Selasa, Desember 10, 2024
spot_img
BerandaHarga Kedelai dan Minyak Goreng Meroket di Sumut-Aceh, KPPU Belum Temukan Praktik...

Harga Kedelai dan Minyak Goreng Meroket di Sumut-Aceh, KPPU Belum Temukan Praktik Kartel

Medan (Waspada Aceh) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah I masih belum menemukan adanya praktik kartel terkait meroketnya harga kedelai impor dan harga minyak goreng di Sumatera Utara dan Aceh.

Namun hingga kini, KPPU masih terbuka untuk menerima masukan dari para pelaku industri tahu dan tempe jika menemukan adanya praktik curang dengan naiknya harga kedelai.

“Kartel masih belum ada sejauh ini jika kita telaah pasar. Pantauan kita, sejauh ini indikasi kartel belum ada. Persaingan usaha tidak sehat atau monopoli pasar juga belum,” kata Kepala KPPU Wilayah I, Ridho Pamungkas, Selasa (22/11/2021), kepada Waspadaaceh.com.

Mengenai adanya lonjakan harga kedelai saat ini yang mencapai Rp9.900 hingga di atas Rp 10.000, Ridho mengatakan ada beberapa persoalan yang terjadi dalam pasar kedelai sekarang ini. Apalagi, sebagian besar pelaku usaha atau industri tahu dan tempe menggunakan kedelai impor bukan kedelai lokal.

“Kondisinya, begini. Kedelai kita itu kan sebagian besar impor. Jadi, adanya gangguan produksi atau gagal panen di negara produsen kedelai itu. Kemudian adanya persoalan angkutan kapal,” ujarnya.

Angkutan kapal itu, menurutnya, karena muatan kontainer kapal saat tiba di Indonesia untuk kembali ke negara asal kosong. Otomatis, kapal belum akan berangkat sampai terisi barang.

“Jadi, kapal itu sistemnya terisi dari negara satu ke negara lain baru bisa berangkat. Ini persoalannya. Jadi begitu stok kedelai kosong harga jadi mahal,” ungkapnya.

Terkait melonjaknya harga minyak goreng, bahkan minyak curah menyentuh angka di atas Rp16.000/Kg, Ridho mengatakan bahwa indikatornya salah satunya adalah naiknya harga tandan buah segar (TBS) sawit itu sendiri dan kebutuhan dalam negeri.

“Kalau kita lihat karena TBS juga naik dan kebutuhan dalam negeri juga meningkat. Karena kan selain minyak goreng, sawit bermanfaat untuk yang lain juga termasuk oleochemical,” tuturnya.

Meski begitu, Ridho menjelaskan pihaknya terbuka bagi siapapun baik produsen tahu dan tempe ataupun masyarakat, bahkan petani sawit yang menemukan adanya persaingan usaha tidak sehat. Di antaranya, terkait apabila ada ketidakadilan kemitraan petani dengan perusahaan ataupun adanya praktik kartel. (sulaiman achmad)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER