Banda Aceh (Waspada Aceh) – Dua putra terbaik asal Aceh, Sofyan Djalil dan Fachrul Razi, resmi menjadi menteri dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Keduanya dilantik bersama puluhan menteri lainnya di Istana Negara, Rabu (23/10/2019).
Nama Sofyan Djalil kembali ditunjuk Presiden Joko Widodo mengisi jabatan Menteri Administrasi Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sementara Jendral (Purn) Fachrul Razi menduduki posisi Menteri Agama RI. Putra kelahiran Aceh pada 26 Juli 1947 silam ini, juga tercatat sebagai menteri tertua di kabinet Jokowi-Ma’ruf.
Sebagian masyarakat Aceh memberi respon atas terpilihnya kedua sosok tersebut. Mukhlis, misalnya. Mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi di Aceh ini berharap, keduanya bisa bekerja dengan baik dan mengharumkan nama Aceh di pemerintahan.
Khusus kepada Fachrul Razi, Mukhlis berharap kebijakan dan program yang dipraktikkan nantinya akan tetap mengukuhkan kekhususan Aceh di bidang agama.
“Aceh sebagai daerah yang memberlakukan Syariat Islam, sekarang jadi contoh bagi provinsi lain. Kita berharap Pak Fachrul bisa terus mendukung kekhususan ini, sehingga praktik-praktik kebijakannya nanti searah dengan tujuan menguatkan kehidupan keagamaan di daerah-daerah, terutama Aceh,” harapnya
Sementara, warga lainnya, Ayu berpendapat, sosok Fachrul Razi yang berlatar belakang militer dinilainya belum dapat meyakinkan masyarakat terkait posisinya sebagai Menteri Agama. Apalagi, ancaman ekstrimisme saat ini tengah mendera kehidupan masyarakat Indonesia yang sejak lama hidup dalam keberagaman.
“Kita menunggu apa terobosan beliau perihal toleransi beragama di Indonesia. Di tengah suasana keberagaman yang kian rentan dalam tekanan konservatisme, saya rasa ini tantangan bagi Pak Fachrul,” tukas Ayu, Rabu (23/10/2019).
Percepat Pelimpahan Kewenangan Aceh di Bidang Pertanahan
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Aceh, Nasrul Zaman, berpendapat, terpilihnya Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR/BPN menjadi peluang untuk mempercepat pelimpahan kewenangan terkait pertanahan untuk Aceh.
Menurutnya, keberadaan Dinas Pertanahan Aceh saat ini belum didukung kewenangan yang menyeluruh. Padahal, ujar dia, wewenang untuk mengelola pertanahan sendiri merupakan amanah dari UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Masalah Hak Guna Usaha (HGU), misalnya. Ini kan masih wewenang pusat. Harusnya sudah dilimpahkan ke Aceh,” imbuh akademisi Universitas Syiah Kuala tersebut.
Tak hanya itu, Nasrul juga berharap terpilihnya Sofyan Djalil bisa mengakselerasi peningkatan sumber daya manusia di Dinas tersebut. Salah satunya, SDM ahli ukur yang saat ini belum memadai di Dinas Pertanahan.
“Kekhususan Aceh di bidang pertanahan, menuntut adanya SDM yang terampil. Ini ke depan harus disegerakan,” kata dia.
Sementara itu, di sisi yang lain, Nasrul mengingatkan rekam jejak Sofyan Djalil selama menjabat Menteri Agraria. Di antaranya soal transparansi data Hak Guna Usaha (HGU).
Sofyan pernah bersikukuh menutup data HGU sebagai informasi publik. Ia menilai pembukaan data itu dapat membahayakan kepentingan nasional, sehingga perlu sejumlah prosedur yang harus ditempuh untuk mendapat informasi tersebut.
Sementara, sejumlah pihak mendesak tranparansi data HGU sebagai konsekuensi dari putusan Mahkamah Agung (MA), pada 2017 lalu.
“Data HGU merupakan informasi publik, sementara Kementerian terkait kala itu tidak membukanya, ini PR bagi Sofyan,” tambah Nasrul.
Fachrul Razi di Antara Kutub Muhammadiyah dan NU
Menanggapi terpilihnya Fachrul Razi sebagai Menteri Agama, Nasrul Z punya beberapa pandangan.
Pertama, publik perlu melihat posisi Fachrul saat ini netral dari kecenderungan dua kutub, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Seperti diketahui, kader dari kedua Ormas besar di Indonesia tersebut selama ini kerap menempati posisi Menteri Agama.
Kali ini, perwakilan dari NU dan Muhammadiyah diamanahi jabatan sebagai Menteri Koordinator.
Adalah Prof. Mahfud MD, tokoh NU yang dulunya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, kini dipilih Jokowi menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam).
Sedangkan dari Muhammadiyah ada sosok Muhadjir Effendy, yang di periode lalu menjabat Menteri Pendidikan. Di periode baru ini, dia dipilih menjadi Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
“Sementara Fachrul, sejauh yang saya tahu, tidak berada dari dua kalangan ini (Muhammadiyah dan NU),” kata Nasrul.
Tak hanya itu, dia juga melihat rekam jejak Fachrul yang masih minim menangani bidang agama.
“Begitu juga komunikasinya dengan Muhammadiyah dan NU, sama sekali belum kelihatan, namun kita perlu optimis, semoga perannya nanti bisa lebih baik,” pungkasnya. (Fuadi)