Calang (Waspada Aceh) – Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Meureuhom Daya meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya memprioritaskan anggaran pengadaan lahan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Tahanan Politik (Tapol) dan Narapidana Politik (Napol) serta korban konflik.
“Kita meminta kepada Pemkab Aceh Jaya dan tim TAPA agar dapat memasukkan anggaran untuk pengadaan lahan bagi mantan kombatan GAM, Tapol, Napol dan korban konflik di tahun 2023,” ujar juru bicara KPA Wilayah Meureuhom Daya, Usman ID, di Calang, Rabu (1/3/2023)
Sebab, lanjutnya, pada tahun 2022 sudah pernah diusulkan anggaran sebesar tiga milyar agar dimasukkan APBK-P untuk pengadaan lahan tersebut, namun banyak pertimbangan sehingga anggaran itu disepakati untuk ditiadakan
“Saat pembahasan, kita sepakat anggaran tersebut ditiadakan karena dikhawatirkan tidak terserap mengingat durasi waktu pekerjaan saat itu sangat terbatas karena akhir tahun” jelasnya.
Atas dasar itu, Usman berharap agar Pemkab Aceh Jaya dapat menindaklanjuti dan memfasilitasi, baik pembebasan lahan maupun menjamin tersedia anggaran secara berkelanjutan hingga lahan tersebut selesai dikerjakan.
“Pengadaan lahan ini diperuntukkan untuk peningkatan ekonomi bagi mantan GAM, Tapol/Napol dan korban konflik sesuai dengan surat edaran gubernur pada tahun 2022 untuk memfasilitasi lahan eks kombatan di masing – masing wilayah” terangnya.
Usman menjelaskan, tahap pertama pengerjaan lahan tersebut sudah masuk tahap pengadaan sertifikat, namun dikhawatirkan kondisi di tahun 2023 akan terbengkalai disebabkan tidak tersedianya anggaran pengerjaan lanjutan.
Sementara, Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Aceh Jaya, Hanafiah menjelaskan, pengajuan calon lahan di Aceh Jaya untuk mantan kombatan GAM, Tapol, Napol dan korban konflik pada tahun 2022 mencapai 11 ribu hektar. Namun, saat dilakukan pengajuan ke Kanwil BPN Aceh dan dilakukan pengecekan, tahap pertama hanya 300 hektar yang bisa dilakukan garapan (HPL), selebihnya masuk kedalam kawasan hutan produksi dan lahan warga.
“Lahan ini terletak di Desa Baroe Kecamatan Setia Bakti, seluas 200 hektar dan di Desa Panggong Kecamatan Krueng Sabee seluas 100 hektar,” bebernya.
Kemudian, tambahnya, saat dilakukan sosialisasi kepada warga di desa tempat lokasi calon lahan, warga setempat bersedia memasukkan lahannya untuk disertifikatkan karena ada program sertifikasi gratis. Apalagi warga yang bersedia tersebut juga korban konflik.
“Jadi, jumlah keseluruhan lahan tahap pertama mencapai 500 hektar dan sudah bersertifikat seluas 470 hektar. Sisanya akan dimasukkan ketahap selanjutnya. Sedangkan penerima manfaat sebanyak 276 orang terbagi ke 6 kelompok” jelasnya.
Kembali Hanafiah menambahkan, pada tahap kedua di tahun 2023 ini ditargetkan 900 CPCL (Calon Petani Calon Lahan) dengan lokasi lahan berada di Desa Glen Putoeh Kecamatan Panga dan di Desa Baro Kecamatan Setia Bakti.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Bupati Aceh Jaya, Nurdin saat dikonfirmasi mengungkapkan, untuk lahan eks kombatan ini akan terus bergulir, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya terus berusahan untuk meminta dukungan agar status lahan yang diminta segera diturunkan dari hutan produksi menjadi HPL.
“Kita sudah mengajukan ke Mentri KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) supaya kita dibantu menurunkan statusnya ke HPL, kemudian setelah itu baru direstribusikan” terangnya.
Tetapi, lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya juga sedang melakukan program redirestribusi lahan untuk masyarakat miskin ekstrim, jadi di dalamnya juga termasuk eks kombatan. Dia Berharap kepada kombatan yang tergabung di dalam KPA agar tidak perlu memikirkan anggaran untuk pengukuran lahan tahap kedua karena hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. (*)