saiful mengungkapkan, pada dasarnya pemerintah sangat serius dalam hal penanganan semua jenis komoditi yang dikembangkan oleh petani. Khusunya di wilayah Darul Hikmah, tentunya jeruk telah menjadi komoditi andalan di daerah tersebut.

“Kondisi sekarang ini sedang masa pendemi. Namun demikian pemerintah akan mencoba melihat hal-hal apa saja yang dapat meningkatkan pendapatan. Baik di segi teknis pengelolaan tanaman maupun cara pemasaran, sehingga kedepannya para petani akan lebih jeli melihat peluang pasar untuk menjual hasil panen,” ujarnya.

Dengan demikian, tambahnya, para petani akan maksimal dan mampu memperluas areal tanaman jeruk, dan Patek akan kembali dikenal karena buah jeruknya. (Zammil)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER