Medan (Waspada Aceh) – Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah, menyambut positif film dokumenter parHEREK (pawang monyet) yang saat ini tengah digarap sutradara asal Medan, Onny Kresnawan.
Film ini dianggap menjadi stimulan bagi pengembangan wisata di sekitar Danau Toba, yaitu Sibaganding, Parapat, Kabupaten Simalungun, sebagai destinasi wisata di Sumatera Utara.
“Film ini, di samping menyentuh kepekaan manusia untuk menyayangi mahluk lain, juga bertujuan mempromosikan Sibaganding,” kata Musa Rajekshah, dalam diskusi dan screening film parHEREK di Rumah Dinas Wagub, Jalan Teuku Daud, Medan, Rabu (9/9/2020).
Hadir dalam pertemuan itu, Kadisbudpar Sumut, Ria Novida Telaumbanua, Sutradara Onny Kresnawan, Line Produser Fachriz Tanjung dan Henry Batubara, serta dua kameraman Andy Siahaan dan Iqbal Pohan.
Wagub mengatakan, film parHEREK menyuguhkan hal yang tidak biasa, terutama tentang bagaimana cara pawang memanggil monyet menggunakan terompet yang terbuat dari tanduk kerbau.
“Kalau kera memang cukup gampang dipanggil oleh bunyi-bunyian. Siamang biasanya sangat sulit jinak, tapi Datim berhasil memanggilnya. Itu luar biasa,” kata Wagub Musa Rajekshah yang sebelumnya sudah menyaksikanya secara langsung di Sibaganding.
Film dokumenter parHEREK merupakan kisah hidup keseharian Datim Manik, 29, yang meneruskan cara hidup unik sepeninggalan ayahnya, Umar Manik, sebagai pawang monyet di Hutan Sibaganding, Simalungun, Sumatera Utara, sejak 1980-an.
Kadisbudpar Sumut yang juga produser Film dokumenter parHEREK, Ria Novida Telaumbanua, dalam diskusi tersebut mengatakan, perlu dilakukan promosi yang cukup gencar terhadap beberapa destinasi wisata yang ada di Sumut, salahsatunya Sibaganding.
“Inilah aset Sumatera Utara yang harus kita kuatkan, agar masyarakat luas tahu bahwa ada fauna unik dan menarik di Sibaganding tapi meski ditata dan dirawat keberadaannya. Melalui film ini setidaknya bisa menjadi bahan kajian bagi berbagai pihak terkait,” katanya.
Pada sisi lain, Ria Novida Telaumbanua prihatin atas apa yang dialami satwa ini di daerah wisata Danau Toba.
“Mereka (kawanan kera) juga mahluk Tuhan yang berhak untuk hidup dan cukup makanannya. Kenapa selama ini mereka turun ke jalan seperti pengemis dan bertarung nyawa. Ya, karena mereka lapar dan habitatnya terganggu. Pertanyaannya adalah, apa yang kemudian bisa kita perbuat untuk mereka?” ujarnya dengan nada bertanya.
Sutradara Onny Kresnawan mengatakan, penggarapan film dokumenter parHEREK ini sudah berjalan dua tahun lebih secara swadaya.
“Film ini berdurasi 1 jam lebih. Proses penggarapannya sejak 2017. Ini belum final. Tapi sudah 75 persen. Masih ada beberapa segmen lain yang akan kita ambil dan membutuhkan pembiyaan khusus saat di post produksinya,” kata Onny yang juga ketua Asosiasi Dokumentris Nusantara (ADN) Korda Medan ini .
Onny, yang punya pengalaman panjang menggarap film dokumenter pesanan lembaga-lembaga asing, seperti Swisscontact (Swiss), bahkan pernah membantu untuk BBC, dan beberapa lembaga lain, mengatakan, film yang diproduksi Rumah Inspirasi dan Esefde Films ini, ditargetkan ikut serta di ajang festival dan kompetisi film nasional dan internasional.
“Sebagaimana karakter film festival, maka film ini lebih membidik ruang-ruang cerita yang mampu mengundang diskusi bagi penontonnya,” ujar Onny Kresnawan yang saat ini juga menjabat sebagai koordinator Komite Film di Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU). (m.fachriz tanjung)