Sabtu, April 27, 2024
Google search engine
BerandaLaporan KhususKetika Aceh Bekerja Keras Tingkatkan Asupan Gizi, Turunkan Angka Stunting

Ketika Aceh Bekerja Keras Tingkatkan Asupan Gizi, Turunkan Angka Stunting

“Kita menargetkan penurunan stunting di Aceh serendah- rendahnya. Jika nasional mampu menurunkan 17 persen nantinya, maka Aceh harus mampu menurunkan di bawah angka itu. Karena penduduk Aceh lebih sedikit”

———- Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah ———-

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan kronis pada anak balita (bawah lima tahun) akibat kurangnya asupan nutrisi atau malnutrisi dalam waktu cukup lama. Penyebabnya adalah makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai usia si anak.

Pada umumnya, stunting terjadi pada balita, khususnya usia 1-3 tahun. Pada rentang usia tersebut, seorang ibu sudah bisa melihat apakah si anak terkena stunting atau tidak. Meski baru dikenali setelah lahir, ternyata stunting bisa berlangsung sejak si anak masih berada dalam kandungan. Salah satu ciri anak mengalami stunting, pertumbuhan anak tidak sesuai dengan pertumbuhan yang semestinya (cenderung bertubuh pendek). Meski tidak semua anak yang bertubuh pendek positif mengalami stunting.

Di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kedua angka stunting tertinggi setelah Laos. Penyebab stunting ada banyak hal atau multifaktor. Tentu penyelesaiannya pun harus dilakukan secara multisektor. Komitmen pemimpinnya, baik di tingkat provinsi mau pun kabupaten/kota harus kuat, dalam upayanya menekan angka stunting tersebut. Bagaimana di Provinsi Aceh?

World Health Organizations (WHO) sebelumnya telah memberi peringatan kepada Indonesia atas tingkat stunting atau kekerdilan anak yang cukup tinggi. Aceh menjadi provinsi yang cukup tinggi kasus itu sehingga harus segera memulai aksi pencegahan.

Angka prevalensi stunting pada bayi di bawah dua tahun (baduta) di Aceh cukup tinggi, yaitu mencapai 37,9 persen, sedangkan prevalensi rata-rata nasional sebesar 30,8 persen. Artinya 4 dari 10 bayi yang lahir di Provinsi Aceh menderita stunting.

Dinas Kesehatan Aceh mencatat, 51.496 anak-anak di Aceh menderita stunting. Data tertinggi adalah di Aceh Timur. Kabupaten Aceh Timur mencatat 8.583 orang di daerah ini mengalami stunting dan angka terendah disandang oleh Kota Sabang, yakni pada angka 476 anak yang menderita stunting. Untuk menekan angka stunting ini, Pemerintah Aceh telah menerbitkan Pergub (Peraturan Gubernur) tentang stunting dan mendeklarasikan gerakan bersama.

Pergub Aceh untuk Turunkan Stunting

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh. Pergub ini hadir sebagai landasan untuk menggalang komitmen para pihak untuk mengakomodir kebutuhan pelayanan bagi setiap anak di “Tanah Rencong”.

Gerakan Geunting merupakan gerakan khusus di Aceh dengan misi untuk menurunkan angka stunting. Pemerintah pusat telah mengapresiasi langkah cepat Pemerintah Aceh yang langsung menerbitkan Pergub dan mendeklarasikan gerakan penaganan stunting. Mereka berharap gerakan serupa juga dilanjutkan oleh kabupaten/kota di Aceh.

Wakil Ketua TP PKK Aceh, DR.Dyah Erti Idwati, didampingi Ketua TP-PKK Aceh Timur, Fitriani D Hasballah, memotong pita peresmian pameran Rumah Gizi di Desa Seuneubok Panton, Kecamatan Darul Falah, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (18/9/2019). (Foto/Humas)

Plt Gubernur, Nova Iriansyah berharap, para pemimpin pemerintah di daerah (bupati/wali kota), dengan melibatkan partisipasi seluruh stakeholder, dapat melakukan aksi nyata di lapangan hingga ke desa-desa, untuk menurunkan angka stunting di Aceh.

Pendekatanya harus bersifat komprehensif, mulai dari masalah kesehatan, sosialisasi, peningkatan gizi, pemantauan, evaluasi dan sebagainya. Intinya, pemerintah dan semua pihak harus meningkatkan perhatian bagi tumbuh kembangnya anak secara normal di provinsi paling ujung pulau Sumatera itu.

Saat mendeklarasikan Geunting, yaitu program terkait dengan upaya menurunkan angka stunting, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan, penanganan stunting sangat penting karena berkaitan dengan masa depan bangsa. Kata Nova, Pemerintah Aceh menargetkan penurunan angka stunting di Aceh, minimal di bawah angka nasional.

Salah satu cara mewujudkan target penanganan stunting di Aceh, kata Nova Iriansyah, adalah dengan melakukan gerakan bersama. “Semua pihak dan semua stakeholder harus turut berperan dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting di Aceh. Stunting akan sangat berimbas pada pembangunan sumber daya manusia dan mental generasi penerus masa depan bangsa”.

Nova Iriansyah mengatakan, dengan mendeklarasikan gerakan geunting dan bersinerginya semua pihak, dia menargetkan Aceh mampu menurunkan angka stunting di bawa rata-rata nasional. Nova menjelaskan, komitmen penanganan stunting sudah dicanangkan secara nasional, namun Aceh kembali meluncurkan secara khusus karena angka pravalensinya yang tinggi.

“Kita menargetkan penurunan stunting di Aceh serendah- rendahnya. Jika nasional mampu menurunkan 17 persen nantinya, maka Aceh harus mampu menurunkan di bawah angka itu. Karena penduduk Aceh lebih sedikit,” kata Nova Iriansyah.

“Aceh sudah menganstipasi stunting dengan melahirkan Pergub dan akan melakukan pendataan secara nyata di lapangan. Deklarasi gerakan geunting itu juga menunjukkan komitmen semua pihak, Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, serta TNI/Polri. Karena penanganan stunting ini sangat berkaitan dengan masa depan bangsa”.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Brian Sriprahastuti, saat menghadiri Deklarasi ‘Geunting’ atau ‘Gerakan Upaya Pencegahan dan Penanganan Stunting’ di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Minggu (3/3/2019), memberikan apresiasi kepada Pemerintah Aceh dalam upayanya menekan angka stunting.

Brian memberikan apresiasi karena dalam lima tahun terakhir Pemerintah Aceh mampu menurunkan prevalensi stunting dari 41,5 persen pada tahun 2013 menjadi 37,3 persen pada tahun 2018.

“Itu artinya Pemerintah Aceh menyelamatkan 18 ribu balita dari stunting. Meski demikian, Aceh tetap harus bekerja keras karena saat ini berada di peringkat ketiga prevalensi stunting tertinggi di Indonesia,” kata Brian.

Perbaikan Asupan Gizi

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengatakan, sinergi antara pemerintah dengan TNI/polri sangat dibutuhkan dalam rangka sosialisasi pentingnya asupan gizi dan untuk membantu mendistribusikan gizi hingga ke pelosok desa. Gerakan Geunting memang akan terus dilaksanakan. Pencegahan stunting dinilai sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk masa depan Aceh dan bangsa.

Selain itu, Pemerintah Aceh bekerjasama dengan UNICEF untuk mengatasi gizi buruk dan stunting pada anak di Aceh.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, didampingi isteri, Dyah Erti Idawati yang juga Wakil Ketua TP PKK Aceh, mendeklarasikan pencegahan stunting di Aceh di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, Minggu (3/32019). (Foto/Ist)

“Pemerintah Aceh siap melakukan kerjasama dengan berbagai pihak (terkait stunting/gizi buruk) termasuk UNICEF. Tentunya kami sangat antusias terhadap kerjasama ini,” kata Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada pertemuan dengan perwakilan UNICEF Indonesia, di Aula Rumah Dinas Wakil Gubernur Aceh, Banda Aceh di Rabu (9/10/2019).

Saat ini, kata Nova, persoalan gizi buruk dan stunting di Aceh tergolong cukup tinggi, maka dari itu butuh penanganan intensif untuk menangani persoalan tersebut. Nova menyebutkan, berdasarkan hasil riset Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 angka gizi buruk anak di Aceh masuk dalam kategori cukup tinggi di Indonesia. Persentasenya 26.3 persen sedangkan untuk persentase stunting di Aceh mencapai 37.9 persen.

“Artinya 2 dari 5 anak (di bawah usia 5 tahun) di Aceh mengalami gangguan tumbuh kembang, tentunya ini akan mengancam perkembangan SDM Aceh ke depan,” kata Nova.

Untuk mendukung Pemerintah Aceh, Tim Penggerak PKK Aceh memperioritaskan pencegahan stunting secara sinergis dengan Pemerintah Aceh, kata Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, saat menjamu sejumlah perwakilan Kementerian Kesehatan RI, di Pendopo Gubernur Aceh, di Banda Aceh, Selasa (8/10/2019).

Tim Penggerak PKK, kata Dyah, memiliki pilot project rumoh gizi, dan Pemerintah Aceh menggerakkan ‘BEREH’—akronim dari bersih, rapi, estetis, dan hijau. Keduanya bersinergi untuk pencegahan dan penurunan angka stunting di Aceh.

“Rumoh gizi menjamin asupan gizi-protein bagi anak, dan gerakan BEREH untuk membudayakan perilaku hidup bersih, rapi, indah, dan sehat di kalangan masyarakat,” jelas Dyah yang juga istri Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

Pilot project rumoh gizi itu, lanjut Dyah, dipayungi oleh Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh. Pergub itu menjadi landasan regulasi penggalangan komitmen para pihak terhadap pemenuhan gizi setiap anak Aceh, katanya.

Dyah Erti mengatakan, program pencegahan stunting sebagai prioritas utama tim penggerak PKK Aceh. Dyah menekankan agar semua pihak bersungguh-sungguh dalam membebaskan anak Aceh dari ancaman stunting.

“Tak cukup lagi hanya rencana-rencana, kita galang kekuatan bersama,” kata isteri Plt Gubernur Aceh itu.

Dia mengatakan, penanganan tentang gizi dan kesehatan hanya berkontribusi 30 persen, sedangkan 70 persen penyebab stunting terkait sanitasi, pola pengasuhan anak, ketersediaan dan keamanan pangan, pendidikan, kemiskinan, dan situasi politik. Dyah menggaris-bawahi, stunting menjadi penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia untuk bersaing di tingkat nasional dan global.

Tim Penggerak PKK Aceh, kata Dyah, siap berada di garis depan untuk mengampanyekan gerakan pencegahan dan penanganan stunting. Dyah memang termasuk orang yang cukup getol melakukan “belusukan” ke daerah atau desa, menyampaikan sosialiasi program Geunting untuk perbaikan gizi kepada masyarakat, dalam upayanya menekan angka stunting di Aceh.

Dyah Erti mengapresiasi keberhasilan para pemangku kebijakan di Gampong Pasie Lamgarot, yang telah berhasil menekan angka kejadian stunting. Dari total 10 kasus yang ditemukan pada Februari 2018, saat ini hanya tersisa 3 kasus.

“Kami mengapresiasi Posyandu Gampong Pasie Lamgarot yang telah mampu melakukan intervensi dan penanganan yang tepat. Hanya dalam waktu 11 bulan, dari 10 angka kejadian stunting di gampong telah berhasil ditekan menjadi 3 kasus. Kita tentu berharap dengan penanganan yang baik seluruhnya dapat tertanggulangi,” kata Dyah.

Di Aceh Jaya, Dinas Kesehatan setempat mencatat angka  stunting di daerah itu pada tahun 2019 mencapai 632 kasus atau mengalami penurunan 33 persen dibandingkan tahun 2018 yang jumlahnya mencapai 842 kasus.

Kabid Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan Aceh Jaya, Hasri, mengatakan, meskipun angkanya menurun, namun kasus tersebut masih tergolong besar, sehingga pemerintah perlu meningkatkan intervensinya agar angka stunting terus berkurang.

Sementara Pemerintah Aceh Tengah mengklaim, angka stunting di daerah itu menurun dari 59,3 persen menjadi 38 persen pada tahun 2018. Data yang ada menyebutkan 366 kasus di Aceh Tengah terdiri dari 203 kurang gizi dan 163 stunting, meliputi Kecamatan Linge 63 kasus, Silih Nara 59 kasus, Ketol 45 kasus, Atu Lintang 40 kasus dan Kute Panang 39 kasus.

Kepala Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Alam Suhada, menyampaikan, melalui Kampung KB yang tersebar 14 kecamatan, Pemerintah Aceh Tengah terus berupaya menurunkan angka stunting. Upaya pemberantasan angka stunting terus digalakkan sehingga untuk Kecamatan Ketol angka stunting di klaim telah berkurang.

Wakil Ketua TP PKK Aceh, Dyah Erti Idawati mengingatkan masyarakat untuk memberikan asupan gizi yang mencukupi, terutama protein hewani kepada balita.

“Yang kita khawatirkan dari kejadian stunting ini bukan pada perkembangan dan pertumbuhan tinggi badan anak tapi pertumbuhan otak anak. Oleh karena itu stunting harus menjadi perhatian serius kita semua,” imbau Dyah Erti.

Ketika meluncurkan Program Rumoh Gizi, Kampanye Gerakan Makan Ikan dan Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau yang biasa disingkat Germas, di pedalaman Kabupaten Aceh Timur, tepatnya di Gampong Seuneubok Panton, Rabu (18/9/2019), Dyah Erti mengatakan, daging ikan mengandung omega3, vitamin dan mineral, zat besi, zink, magnesium dan kalium, yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan tubuh dan otak anak.

Menurut Dyah Erti, inilah yang menyebabkan tingginya angka konsumsi ikan di negara-negara maju. Sementara di Indonesia, tingkat konsumsi ikan masyarakat kita berkisar 47,12 kg/kapita/tahun. Jumlah ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan Jepang. Tingkat konsumsi ikan di sana mencapai 120 kg/kapita/tahun.

“Dengan hadirnya Rumoh Gizi, kami menghimbau masyarakat Aceh Timur agar meningkatkan budaya makan ikan. Daging ikan sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung gizi yang sangat lengkap,” kata Dyah Erti Idawati.

Dyah mengingatkan, ketiga program itu, Program Rumoh Gizi, Kampanye Gerakan Makan Ikan dan Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, sangat berkaitan erat, dan menjadi faktor pendukung pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat di bumi “Serambi Makkah”.

“Bertepatan dengan kunjungan kami ke Aceh Timur, kita akan meluncurkan upaya penguatan gizi masyarakat dengan menghadirkan ketiga program ini,” ujar Dyah Erti. Dia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut mendukung pemerintah dalam upaya menyukseskan program tersebut dalam upaya menekan angka stunting.

Dyah Erti mengungkapkan, Pemerintah Aceh bersama TP PKK Aceh, menargetkan dapat menurunkan angka stunting di provinsi ini hingga di bawah 5 persen pada periode 2019-2020. (Adv)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER