Sigli (Waspada Aceh) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD menegaskan, tidak ada yang membongkar dan membuang sisa bekas Rumah Geudong di Gampong Bilie, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Aceh.
“Sisa bangunan seperti tangga rumah dan sumur dua unit, itu masih ada. Yang lain sudah dirusak oleh masyarakat sendiri,” kata Mahfud MD.
Mahfud menyampaikan hal itu usai mengikuti acara gladi resik peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Provinsi Aceh, yang dipusatkan di bekas lokasi Rumoh Geudong, Senin (26/6/2023).
Selama berada di Kabupaten Pidie, Mahfud MD didampingi Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto, Ketua DPRK Pidie Mahfuddin Ismail serta sejumlah pejabat lainnya.
Dalam sesi pertemuan dengan wartawan, Mahfud MD, beberapa kali menegaskan pihaknya tidak melakukan pembongkaran sisa bekas Rumoh Geudong tersebut.
“Jadi tidak ada yang dibongkar dan dibuang, ini yang dilakukan oleh pemerintah pusat dilanjutkan saja,” katanya.
Nurahmi, 30, warga Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie mengatakan, Rumoh Geudong pada masa konflik Aceh digunakan sebagai Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) di Sektor A, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Sekira tahun 1998 bagunan Rumoh Geudong tersebut dibakar massa. Ekses dari peristiwa kebakaran tersebut tersisa beberapa bekas bangunan, seperti sumur dan tangga beton.
“ Kemarin datang bapak-bapak dari Jakarta, mereka menebang kelapa dan membersihkan semak-semak ini sehingga jadi bersih seperti yang kita lihat sekarang,” kata Nurahmi.
Kenapa Baru Diselesaikan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD dalam kunjungannya ke Kabupaten Pidie, juga menyampaikan alasan pemerintah pusat setelah 34 tahun berakhir konflik di Provinsi Aceh, baru sekarang memberikan perhatian berupa bantuan kepada masyarakat korban pelanggaran HAM berat di Aceh.
Itu kata Mahfud, karena Undang-Undang HAM baru lahir tahun 1999 dan Undang -Undang Pengadilan HAM lahir tahun 2000. Sementara peristiwa tindak pelanggaran HAM berat itu terjadi sekira tahun 1989 ketika undang-undang tersebut belum ada.
“Komnas HAM yang dapat mengatakan korban kekerasan mendapat rehabilitasi dari negara. Bahwa korban itu adalah benar korban pelanggaran HAM berat,” katanya.
Sementara itu, kata Mahfud, Komnas HAM itu baru memtuskan, di Rumoh Geudong ini termasuk lokasi pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 1989. Artinya, ujar Mahfud, peritiwa itu terjadi sekira delapan tahun sebelum reformasi.
“Ini baru ditetapkan oleh Komnas HAM sekira tahun 2018. Ini termasuk cepat. Nah sekarang ada yang mempertayakan, kok baru sekarang dilakukan pemerintah. Ini baru ditetapkan oleh Komnas HAM tahun 2018. Kita tidak bisa menyatakan ini pelanggaran HAM berat kalau bukan yang menetapkannya itu Komnas HAM,” katanya menjelaskan.
Sebagaimana diketahui, Presiden RI Joko Widodo bersama sejumlah mentri Kabinet Indonesia Maju akan datang Ke Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Selasa besok (27/6/2023). Kedatang RI -1, itu ke daerah berjuluk pang ulee Buet Ibadat, Pang Ulee Hareukat Meugoe, untuk melakukan peluncuran program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat di Provinsi Aceh.
Kata Mahfud, pemerintah berupaya memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu, beberapa di antaranya mencakup layanan kesehatan gratis dalam bentuk Jaminan Kesehatan Prioritas (JKP) sampai beasiswa.
Program-program pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat itu, yang melibatkan 19 kementerian/lembaga, nantinya diumumkan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo pada acara peluncuran program ini tersebut di Rumah Geudong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Selasa besok, 27 Juni 2023. (*)