Senin, Juni 23, 2025
spot_img
BerandaAcehForBINA Minta Pemerintah Tegas Terhadap Perusahaan Tambang Bermasalah

ForBINA Minta Pemerintah Tegas Terhadap Perusahaan Tambang Bermasalah

Banda Aceh (Waspada Aceh) – Forum Bangun Investasi Aceh (ForBINA) mendesak agar perbaikan tata kelola pertambangan di Aceh tidak hanya menjadi proyek administratif, tetapi benar-benar dikawal demi kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan jangka panjang masyarakat Aceh.

Direktur ForBINA, M. Nur, mengatakan bahwa pengelolaan sektor pertambangan mineral dan batubara (Minerba) tidak boleh tunduk pada kepentingan sesaat kelompok tertentu.

“Pengawasan tambang bukan hanya soal angka investasi atau penerimaan daerah, tapi tentang masa depan rakyat Aceh dan keberlanjutan lingkungan,” ujar M. Nur, Selasa (27/5/2025) di Banda Aceh.

Salah satu sorotan utama ForBINA adalah kasus PT. Magellanic Garuda Kencana yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP OP) sejak 2012 untuk lahan seluas 3.250 hektare di Aceh Barat. Namun pada 2022, izin perusahaan itu termasuk yang dicabut oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI.

Pemerintah Aceh lantas memprotes pencabutan tersebut karena dianggap melanggar kekhususan Aceh yang memiliki kewenangan sendiri dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Langkah Pemerintah Aceh mempertahankan kewenangan ini patut diapresiasi, karena merupakan bagian dari menjaga kedaulatan daerah dalam mengelola kekayaan alamnya,” lanjut M. Nur.

Namun ia juga mengingatkan, kekhususan Aceh tak boleh disalahgunakan. Pemerintah dan publik harus tetap kritis dan tegas terhadap perusahaan yang tak patuh atau lalai dalam memenuhi kewajiban.

Terkait aktivitas tambang ilegal di wilayah konsesi PT. Magellanic Garuda Kencana, M. Nur menyebut masalah ini lebih luas dari satu perusahaan.

“Absennya regulasi pertambangan rakyat menyebabkan banyak warga mencari nafkah secara ilegal. Maka langkah Pemerintah Aceh menyusun Qanun Pertambangan Rakyat adalah solusi yang ditunggu,” tegasnya.

ForBINA juga menyerukan agar penyematan status ilegal atau legal tidak menjadi ajang opini liar.

“Itu ranah pemerintah dan aparat penegak hukum. Tapi kalau perusahaan pemegang izin tak kooperatif, pencabutan izin harus jadi opsi terakhir yang nyata,”jelasnya.

Ia mengajak semua pihak termasuk masyarakat, perusahaan, dan pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengawal perbaikan tata kelola tambang di Aceh.

“Transparansi dan komunikasi yang terbuka adalah kunci. Jangan sampai sektor ini jadi warisan sengketa, bukan manfaat untuk generasi Aceh mendatang,” jelasnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER