Kamis, November 28, 2024
spot_img
BerandaAcehMAA: Mencaci-maki Pemimpin Bukan Adat Aceh

MAA: Mencaci-maki Pemimpin Bukan Adat Aceh

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Menyimak fenomena caci maki di media sosial (medsos) dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan, dan bertentangan dengan budaya serta adat istiadat Aceh.

Untuk itu Majelis Adat Aceh (MAA) mengajak anak muda dan masyarakat Aceh untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu miring yang dipertontonkan di medsos tersebut, kata Ketua Bidang Adat Istiadat MAA, H. Bahtiar AR, dalam keterangannya, Selasa (29/6/2021).

Menurut Bahtiar, selain melalui medsos, hal serupa juga ditunjukkan dengan sikap vandalisme atau mempertontonkan tulisan cacian yang merusak keindahan lingkungan. Tulisan seperti itu terus diproduksi oleh orang yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat di Aceh, terutama tatanan kehidupan generasi muda.

“Beberapa minggu terakhir saya melihat anak-anak muda Aceh terlibat aksi vandalisme. Mengotori kota dengan mencoret-coret dinding, pagar dan jembatan. Menulis secara lantang dan kasar di media sosial terhadap Gubernur Aceh dengan tanpa memperhatikan etika ke-Aceh-an yang baik,” katanya.

Tindakan mencaci pemimpin di depan umum, tentu bukan adat Aceh. Sebab di hadapan hukum juga diminta senantiasa mengedepankan azas praduga tidak bersalah, sebelum hakim memutuskan bersalah atau malah tidak bersalah. Dengan demikian, tidak muncul fitnah kepada para pemimpin di Aceh, ujar Bahtiar.

Dalam hadih maja orang Aceh, “siibarang kaso peu salah apui fitnah, maka jih keudro nyang akan jeut keu bahan teutong,” lanjut Bahtiar lagi. Artinya barang siapa menyalakan api fitnah, maka dia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya. Sangat disayangkan generasi Aceh jika perilaku terus dibiarkan.

Bahtiar menambahkan sebagai anggota MAA Aceh, dia ikut prihatin dengan akhlak anak muda yang demikian. Apalagi sampai menuduh orang melakukan kesalahan yang belum tentu ia lakukan. Hal ini bukanlah cerminan adat orang Aceh.

“Kita tau semua permasalahan dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, tidak elok lah rasanya mencaci orang apalagi pemimpin kita. Jikapun memang KPK tengah melakukan penyelidikan di Aceh terkait pengadaan Kapal Aceh Hebat atau kegiatan lainnya, dapat kita maklumi bersama bahwa itu adalah tugas penyidik. Sebagai masyarakat, kita tunggu saja hasilnya tentu yang bersalah pasti akan mendapat hukuman sesuai kesalahannya,” ujar Bahtiar.

Di sisi lain, Amri Andid, pengamat sosial di Aceh, berharap masyarakat bisa menahan diri serta bisa menilai bahwa tindakan vandalisme dengan mencoret – coret fasilitas umum. Hal tersebut tentu melanggar hukum.

“Apalagi memunculkan sikap menyerang dengan berbagai tulisan isu miring kepada pemimpin di Aceh,” ujar Amri Andid.

Amri mengajak masyarakat untuk menyerahkan semua dugaan adanya penyelewengan di Aceh diselesaikan oleh aparat hukum negara.

“Kita tidak berhak menghakimi orang tanpa bukti bahkan cenderung mengada-ngada,” ujar Amri Andid. (Ria)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER