Sabtu, Juli 27, 2024
Google search engine
BerandaTulisan FeatureErni, Duka di Balik Paparan Gas di Aceh Timur

Erni, Duka di Balik Paparan Gas di Aceh Timur

“Erni berpikir, udara di sekitar tempat tinggalnya kini tercemar oleh limbah industri, yang telah menghantarkan anaknya ke ambang kehidupan rapuh”

————

Senyum sedih terukir di wajah Erni ketika dia duduk di hadapan jurnalis. Ibu muda ini datang dari Aceh Timur untuk menyampaikan keluhannya seputar paparan gas dari sebuah perusahaan migas, PT Medco E&P Malaka, yang beroperasi di daerah itu.

Tanpa dia sadari, air mata mengalir di pipinya. Dia sedang mengenang momen pahit ketika suatu hari, anaknya dalam kondisi kritis, harus segera dirujuk ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.

Saat itu anaknya Muhammad Rafa masih berusia tujuh bulan. Sang bayi terperangkap dalam jeratan penyakit yang tak terduga. Erni terhenyak ketika mendengar keterangan medis bahwa putranya mengalami sesak napas. Rafa didiagnosa menderita radang paru-paru (pneumonia).

Pihak medis mengindikasikan kondisi Rafa disebabkan oleh paparan gas berbau tak sedap yang sering tercium di sekitar rumah mereka. Kata Erni, aroma gas itu diduga bersumber dari limbah udara yang dihasilkan dari sebuah perusahaan tambang migas yang beroperasi di wilayah Aceh Timur.

Erni selama ini memang tinggal di dekat perusahaan tambang migas di Blang Nisam itu. Dia menjadi saksi bisu adanya dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan itu. Erni berpikir, udara di sekitar tempat tinggalnya kini tercemar oleh limbah industri, telah menghantarkan anaknya ke ambang kehidupan yang rapuh.

Erni, seorang ibu dengan lima anak. Dia mengatakan, sebelum kehadiran perusahaan migas itu beroperasi, kondisi keempat anaknya sehat-sehat saja. Namun, setelah perusahaan itu beroperasi, anak bungsunya, Rafa, menderita penyakit pneumonia.

“Sebelum hadirnya perusahaan ini, anak-anak saya tumbuh dengan sehat. Namun, sejak operasional perusahaan, Rafa menderita dan kami harus berjuang untuk kesembuhannya,” kata Erni dalam konferensi pers yang digelar di Sekretariat AJI Banda Aceh, Selasa (24/5/2023).

Erni yang sehari-hari menjalankan usaha warung kopi, dan suaminya seorang petani, juga mengungkapkan mereka tidak mendapatkan bantuan yang memadai dari perusahaan tambang migas itu untuk pengobatan anaknya.

Saat ini, anak mereka hampir berusia dua tahun, namun kondisinya masih membutuhkan perawatan intensif. Rafa tidak dapat melakukan perjalanan jauh karena rentan terhadap kondisi kesehatannya.

Kisah Erni dan Rafa hanyalah salah satu dari banyak cerita tragis yang melanda masyarakat di sekitar perusahaan tambang tersebut. Mereka tak hanya harus berjuang melawan penyakit yang mengintai, tetapi juga melawan aroma bau busuk dari udara yang tercemar.

Masyarakat lain juga sering merasakan gejala tidak menyenangkan, seperti sakit kepala, sesak napas, serta gangguan pernafasan. Penderitaan itu telah menjadi teman setia mereka sejak PT Medco E&P Malaka beroperasi.

Erni, bersama dengan Komunitas Perempuan Peduli Lingkungan (KoPPeduli), terus menyuarakan hak-hak mereka untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan bebas dari polusi udara. Mereka tidak akan berhenti berjuang hingga udara segar kembali bisa dihirup oleh warga di empat desa terdampak, seperti Desa Blang Nisam, Bandar Baro, Alue Ie Mirah, dan Jambo Lubok.

“Kami berjuang di sini agar udara kami dikembalikan, supaya saya dan warga lain dapat menghirup udara segar,” tegas Erni.

Langkah Erni dan KoPPeduli tidak hanya berhenti pada pengungkapan keluhan dan aspirasi. Mereka juga menuntut perusahaan untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita masyarakat dan melakukan rehabilitasi terhadap lingkungan yang rusak.

Nurdianti, Koordinator KoPPeduli, menyatakan masyarakat di sekitar tambang terus berjuang untuk mendapatkan udara segar dan lingkungan yang bersih. Sudah lebih dari 4 tahun warga mencium bau tak sedap dan mulai merasa resah.

Lembaganya mendata, di empat desa yang terdampak itu, sebanyak 181 total kejadian penyebaran gas berbau selama empat bulan. Kategori bau yang menyebar didominasi dengan bau gas menyengat, bau busuk menyengat, bau septic tank, bau gas ringan dan bau lumpur.

“Kami sudah berkali-kali protes sejak 2019, tetapi hingga 2023 belum ada hasilnya,” tuturnya.

KoPPeduli, bersama dengan warga lainnya, memperjuangkan hak mereka dengan menuntut perusahaan untuk mengganti kerugian yang diderita masyarakat dan merehabilitasi lingkungan yang rusak.

Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah setempat untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan dan membentuk pansus untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan transparan.

Penjelasan Medco

Terkait dengan masalah pencemaran itu, pihak perusahaan dengan tegas menyatakan mereka telah mematuhi peraturan yang berlaku dalam beroperasi.

Medco E&P menjalankan kegiatan operasionalnya di Blok A, Aceh Timur, dengan tujuan mendukung pemerintah dalam menjaga ketahanan energi nasional.

Wakil Presiden Relations & Security di Medco E&P, Arif Rinaldi, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan dan BPMA (Badan Pengelola Migas Aceh) atas dukungan yang diberikan kepada perusahaan. Dukungan ini memungkinkan Medco E&P untuk terus berproduksi dan memenuhi kebutuhan gas domestik.

“Perusahaan juga berterima kasih atas dukungan masyarakat, pemangku kepentingan dan BPMA sehingga dapat terus berproduksi untuk memenuhi kebutuhan gas domestik.” tuturnya. (*)

BERITA TERKINI
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER