Banda Aceh (Waspada Aceh) – Acara Halalbihalal dan pengukuhan pengurus Lembaga Pemerhati dan Advokasi Syariat Islam (Lepadsi) Aceh sukses digelar, Minggu, (21/5/2023), di Aula Dinas Syariat Islam, Banda Aceh.
Acara ini mengusung tema “Pelaksanaan Syariat Islam menuju masyarakat madani Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”.
Momentum halalbihalal tersebut ditandai dengan pembacaan ikrar Lepadsi yang dipimpin oleh Ketua Lepadsi Aceh, Azwar Abubakar.
Azwar Abubakar memgatakan Lepasdi hadir untuk memperkuat komitmen dalam mewujudkan masyarakat madani yang berlandaskan pada Syariat Islam. Dengan mengutip Surah Ali Imran ayat 104, yakni yang mengajak untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Lepadsi merupakan sebuah organisasi masyarakat berbadan hukum yang memberikan kontribusi melalui pemikiran, ide, dan gagasan untuk menjalankan Syariat Islam secara efektif di Aceh.
“Organisasi ini bertujuan untuk menyamakan pandangan antara pemerintah, stakeholder, masyarakat, dan lembaga terkait dalam upaya membangun masyarakat madani,” tuturnya.
Pemahaman yang konsisten terhadap aspek moral, nilai keislaman, dan keacehan menjadi kunci utama dalam menciptakan daya saing dan pemikiran global.
Azwar Abubakar, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri PAN dan RB pada masa pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, juga menyampaikan lima hal strategis dalam pembangunan Syariat Islam di Aceh. Strategi tersebut mencakup pengaturan qanun, sosialisasi yang transparan kepada masyarakat, pembinaan generasi muda dengan memperkuat aqidah dan akhlak, serta pengaturan kesejahteraan.
Prof Syahrizal Abbas, Guru Besar dari UIN Ar-Raniry, turut mempresentasikan kerangka kerja Lepadsi Aceh dalam acara tersebut.
Presentasi ini bertujuan untuk mencapai pemahaman yang sejalan antara pemerintah dan lembaga terkait dalam optimalisasi implementasi Syariat Islam di Aceh. Dalam penjelasannya, dia mengungkapkan bahwa pelaksanaan Syariat Islam di Aceh mencakup semua aspek kehidupan dan dijalankan dalam kerangka negara. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Implementasi Syariat Islam di Aceh dilakukan dalam kerangka sistem hukum dan politik NKRI. Untuk memastikan kelancaran pelaksanaannya, diperlukan dokumen hukum dan alat ukur evaluasi yang memadai.
Terdapat tiga dimensi dan tantangan dalam pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Pertama, persoalan pendidikan yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kedua, persoalan hukum, politik, dan pemerintahan. Dan ketiga, persoalan ekonomi, sosial, budaya, dan adat istiadat.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk akademisi dan politisi Aceh. Beberapa di antaranya mantan Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah alias Abu Doto, Guru Besar UIN Ar-Raniry Prof. Al Yasa’ Abubakar, mantan Ketua Mahkamah Syariah Aceh periode 2020-2021, Rosmawardani, serta beberapa politisi seperti Muhammad Yus, Azhari Basar, Teuku Raja Keumangan, Murhaban Makam, Ahmad Farhan Hamid, dan tokoh lainnya. (*)