Meulaboh (Waspada Aceh) – Dua dari 21 orang terpidana yang mendapat hukuman cambuk, yang dilaksanakan di halaman Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh, Aceh Barat, Kamis siang (20/9/2018), terpaksa ditunda karena mengalami kesakitan.
Kedua terpidana tersebut tak sanggup menahan rasa sakit akibat cambukan algojo. Mus, salah seorang terpidana, mengeluh kesakitan saat cambukan baru masuk ke tujuh dari 100 kali cambuk hukumannya.
Dia kesakitan dan meminta waktu istrahat, namun saat hendak dilanjutkan, ia memohon untuk menunda hukuman terhadap dirinya.
Proses uqubat cambuk juga ditunda terhadap Is, terpidana pelecehan seksual dengan hukuman cambuk 26 kali. Kondisi kesehatan terhukum memang kurang baik dan tidak memungkinkan untuk melanjutkan hukuman.
Pelaksanaan uqubat cambuk disaksikan oleh ratusan masyarakat, sebagai bentuk penerapan hukum syariat di Aceh. Proses uqubat dilangsungkan di hadapan khalayak ramai.
Saat berlangsungnya eksekusi hukum cambuk, beberapa terpidana yang menerima hukuman cambuk, juga mengeluh kesakitan dan meminta istrahat sementara waktu kemudian melanjutkan hukuman kembali.
Para terpidana mendapat hukuman yang berbeda-beda. Dimulai terendah lima kali cambukan, hingga tertinggi 100 kali cambukan.
Kajari Aceh Barat, Ahmad Sahruddin, kepada sejumlah wartawan, Kamis siang mengatakan, pelaksanaan cambuk direncanakan untuk 40 orang terpidana. Tapi karena tidak diketahui keberadaan yang lainnya, sehingga hanya dilakukan kepada 21 terpidana saja.
“Kita rencanakan proses hukuman cambuk untuk 40 orang, namun yang lain tidak diketahui keberadaannya. Jadi kita lakukan eksekusi dulu untuk yang sudah ada, yang belum dieksekusi nanti akan dilakukan tahap dua,” kata Ahmad Sahruddin usai pelaksanaan uqubat cambuk.
Uqubat cambuk juga dilakukan terhadap seorang wanita non muslim dengan hukuman cambuk 68 kali untuk kasus khamar. Saat eksekusi berlangsung, dia tak mampu menahan sakit dan berulang kali harus diistrahatkan. Namun hukumannya bisa diselesaikan.
Kajari Ahmad Sahruddin menuturkan, penerapan hukum cambuk terhadap warga non-muslim itu dilakukan atas kemauan terpidana. “Sebab terpidana memilih tunduk pada aturan syariat yang diterapkan di Aceh,” tandasnya. (b01/ded)