Minggu, September 8, 2024
BerandaGeRAK Aceh Desak Pemerintah Aceh dan DPRA Revisi Qanun Pertambangan

GeRAK Aceh Desak Pemerintah Aceh dan DPRA Revisi Qanun Pertambangan

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Pemerintah Aceh dan DPR Aceh segera merevisi Qanun Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Mineral dan Batubara untuk memastikan pembagian porsi pengelolaan sumber daya alam (SDA).

Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh, Fernan, mengataka qanun tersebut perlu direvisi untuk memastikan pembagian porsi kewenangan bersama antara Pemerintah Aceh dengan kabupaten/kota, baik di darat maupun di laut sesuai amanat UU Pemerintah Aceh (UUPA).

Hal itu disampaikan Fernan pada diskusi multi stakeholder forum yang bertajuk Perbaikan Tata Kelola Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Perubahan UU Minerba dalam Kerangka Otonomi Khusus Aceh, di Banda Aceh, Kamis (24/3/2022).

Fernan menyampaikan, revisi tersebut penting dilakukan Pemerintah Aceh sebagai upaya memperbaiki tata kelola pertambangan di Aceh.

Kemudian juga sebagai tindak lanjut dalam upaya penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dilakukan saat pemberlakuan moratorium izin tambang pada 2014 hingga 2018 lalu hingga akhirnya pemerintah mengakhiri 98 IUP dengan total luas lahan 549.619,21 hektare.

“Pemerintah Aceh juga perlu mempertimbangkan kembali kelanjutan moratorium izin tambang untuk melakukan evaluasi faktual terhadap seluruh IUP yang berada di wilayah Aceh,” kata Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh.

Fernan menyebutkan, saat ini masih tersisa sebanyak 28 IUP Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) di Aceh dengan luas mencapai 43.038 hektare. Kemudian lima perusahaan di antaranya berstatus Kontrak Karya (KK) dan IUP Perusahaan Modal Asing (PMA) dengan luas mencapai 105.418 hektare.

Menurut Fernan, upaya perbaikan tata kelola pertambangan harus terus dilakukan untuk memastikan akuntabilitas sosial berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Hal ini penting, agar Aceh tidak terjerumus dalam ‘kutukan’ sumber daya alam (natural resource curse).

“Pemerintah Aceh dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) secara bersama harus mengevaluasi terhadap IUP dalam kawasan hutan. Serta mendesak pemilik IUP bertanggungjawab terhadap praktek pertambangan ilegal dan ilegal logging yang terjadi,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Pemerintah Aceh juga harus mendesak otoritas pertambangan dan perusahaan tambang segera menindaklanjuti pelaksanaan reklamasi tambang sesuai perundang-undangan yang berlaku.

“Karena itu kebijakan baru untuk penguatan akuntabilitas sosial pertambangan di Aceh perlu diperkuat dengan sistem yang dapat mengakomodir penyelesaian pengaduan sektor pertambangan,” tutur Fernan. (Cut Nauval d)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER