Senin, November 25, 2024
spot_img
BerandaOpiniIndia Negara "Eksportir" SDM Terbaik Dunia

India Negara “Eksportir” SDM Terbaik Dunia

“Tahun 90-an saja, 60.000 dari 150.000 pekerja asing yang bekerja di perusahaan-perusahaan teknologi di Amerika Serikat, merupakan para pakar software asal India”

———————

Oleh: Teuku Cut Mahmud Aziz

Banyak pemuda India yang berusia di bawah 30 tahun telah bergelar doktor. Di usia 30-an tahun telah menyelesaikan program post doktoral. Ini menjadi fenomena umum di negara yang dijuluki Anak Benua.

Pada satu kesempatan saya pernah bertanya kepada salah seorang rekan di Jawaharlal Nehru University (JNU) yang sedang mengambil studi Post Doktoral, mengapa setelah selesai kuliah S-3 (Strata Tiga), ia tidak bekerja terlebih dahulu, baru setelah itu melanjutkan studi lanjutan? Ia menjawab, mencari pekerjaan di India tidaklah mudah, ketat persaingan. Lebih baik katanya, melanjutkan kuliah di program post doktoral, dan baru setelah lulus mencari pekerjaan. Tidak menutup kemungkinan ia akan melamar pekerjaan di luar negeri.

Jumlah populasi di India mencapai 1,32 miliar. Ada Negara bagian yang jumlah penduduknya hampir setara dengan jumlah penduduk di Indonesia. Belum lagi secara kultural, mereka hidup di tengah budaya kasta. Dapat dibayangkan, di tengah begitu banyak orang yang sekolah dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, bagaimana kompetisi yang harus mereka hadapi, tentu sangat kompetitif, bukan?

Sejak di bangku sekolah mereka telah tekun untuk belajar dan menyelesaikan PR (Pekerjaan Rumah) yang diberikan guru. Mereka juga belajar untuk meningkatkan skill. Tidak ada budaya seperti kita yang nongkrong di pinggir jalan atau duduk berleha-leha sambil mendiskusikan politik di warung-warung kopi. Hidup mereka keras. Jumlah mereka banyak. Mereka sadar bahwa tantangan hidup di depan tidaklah mudah dan sangat berat.

Salah satu contoh anak yang tekun dan berpretasi adalah Rifath Shaarook. Pada 2017 ia pernah mengejutkan dunia. Sosok remaja yang berusia 18 tahun asal kota kecil di Tamil Nadu ini berhasil memenangkan kompetisi NASA dengan menciptakan satelit ukuran kecil dan paling ringan di dunia. Beratnya hanya 64 gram. Ia menamakan satelitnya dengan nama “KalamSat.” Diambil dari nama mantan Presiden India (2002-2007), Dr. A.P.J. Abdul Kalam, sosok presiden yang menginspirasinya. Abdul Kalam merupakan tokoh pelopor perkembangan aeronautika di Negara India (Bbc.com, Mei 2017).

Maka tidak mengherankan ketika sarjana-sarjana India berkompetisi dengan penduduk dari negara dengan kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbilang masih rendah dan kemampuan skillnya masih kurang, tentu akan sangat mudah bagi mereka untuk bersaing dan unggul. Bahkan mereka dapat mengungguli SDM Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Australia. Perusahaan-perusahaan teknologi bergengsi dunia umumnya dinakhodai oleh CEO atau teknokrat yang berasal dari India.

Pendidikan S-1 (Strata Satu) orang-orang bergengsi ini banyak ditempuh di kampus-kampus di India, bukan dari top ten universities di Amerika atau Eropa. Mereka adalah Sundar Pichai (CEO Google), Indra Krishnamurthy Nooyi (CEO PepsiCo), Satya Nadella (CEO Microsoft), Shantanu Narayen (CEO Adobe Systems), Francisco D’Souza (CEO Cognizant), Anshuman Jain (CEO-bersama Deutsche Bank), Dinesh Paliwal (CEO Harman), Ajay Banga (CEO MasterCard), dan Sanjay Kumar Jha (CEO GlobalFoundries) (Serambi Indonesia Januari 2019).

Sebagai gambaran di tahun 90-an saja, 60.000 dari 150.000 pekerja asing yang bekerja di perusahaan-perusahaan teknologi di Amerika Serikat, merupakan para pakar software asal India. Hampir 50 persen tenaga ahli dan teknokratnya berasal dari India (Moenir, Haiyyu Darman 2010).

Pekerjaan yang mereka geluti di Amerika Serikat selain IT, adalah menjadi dokter, akademisi dan peneliti, sastrawan, wartawan, dan pengusaha. Semua lini pekerjaan profesional mereka geluti. Dunia mengenal ilmuwan peraih nobel keturunan India, seperti Rabindranath Tagore (bidang Sastra), C V Raman (bidang Fiskia), Hargobind Khorana (bidang Kedokteran dan Fisologi), Subramaniam Chandrasekar (bidang Fisika), Amartya Sen (bidang Ekonomi), VS Naipaul (bidang Sastra), dan Ramakrishnan (bidang Kimia) (Liputan6.com, 2009). Maka, India layak disebut bangsa besar karena telah melahirkan para peraih nobel dan filsuf.

Apa yang dicapai India saat ini sebagai Negara yang berhasil menjadi kekuatan ekonomi dunia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok dengan pertumbuhan ekonomi yang terbilang tinggi, bukanlah capaian dan prestasi yang diperoleh dalam waktu yang singkat. Semua itu dicapai dalam kurun waktu yang panjang yang dimulai dengan pembenahan kualitas pendidikan yang berstandar dunia. Maka, di Bangalore tumbuh dan berkembang Silicon Valley, yang merupakan Lembah Silikon terbesar kedua setelah Amerika. Di zona ini ada sekitar 200 industri besar piranti lunak yang telah menampung ratusan ribu karyawan. Tidak hanya unggul di industri piranti lunak, saat ini industri otomotif India seperti Tata Motors, Mahindra, dan Maruti Suzuki telah mampu menyaingi Jepang, Jerman, maupun Korea Selatan. Mobil-mobil made in India telah meramaikan pasar otomotif di Indonesia.

Demikian juga di industri film, industri bollywood berkembang pesat dan menguasai pangsa perfilman global. Yang kemudian disusul dengan kemajuan di industri kedokteran dan farmasi, perbankan, tekstil, dan industri layanan jasa serta pariwisata. Jumlah orang kaya baru juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dan termasuk yang tercepat di dunia.

Sebelumnya orang menganggap India sebagai Negara miskin dan kumuh. Saat ini ia telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa ia adalah bangsa yang bermartabat dan maju. Tidak hanya barang industri dan komoditas unggulan saja yang diekspor ke penjuru dunia tapi juga menjadi Negara eksportir SDM terbaik dunia (Moenir, Haiyyu Darman 2010 & Suhanda, Irwan (editor) 2007). (**)

  • Penulis adalah Member of the Indonesian Task Force for Aceh-Andaman and Nicobar Islands Cooperation
BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER