Minggu, Mei 5, 2024
Google search engine
BerandaAcehMeski Deforestasi di Aceh Menurun, Bencana Terus Terjadi

Meski Deforestasi di Aceh Menurun, Bencana Terus Terjadi

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Aceh mengalami kehilangan tutupan hutan sebesar 8.906 hektare pada tahun 2023, ,    setara dengan 1,5 kali lebih luas dari Danau Lut Tawar yang memiliki luas 5.833 hektare.

Manajer Sistem Informasi Geografis (GIS) HAkA, Lukmanul Hakim, menyatakan, meskipun angka deforestasi menurun  dari  tahun sebelumnya yang tercatat 9.384 hektare, hal ini harus menjadi perhatian publik karena deforestasi masih terus terjadi.

Kabupaten Aceh Selatan paling tinggi kehilangan tutupan hutan seluas 1.854 hektare, diikuti oleh Kota Subulussalam dengan 911 hektare, dan Aceh Utara dengan 866 hektare.

Menurut Lukman, meskipun terjadi penurunan deforestasi, menurut data Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) tahun 2023, terjadi peningkatan jumlah bencana sebanyak 418 kejadian dengan estimasi kerugian mencapai Rp430 miliar.

“Kondisi hutan Aceh yang masih terjaga tidak menjamin keamanan total dari bencana, bahkan dapat dikatakan masih rentan, terlebih dengan adanya deforestasi yang masih terjadi,” tuturnya dalam diskusi yang digelar di Sekretariat  AJI Banda Aceh, Kamis (29/2/2024).

Terkait anomali data antara kondisi hytanbyang bagus namun bencana masihbters terjadi seperti banjir di Aceh, lanjut lukman menurut kajiannya ada tiga penyebab utama banjir: kondisi topografi, cuaca ekstrem, dan kondisi tutupan hutan.

Kondisi topografi Aceh lebih dari setengah daratan Aceh yang berbukit dengan kemiringan ekstrem,  kemudian juga faktor perubahan iklim dan juga kondisi hilangnya  tutupan  hutan.

“Efeknya bisa berkepanjangan,  ketika sata berkunjung ke Aceh Tenggara, saat itu aktivitas penebangan liar mulai berkurang, namun banjir bandang masih terus terjadi, jadi, sebenarnya dampaknya bisa bertahan selama puluhan tahun,” jelasnya.

Sementara itu, Sub Koordinator Inventarisasi Perencanaan Hutan DLHK Aceh, Dedek Hadi,mengungkapkan bahwa 50% deforestasi terjadi di luar kawasan hutan, sering kali menimbulkan polemik karena berada di Areal Penggunaan Lain (APL).

“Aktivitas deforestasi yang dominan adalah yang tidak produktif, seperti hutan yang berubah menjadi semak belukar kering atau lahan terbuka,” kata Dedek.

Sebagai solusi, DLHK Aceh meningkatkan efektivitas Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) dengan mengelola 3,5 juta hektar melalui 6 unit KPH. Masyarakat diberikan akses legal melalui perhutanan sosial dan hutan adat, dengan status terakhir mencakup 86 unit seluas 162.288,9 hektare. Peningkatan koordinasi lintas sektor juga diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap tata ruang.

Rahmat, Koordinator Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Aceh, menambahkan bahwa deforestasi berdampak pada keberlangsungan hidup satwa, dengan pengurangan luas hutan, peningkatan potensi bencana hidrometeorologi, hilangnya berbagai jenis flora dan fauna, serta kerusakan habitat satwa liar.

Di Aceh, empat spesies kunci terancam punah, termasuk gajah Sumatera dengan populasi tinggal 1.100 ekor, orangutan sekitar 14.000 ekor, harimau Sumatera sekitar 170-200 ekor, dan badak Sumatera dengan populasi hanya sekitar 20 ekor.

Upaya konservasi yang dilakukan meliputi patroli pengamanan kawasan, penandaan batas kawasan, pemasangan papan informasi, dan pemberdayaan masyarakat.

“Deforestasi di Aceh menjadi perhatian serius yang memerlukan tindakan kolektif dan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi keanekaragaman hayati,” jelasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER