Padang – Kepala Bidang (Kabid) PK BPBD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Syahrazad Jamil, pada diskusi virtual terkait upaya pengurangan risiko bencana tsunami, Jumat (13/11/2020), mengatakan berdasarkan pendapat para ahli jika terjadi patahan Megathrust Mentawai, maka akan terjadi gempa bumi berkekuatan 8,9 magnitudo di Sumatera Barat.
“20 sampai 30 menit kemudian disusul gelombang tsunami di Kota Padang setinggi enam hingga 10 meter dengan jarak dua hingga lima kilometer,” kata Syahrazad Jamil alam diskusi tersebut.
Sebagaimana dikutip dari Antara, bencana alam tersebut diprediksi setidaknya berdampak pada 1,3 juta penduduk. Dengan menggunakan skenario terburuk, diperkirakan 39.321 jiwa meninggal dunia, 52.367 hilang dan 103.225 mengalami luka-luka.
“Pelabuhan Teluk Bayur dan Bandara Minangkabau hancur, itu prediksi para ahli,” kata Syahrazad Jamil.
Dia menjelaskan, Pulau Sumatera sudah mengalami beberapa kali bencana tsunami. Khusus di Sumbar, tsunami terjadi di Kepulauan Mentawai pada 25 Oktober 2010 dengan menelan korban jiwa hingga 408 orang.
Untuk mewaspadai kemungkinan terburuk tersebut, Provinsi Sumbar melakukan berbagai upaya, di antaranya membangun kemitraan dan koordinasi bersama Non Governmnet Organization (NGO ) nasional maupun internasional.
Pemerintah Sumbar, lanjut dia, juga bekerja sama dalam pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan kelompok siaga bencana hingga tingkat desa atau kelurahan.
Terutama juga bekerjasama dengan TNI dan Polri, dan diperkuat dengan perguruan tinggi negeri maupun swasta di provinsi tersebut.
Program dan kegiatan pengurangan risiko bencana, kata dia, juga terus dilakukan dengan membentuk satuan pendidikan aman bencana, kelompok siaga bencana, latihan evakuasi mandiri dan pembangunan sarana mitigasi serta evakuasi berupa shelter, peta jalur evakuasi, dan peringatan dini.
“Bantuan shelter yang kita bangun memberikan rasa aman bagi masyarakat. Apalagi, sejak kejadian gempa 2009, sudah menjamur bangunan seperti hotel yang memberikan rasa aman,” katanya.
Tidak Perlu Khawatir
Sebelumnya, Oktober lalu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau warga untuk waspada, namun tidak perlu khawatir berlebihan atas terjadinya peningkatan aktivitas gempa tektonik di Pagai Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, dalam beberapa hari terakhir.
“Masyarakat diimbau untuk waspada namun tidak perlu khawatir berlebihan, karena gempa kuat memang belum dapat diprediksi dengan akurat kapan terjadinya,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Senin 19 OKtober 2020.
Hasil monitoring BMKG, kata dia, menunjukkan bahwa sejak 15 Oktober 2020 di Pagai Selatan telah terjadi peningkatan aktivitas gempa tektonik. Hingga Senin (19/10/2020) tercatat telah terjadi gempa sebanyak 13 kali dalam variasi magnitudo dengan kedalaman dangkal.
Adapun rincian rentetan kejadian gempa tersebut yaitu, pada Kamis (15/10/2020) terjadi empat kali gempa, Sabtu (17/10/2020) terjadi empat kali gempa, Minggu (18/10/2020) terjadi satu kali gempa dan Senin (19/10/2020) telah terjadi empat kali gempa.
Daryono mengatakan dengan memerhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, semua gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng di Zona Megathrust Mentawai-Pagai.
Rentetan aktivitas gempa yang episenternya membentuk kluster di sebelah barat Pagai Selatan, Mentawai itu, kata Daryono, tentu patut diwaspadai karena dikhawatirkan rentetan gempa ini merupakan gempa pembuka (foreshocks) sebelum terjadinya gempa utama (mainshock).
“Kewaspadaan sangat diperlukan agar kita dapat merespon setiap informasi serta peringatan dini dengan baik dan rasional, baik respon evakuasi mandiri maupun respon terkait peringatan dini tsunami,” lanjutnya. (Ris)