Banda Aceh (Waspada Aceh) – Guru SMA Negeri 1 Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Bismi Aulia, berharap Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-62 tahun 2021, menjadi momentum bagi Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan untuk memerhatikan secara khusus keberadaan guru-guru yang bertugas mengajar di daerah terpencil.
“Sudah 62 tahun kita merdeka pendidikannya. Saya berharap guru di daerah khusus yang ada di Aceh mohon diperhatikan. Tidak hanya dari segi sarana dan pra saranana, tetapi pikirkan juga jiwa para guru yang bertugas ke daerah-daerah 3T,” kata Bismi Aulia, saat dihubungi, Jumat (10/9/2021).
Dalam catatan Bismi, setidaknya sudah empat orang guru terdepan, tertinggal dan terluar (3T), yang meninggal dunia dalam menjalankan tugas pendidikan di bumi Serambi Mekah. Mereka adalah dua orang guru yang bertugas di Pante Bidari, Aceh Timur dan dua lainnya bertugas di Pulau Aceh, Aceh Besar.
Bismi menjelaskan, di Pante Bidari Aceh Timur, dua guru tersebut meninggal dunia setelah boat yang mereka tumpangi untuk menuju sekolah terbalik. Mayat kedua pejuang pendidikan ini baru ditemukan 14 hari setelah kejadian.
“Satu orang dari Pulo Breueh, itu guru garis depan, beliu naik motor ke Meulingge, ujung Pulo Breueh. Ketika naik motor menuju ke sekolah itu ada batu berikil, beliau waktu itu mungkin kurang fit, akhirnya tergelincir motornya dan jatuh. Dia meninggal di tempat,” kata Bismi.
“Satu orang lagi, terkena stroke, kepala sekolah di Pulo Breueh. Sempat dibawa ke RSUDZA, disewa boat tengah malam, namun akhirnya meninggal di RSUZA,” tambah Bismi Aulia.
Terkait berbagai permasalahan itu, Bismi meminta pemerintah untuk memberi sedikit perbedaan dari segi finansial untuk guru-guru yang bertugas di daerah terisolir tersebut.
“Jangan kembalikan lagi uang Aceh ini ke pusat. Jadi selain sarana dan pra sarana yang dibutuhkan, mohon jiwa-jiwa kami juga diperhatikan,” harap Bismi.
Dalam kesempatan itu, Bismi juga mengungkapkan bahwa proses pembelajaran di SMA N 1 Pulo Aceh tetap lancar di tengah pandemi COVID-19. Sekolah masih menggunakan sistem kombinasi antara daring dan tatap muka, sesuai anjuran pemerintah dalam mematuhi protokol kesehatan.
“Masih daring dan tatap muka, jadi satu hari libur, satu hari kami berselancar di daring, satu hari kami bertatap muka, selang-seling,” ungkapnya.
Bismi menambahkan bahwa SMAN 1 Pulo Aceh saat ini sudah lebih maju daripada sebelumnya. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan Aceh telah membangun gedung asrama putri dan laki-laki untuk menunjang proses pendidikan di pulau tersebut.
“Dalam bentuk fisik, alhamdulillah sudah nampak, kami sudah ada gedung asrama putri dan gedung asrama laki-laki. Malah saya dengar dari kepala sekolah, mau direhab kantor, karena tua sekali kantornya, rehap terbatas, nggak rehab penuh juga,” katanya.
“Tetapi kami juga berharap, berikanlah perhatian khusus kepada kami, kepada jiwa-jiwa yang besar ini, yang kuat, yang mau bertahan. Malah ada yang purnanya di sini, mau dia sampai pensiun di sini, jagalah orang-orang seperti itu, jangan sampai pindah,” kata Bismi. (**)