Selasa, Mei 21, 2024
Google search engine
BerandaAcehForum Pawang Aceh Dibentuk, Sinergi Bersama Lindungi Satwa dan Mitigasi Konflik

Forum Pawang Aceh Dibentuk, Sinergi Bersama Lindungi Satwa dan Mitigasi Konflik

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Sejumlah pawang satwa di Aceh telah membentuk Forum Pawang Aceh (FPA) untuk meningkatkan koordinasi dalam perlindungan satwa liar serta menangani interaksi negatif (konflik) antara manusia dan satwa.

FPA dibentuk pada Selasa (5/3/2024) dalam kegiatan bertajuk “Rembuk Pawang – Suara Pawang Menyelamatkan Satwa” yang diinisiasi oleh Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) digelar di Hotel Rasamala, Banda Aceh.

Forum pawang juga dinilai perlu untuk mempermudah pelibatan pawang dalam rencana mitigasi konflik, kaderisasi, hingga memperjuangkan kesejahteraan.

Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan pawang dari berbagai kab/kota di Aceh dengan keahlian beragam, seperti pawang harimau, gajah, orangutan, badak, buaya, dan satwa lainnya. Selain itu, acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang aktif dalam mitigasi konflik satwa liar di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Menurut Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul Irfan, peran pawang satwa sangat penting dalam menangani interaksi negatif antara satwa dan manusia. Pawang satwa tidak hanya berperan sebagai juru damai saat terjadinya interaksi negatif, tetapi juga yang menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai luhur tentang cara hidup berdampingan dengan satwa lindung.

Apalagi saat ini Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Qanun No. 11 Tahun 2019 tentang pengelolaan satwa liar, namun peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) masih dalam proses penyelesaian.

“Kami apresiasi, Pemerintah sudah begitu perhatian, proses sudah berjalan, mudah-mudahan  Pergub ini segera terealisasikan, yang sedang berproses yaitu pertama tentang dokumen strategi pengelolaan satwa liar di Aceh, kedua tentang penetapan konflik satwa sebagai kejadian bencana luarbiasa,” tuturnya.

Para pawang juga menyampaikan peran mereka dalam perlindungan satwa liar, umumnya mereka menyampaikan seperti kearifan lokal dengan menggelar khanduri hutan sebagai upaya mencegah konflik dengan memberi hak makan kepada satwa,  edukasi dan pengawasan agar tidak berburu satwa liar yang dilindungi, tidak memasang jerat, dan tidak merambah hutan.

Salah satu pawang harimau, Saleh Shalihin dari Gayo Lues, mengatakan bahwa ia sudah menjadi pawang sejak 1987.  Ia mengaku paham betul kapan dan bagaimana tanda-tanda harimau akan turun dari hutan.

Ia juga menjelaskan bahwa tradisi mengadakan khanduri hutan setiap satu tahun atau lima tahun sekali merupakan salah satu cara untuk mencegah konflik dengan memberi hak makan kepada satwa.

“Harimau turun karena ada yang tidak beres di daerah itu, misalnya pemimpin yang tidak baik atau perilaku warga yang menyimpang. Faktor lainnya kalau ada yang mengganggu kehidupan satwa itu,” katanya.

Dalam rembuk pawang tersebut, para pawang juga membahas mendorong realisasi regulasi perlindungan satwa liar, strategi dan rencana aksi, serta kriteria dan penetapan kejadian bencana luar biasa akibat konflik manusia dan satwa liar.

Para pawang juga berencana untuk melakukan audiensi dengan Pemerintah Aceh dan Wali Nanggroe. Hal ini sejalan dengan Qanun No. 11 Tahun 2019 tentang pengelolaan satwa liar yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh, namun masih menunggu peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub).

Para pawang juga mendapat materi tentang perlindungan satwa liar dari beberapa narasumber yaitu  Sub Koordinator Konservasi Sumber Daya Alam DLHK Aceh, Nopi Ariansah, yang membahas upaya hidup berdampingan dengan satwa liar dan penegakan hukum.

Kemudian, Aktivis lingkungan Aceh dari Forum Konservasi Leuser,  Tezar Pahlevi yang menjelaskan tentang  upaya perlindungan satwa Llar dan pencegahan perburuan.

Ketua Pusat Riset Konservasi Gajah dan Biodiversitas Hutan Universitas Syiah Kuala, Dr. Abdullah, yang memaparkan  hasil penyusunan rancangan peraturan gubernur kriteria bencana luar biasa akibat interaksi negatif manusia dan satwa liar di Aceh. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER