“Seorang dokter gigi harus mampu memilah kasus yang mendesak
atau tidak, membekali diri dengan manajemen kasus daruratÂ
atau pelayanan gigi akut”
Oleh: Dr. drg. Munifah Abdat, MARS
Jika Anda ingin memanfaatkan layanan gigi rutin, hendaknya Anda bersedia menunggu untuk beberapa waktu. Hingga hari ini pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) masih berlanjut. Para Ahli terus melakukan penelitian untuk menemukan obat maupun vaksin Coronavirus (CoV) untuk mengakhiri pandemi.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah diberlakukan di berbagai daerah sejak dikeluarkannya Permenkes nomor 9 tahun 2020 sebagai upaya percepatan penanganan COVID-19 yang dalam prakteknya lebih ketat daripada social distancing, karena ada unsur penegakan hukum.
Salah satu sasarannya adalah pelayanan kesehatan untuk meminimalkan penyebaran virus ini. Penyediaaan alat pelindung diri (APD) sesuai standar bagi petugas kesehatan terus diupayakan, namun masih dijumpai berbagai kendala seperti stok APD yang terbatas, faktor distribusi yang tidak merata, belum lagi harga di pasaran yang melambung tinggi.
Menurut para ahli Coronavirus sebagai penyebab COVID-19 menyebar secara droplet, yaitu melalui percikan maupun tetesan ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin atau berbicara. Hasil penelitian dari Institut Teknologi Massachusetts Amerika Serikat menegaskan bahwa dari saluran pernafasan dapat menghasilkan droplet (percikan cairan) yang dapat terbang hingga jarak 27 kaki.
Lantas bagaimana bisa menular ? Cairan droplet yang berisi virus mendarat di bagian tubuh orang lain seperti mulut dan tangan, selanjutnya masuk ke paru-paru. Jika seseorang menghirup ini maka penularan penyakit akan dimulai. Kini petugas kesehatan banyak yang tumbang karena tertular CoV, mulai yang berstatus ODP, PDP hingga yang meninggal dunia, angkanya kian bertambah setiap hari.
Petugas kesehatan di bidang kedokteran gigi tidak luput dari sasaran si CoV ini. Dokter gigi disebut-sebut sebagai profesi yang berisiko tinggi terinfeksi. Seperti kita ketahui prosedur perawatan gigi dan mulut kadang kala menggunakan bur, alat skeling, water atau air syringe dan alat ultrasonik yang menyebabkan pelepasan aerosol dan droplet.
Tidak hanya itu saja, lendir maupun air liur di mulut dan tenggorokan pasien bisa memenuhi ruangan dokter gigi selama perawatan pasien. Alat-alat yang dipakai mudah bersentuhan dengan lendir dan air liur. Bahkan ada beberapa alat kedokteran gigi dapat menyemprotkan droplet ini ke sekitarnya.
American Dental Association (ADA) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah meminta layanan dokter gigi hanya untuk tindakan darurat atau emergency saja. Untuk meminimalisir penularan virus, kunjungan rutin ke dokter gigi telah ditangguhkan di beberapa negara.
Melewatkan perawatan rutin membuat dokter gigi dapat fokus pada pasien yang butuh perawatan darurat atau mendesak. Hal ini tentunya dapat mengurangi penggunaan APD seperti masker, gaun khusus, sepatu boot, pelindung mata (googles), face shield, sarung tangan bedah karet steril, penutup kepala dan dapat dialokasikan kepada petugas kesehatan lainnya yang fokus merawat pasien COVID-19 atau penyakit serius lainnya.
American Dental Association (ADA) menganjurkan penanganan segera kasus-kasus yang mengancam jiwa. Beberapa kasus gigi dan mulut yang dapat digolongkan kedalam kasus emergency antara lain, Â pasien dengan rasa sakit yang serius disebabkan gigi rusak atau lainnya, pendarahan yang tidak berhenti, jaringan yang membutuhkan biopsy, pembengkakan di sekitar gusi, wajah, atau leher, adanya infeksi serius, perawatan pasca operasi yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh pasien, gigi palsu atau crown yang patah atau hilang, masalah gigi terkait dengan perawatan kanker, dan trauma yang mungkin mempengaruhi kemampuan bernapas.
Seorang dokter gigi harus mampu memilah kasus yang mendesak atau tidak, membekali diri dengan manajemen kasus darurat atau pelayanan gigi akut. Hal ini untuk mencegah pasien menjalani pelayanan gigi serta menghindari perawatan di rumah sakit.
Penjadwalan ulang dan prosedur elektif lainnya pada beberapa perawatan gigi yang perlu dilakukan, contoh pembersihan gigi, pemeriksaan gigi rutin, perawatan dengan sinar X, perawatan-perawatan yang tidak sakit (gigi berlubang, pencabutan gigi, kawat gigi), bleaching gigi, dan memperbaiki masalah kosmetik.
Pertanyaannya, sudah bebas kah petugas kesehatan gigi dari COVID-19? Nyatanya, sebagian besar ruang praktek dokter gigi maupun poliklinik gigi tidak dirancang untuk perlindungan terhadap petugas. Sebagai contoh tidak adanya ruang isolasi pasien dengan infeksius dan ruangan khusus untuk satu pasien, ketersediaan masker respirator (N 95) tidak mencukupi, alat deteksi suhu tubuh pasien terbatas, serta tidak adanya ruang tunggu pasien dengan sirkulasi udara yang baik dan pencahayaan matahari secara langsung. Padahal durasi perawatan pasien dengan keluhan pada gigi dan mulut bisa sampai berjam-jam lamanya.
Petugas kesehatan diwajibkan mengikuti standar atau pedoman keselamatan untuk menghindari terpapar Coronavirus. Beberapa standar yang harus diikuti adalah dokter gigi dan perawat melakukan cuci tangan lebih sering, pensterilan alat sesuai aturan serta peralatan termasuk jarum tidak digunakan kembali.
Untuk ruangan praktek dokter maupun poliklinik gigi dengan melakukan desinfeksi semua permukaan dan alat kesehatan setiap selesai pelayanan pasien, membersihkan, mengganti, dan menutup alat sebelum digunakan diantara pasien, selalu memakai alat pelindung diri serta menggunakan rubber dam.
Pasien yang datang seharusnya dilakukan skrining dengan memeriksa suhu tubuh dan gejala khas lainnya (demam, batuk dan sesak nafas), menanyakan riwayat perjalanan terakhir, serta riwayat kontak dengan pasien konfirmasi COVID-19, memberitahu pasien untuk datang sesuai waktu yang ditentukan, pasien berada di ruang tunggu dengan kursi terpisah minimal 1 meter (physical distancing) serta membuat perjanjian dengan appointment terlebih dahulu (pasien tidak langsung datang).
Akan lebih aman jika semua pasien dianggap infeksius, maka prosedur penanganannya sesuai standard precaution WHO IPC COVID-19. Harapan utama adalah peran serta masyarakat, keterbukaan dari pasien untuk memberitahu kepada dokter gigi jika memiliki gejala atau faktor resiko COVID-19.
Muncul kekhawatiran apabila penangguhan perawatan gigi rutin dilakukan akan berimbas pada lonjakan jumlah pasien dari biasanya, dengan kasus perawatan infeksi gigi akut dan membutuhkan perawatan intensif. Solusi untuk hal tersebut perlu dipikirkan oleh para pengambil kebijakan, baik pusat maupun daerah serta organisasi profesi.
Sebagai contoh pasien dengan pembengkakan besar dapat berkembang menjadi keadaan darurat, menghambat jalan napas hingga mengancam nyawa, Risiko ini dapat meningkat akibat berkurangnya ketersediaan layanan kesehatan. Pasien dalam keadaan seperti itu maka diprioritaskan untuk pencabutan gigi patogenik yang menjadi penyebab daripada penyelamatan restoratif, dan layanan operasi oral maksilofasial sesuai kondisi serta kebutuhan.
Pendekatan ini memiliki banyak manfaat termasuk penatalaksanaan antimikroba sekaligus merupakan penyimpangan dari kedokteran gigi rutin sehingga perlu dibicarakan terlebih dahulu dengan pasien. Keputusan untuk melakukan perawatan kemudian harus dibuat dengan persetujuan pasien.
Untuk memastikan keselamatan pasien dan meminimalkan kontak berulang dengan pasien maka dokter bisa menindaklanjuti konsultasi pasien secara digital misalnya melalui panggilan video. Jika layanan darurat gigi dan mulut tetap akan dijalankan maka prosedur protektif dokter dan perawat gigi terhadap resiko infeksi
COVID-19 harus menjadi prioritas yang sama dengan staf medis di rumah sakit. Risiko seorang dokter gigi terpapar COVID-19 selama melakukan pelayanan gigi darurat tidak boleh diremehkan. Langkah-langkah proaktif dan preventif perlu ditetapkan sebagai protokol utama untuk menghentikan penyebaran virus.
Sebagai himbauan kepada masyarakat, jika ingin memanfaatkan layanan gigi rutin maka hendaknya bersedia menunggu untuk beberapa waktu. Saat ini Konsil kedokteran Indonesia (KKI) dan organisasi profesi dokter gigi Indonesia (PDGI) mengimbau penghentian sementara semua layanan gigi termasuk kunjungan, perawatan rutin dan operasi yang tidak mendesak. Penundaan ini bisa berlangsung beberapa minggu bahkan mungkin lebih lama. Hal Ini tentunya akan membantu mengurangi penyebaran virus Corona.
Langkah-langkah khusus yang mungkin diambil oleh dokter gigi, yaitu dengan membantu mendapatkan perawatan yang tepat dan memberikan informasi terbaru bagi pasien, melakukan penjadwalan ulang kunjungan serta menindaklanjuti konsultasi pasien secara digital.
Menjadi harapan kita semua bahwa pelayanan yang diberikan dapat terus mengedepankan keselamatan pasien dan petugas kesehatan hingga berakhirnya pandemi COVID-19 ini.
Dengan melakukan penundaan perawatan gigi dan mulut saat ini, Anda sudah melakukan satu langkah penyelamatan terhadap penularan COVID-19. (**)
- Penulis adalah Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah sejak 2010 hingga sekarang.
- Ketua bidang organisasi Pengwil PDGI Aceh periode 2017- 2022
Referensi:
- Coulthard P. The oral surgery response to coronavirus disease (COVID-19). Keep calm and carry on? Oral Surg 2020; published online March 20. DOI:10.1111/ors.12489.
- Meng L, Hua F. Coronavirus disease 2019 (COVID-19): emerging and future challenges for dental and oral medicine. J Dent Res 2020; 12: 22034520914246.
- Neha Pathak, MD. Coronavirus and Dental Care. WebMD Medical Reference.
- Konsil kedokteran Indonesia. Surat Edaran nomor HK.02.03/ /KKI/III/0950/2020 tentang Peningkatan Kesiapsiagaan dokter dan dokter gigi dalam penanganan pasien di fasilitas layanan kesehatan pada masa darurat bencana penyakit COVID-19 di Indonesia.
- Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Surat Edaran PB PDGI perihal Himbauan Pengawasan Praktek Dokter Gigi tertanggal 01 April 2020
- Permenkes nomor 9 tahun 2020 tentang perberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)